Senin, 05 September 2016

MENAPAKI ARJUNA WELIRANG DENGAN BERLARI


Malam semakin tua di kaki Arjuna, Sabtu (20/8) pekan lalu. Jarum jam hampir menunjuk angka 12. Tapi, keramaian masih menyelimuti lapangan parkir Wisata Agro Wonosari di Lawang, Malang, Jawa Timur.
Tampak 32 pelari dua di antaranya perempuan bersiap di garis start. Begitu bendera start dikibarkan tepat jam 12 malam teng, mereka langsung berlari menembus gelap dan dinginnya malam di perkebunan teh milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII.
Malam itu, Arjuna Welirang Ultra (AWU) Trail Running dimulai. Kejuaraan gabungan lari dan pendakian gunung ini memulai lomba dari kategori 60 Kilometer (60K) yang start jam 12 malam. Lalu, menyusul kategori 30K yang start pukul lima subuh, baru 15K yang start jam setengah tujuh pagi.
Lomba trail running di Gunung Arjuna ini merupakan penyelenggaran yang pertama. Yang punya gawe: Malang Trail (Mantra) Runners, komunitas pelari trail, dengan menggandeng sejumlah pihak seperti Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Malang.
Meski pagelaran perdana, AWU berhasil menyedot cukup banyak peserta. "Total ada 155 pelari yang ikut," kata Nasihul Abidin, Race Director AWU.
Bukan cuma dari Malang dan sekitarnya, peserta AWU ada yang datang dari luar Jawa Timur, seperti Jakarta, Semarang, dan Denpasar. Bahkan, sejumlah warga asing yang bekerja di Indonesia alias ekspatriat ikut serta. Misalnya, dari Singapura, Malaysia, Inggris, dan Amerika Serikat.
Pesertanya pun dari beragam usia, mulai 10 tahun hingga di atas 50 tahun. Dan, Romeo yang baru duduk di bangku kelas empat sekolah dasar (SD) jadi peserta termuda. "Saya sudah beberapa kali ikut lomba trail running," ujar Romeo yang juga atlet sepatu roda Jawa Timur.
Gunung cadas
Arjuna jadi pilihan lokasi lomba lantaran gunung setinggi 3.339 meter di atas permukaan laut (dpl) ini lebih menunjukkan karakter Malang ketimbang Gunung Semeru. Untuk trail running, Arjuna juga lebih menantang dan pemandangannya bagus. "Gunung yang cadas," sebut Abidin.
Penyelenggaraan AWU, Abidin menambahkan, juga untuk membumikan trail running. Sekaligus, mempromosikan pariwisata Malang khususnya di kawasan Gunung Arjuna. 
Untuk kategori 60K, rutenya melewati Puncak Arjuna dan Welirang. Sedang yang 30K hanya melalui Puncak Arjuna dan 15K cuma sampai Bukit Lincing dengan ketinggian 1.523 dpl.
Dan, Abdin menegaskan, sangat kecil kemungkinan peserta berbuat curang. Sebab, penyelenggara membuat rute lomba dengan medan atau jalur yang cukup steril dari kendaraan bermotor.
Tambah lagi, tak semua pos pengambilan gelang alias check point terutama untuk kategori 60K diungkap ke peserta. "Pengalaman beberapa race serupa sebelumnya, banyak pelari yang cheat dengan naik ojek," kata Abidin.
Elius Palunsu, peserta AWU kategori 30K, mengungkapkan, medan lomba memang benar-benar menantang. “Jalur menanjak terus dan terjal sampai Puncak Arjuna,” kata anggota TNI yang bertugas di Yonarhanudri 2/2 Kostrad Alap-Alap, Malang, sekaligus juara I kategori 30K, ini.
­­Yang menarik, Arjuna yang terkenal sebagai salah satu gunung paling angker di Indonesia ternyata juga jadi perhatian sejumlah peserta AWU. Maklum, untuk kategori 60K, peserta mesti memulai lomba di malam hari.
Menurut Abidin, rute lomba memang melewati dua situs yang dikeramatkan warga sekitar: Putuk Lesung dan Ontobugo. Dua lokasi ini sering menjadi tempat semedi. “Yang penting jangan berbuat aneh-aneh di kedua situs ini,” ucap dia.
Power walk
Tak mau ketinggalan, KONTAN pun menjajal kategori 15K. Selepas garis start, medan lomba belum terlalu berat.
Hingga dua kilometer pertama, jalurnya kombinasi datar, menanjak, dan menurun berupa aspal rusak dan tanah bebatuan. Alhasil, pelari masih bisa berlari di sepanjang rute ini.
Setelah itu, jalur lomba menanjak melalui jalan tanah setapak yang sempit dan jalan tanah bebatuan yang lebar di tengah-tengah kebun teh. Medan ini hingga kilometer lima atau Pos I Alang-Alang jalur pendakian Gunung Arjuna.
Dengan medan yang menanjak, Ivan Citra Wijaya, Steering Committee AWU, bilang, pelari enggak mungkin lagi untuk berlari. "Yang bisa mereka lakukan adalah power walk, jalan cepat," ujar dia.
Selepas Pos I, jalur lomba semakin menajak berupa jalan tanah setapak di antara alang-alang. Kondisi medan ini hingga check point di Bukit Lincing, sekitar 200 meter setelah Pos II Lincing. Walhasil, makin menguras tenaga.
Setelah memperoleh gelang sebagai tanda sudah melewati check point di Bukit Lincing, peserta kembali melalui jalur yang sama. Karena rute menurun, peserta bisa berlari untuk mencapai garis finish.
Jawara satu kategori 15K melahap rute ini hanya dalam tempo satu setengah jam. Dan, semua peserta yang sampai garis finish juga mendapat bibit pohon persembahan dari PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk dan PT Greenfields Indonesia.
Azrie Sofyan Syarief yang baru sekali ikutan lomba trail running mengaku tertarik untuk kembali melakukan olahraga ini. "Pemandangannya enggak monoton seperti lari di jalan raya, dan cakep pastinya," kata peserta AWU kategori 15K asal Jakarta ini.
Ke depan, menurut Abdin, bakal ada Arjuna Welirang Ultra kedua, ketiga, dan seterusnya. "Awu akan jadi agenda rutin setiap tahun," kata Abidin.
Siap menapaki Arjuna Welirang dengan berlari dan mendaki?

http://lifestyle.kontan.co.id/news/menapaki-arjuna-welirang-dengan-berlari

NYATA LAGI BERMANFAAT

Meski pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi DKI Jakarta baru berlangsung 15 Februari 2017 mendatang, konstalasi politik di Ibukota RI sudah memanas dalam beberapa bulan terakhir. Dan, situasi politik makin hot saja menjelang pendaftaran calon pasangan yang akan dibuka Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI pada 19 September hingga 21 September 2016 nanti.
Tambah lagi, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Rabu (17/8) lalu, mengklaim dirinya sudah mengantongi restu dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk maju sebagai calon gubernur di pesta demokrasi lima tahunan tersebut. Sang incumbent sejauh ini sudah mendapatkan dukungan dari tiga partai politik: Partai Nasdem, Partai Hanura, dan Partai Golkar, yang sejatinya cukup untuk mengantarkannya ke gelanggang Pilkada DKI. Politik pun kian gaduh di Jakarta.
Sebetulnya, Pilkada DKI adalah sebuah pesta demokrasi yang sama dengan daerah lain. Pelaksanaannya pun bakal serentak dengan 100 daerah lain, baik tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota. Tapi, Jakarta ibukota negara, pusat pemerintahan. Otomatis, Pilkada DKI lebih jadi pusat perhatian publik ketimbang pemilihan kepala daerah lain. Kota berusia 489 tahun ini juga menjadi barometer kehidupan berbangsa dan bernegara. Jakarta merupakan miniatur Indonesia yang terdiri dari semua suku, agama, ras, dan golongan.
Buat partai politik, Pilkada DKI jelas sangat seksi. Sebagai miniatur negeri ini, pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI bisa jadi modal mereka bertarung dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 mendatang. Bukan tidak mungkin, jika calon yang mereka usung menang, pamor partai naik. Buntutnya, bisa memperoleh panen raya suara di Pemilu 2019.
Tapi terlepas dari konstalasi politik di Jakarta yang makin memanas jelang pilkada, DKI jadi salah satu daerah dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) terbesar di Indonesia. Tahun ini saja APBD DKI mencapai Rp 67,1 triliun. Dengan uang sebanyak ini, gubernur DKI jelas bisa membiayai banyak program pro-rakyat. Ambil contoh, berobat gratis, sekolah gratis, ambulans gratis.
Bukan cuma itu, DKI juga bisa mewujudkan penyelenggaraan layanan nomor tunggal panggilan darurat. Namanya: Layanan Jakarta Siaga 112. Aturan mainnya tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Nomor 142 Tahun 2016 yang berlaku 19 Juli lalu. Layanan ini mengintegrasikan semua layanan telepon pengaduan dan pemberian informasi gawat darurat (emergency), mulai ambulans, pemadam kebakaran, polisi, SAR, PMI, hingga kebersihan bahkan pemakaman.
Dengan begitu, Layanan Jakarta Siaga 112 mempermudah masyarakat dalam mengakses dan mendapatkan layanan gawat darurat. Misalnya, permintaan ambulans gawat darurat, penanganan hewan buas atau berbisa, atau penanganan pohon tumbang. Kehadiran layanan ini sekaligus mempermudah masyarakat mengingat nomor panggilan darurat. Tidak seperti sekarang yang banyak nomor: ambulans di 118, pemadam kebakaran di 113, polisi di 112, belum lagi nomor instansi lain.
Layanan Jakarta Siaga 112 mungkin bukan program yang sekece program membebaskan Jakarta dari banjir dan kemacetan lalu lintas yang akut. Layanan Jakarta Siaga 112 mungkin juga bukan program yang laku dijual saat kampanye pilkada. Tapi, kala Jakarta bebas banjir dan macet masih sebatas janji, warga butuh program nyata lagi bermanfaat.

S.S. Kurniawan, Tajuk Tabloid KONTAN, Pekan Keempat Agustus 2016

TOL LAUT

Saat menyampaikan Pidato Kenegaraan dalam rangka HUT RI ke-71 di depan Sidang Bersama DPR dan DPD, Selasa (16/8) lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membeberkan pencapaian kinerja selama dua tahun memerintah negeri ini. Misalnya, Program Tol Laut yang jadi salah satu janjinya kala kampanye pemilihan presiden.
Menurut Jokowi, pemerintah menetapkan 24 pelabuhan sebagai simpul jalur tol laut. Sebagai pendukung, pemerintah juga membangun 47 pelabuhan nonkomersial dan 41 pelabuhan hingga 2019 mendatang. Bukan cuma itu, pemerintah juga menyiapkan kapal-kapalnya. Ini untuk mewujudkan gagasan kita menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Lautan adalah masa depan bangsa, Jalesveva Jayamahe, tegas sang Presiden.
Sejauh ini, kapal-kapal besar milik PT Pelni yang membawa logistik dan penumpang mulai buang sauh di pelabuhan-pelabuhan kecil di daerah terluar dan Timur Indonesia. Misalnya, Kepulauan Anambas (Kepulauan Riau), Saumlaki (Maluku), dan Wasior (Papua Barat).
Pemerintah mengklaim, daerah-daerah terluar negara kita sekarang sudah memiliki pasokan bahan baku memadai. Contoh, Kepulauan Anambas dulu pernah sampai tiga bulan tak ada pasokan telur gara-gara cuaca buruk. Kini suplai bahan baku ke Anambas tak lagi tersendat lantaran kapal-kapal yang mengangkutnya lebih besar sehingga bisa menghadapi cuaca jelek. Efek lainnya, harga barang yang turun signifikan dari harga sebelum ada tol laut. Ya, walau ada juga harga barang yang tidak turun sama sekali.
Memang, tol laut bisa menekan harga barang. Selisih harga barang di Jawa dan Papua, misalnya, tidak terlalu jomplang lagi. Tapi, disparitas harga yang enggak terlalu jauh itu hanya terjadi di daerah-daerah pelabuhan utama yang masuk rute tol laut. Harga barang di daerah-daerah yang jauh dari pelabuhan utama, ya, tetap saja tinggi.
Maklum, infrastruktur darat dari pelabuhan utama menuju daerah pedalaman masih jauh dari kata memadai, bahkan sangat buruk. Ongkos transportasi jadi sangat mahal. Walhasil, harga barang tetap tinggi. Kondisi ini membuat tol laut tidak bisa maksimal. Biar maksimum, pembangunan tol laut harus sejalan dengan "tol darat".
Pemerintah juga perlu menambah fasilitas dan area peti kemas di pelabuhan. Dengan begitu, proses bongkar muat kapal bisa lebih cepat. Jadi, biaya pengiriman barang bisa makin murah. Harga barang pun bisa kian murah. Semoga.

S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 20 Agustus 2016

TUMBUH BERKUALITAS

Masuk paro kedua tahun 2016, ekonomi negara kita masih kurang darah. Harapan untuk tumbuh lebih tinggi memang ada. Tapi tampaknya, pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa menyentuh angka 5,2% seperti target pemerintah sulit tercapai.
Bank Indonesia (BI) kemarin menyampaikan, berdasarkan hasil kajian mereka, pertumbuhan ekonomi selama kuartal dua tahun ini hanya 4,94%. Alhasil, ekonomi di semester pertama tak sampai 5%, cuma sebesar 4,93%. Di kuartal III 2016, menurut bank sentral, ekonomi bakal tumbuh lebih tinggi, di kisaran 5,2%. Tapi, itu belum bisa mendorong pertumbuhan tahun ini ke angka yang sama. Alhasil, BI memproyeksikan, sepanjang tahun ini pertumbuhan ekonomi hanya 5,09%.
Kondisi ini membuat ciut nyali para bankir, setidaknya. Awalnya cukup optimistis kredit bisa tumbuh lebih tinggi dari target semula, kini mereka berbalik jadi pesimistis. Bank-bank pun ramai-ramai merevisi ke bawah target mereka.
Bank Mandiri, misalnya, mengubah target pertumbuhan kredit, dari semula 12% jadi 10%. Hingga Juni 2016 lalu, kredit bank pelat ini hanya naik 10,5%. Bank Sahabat Sampoerna juga merevisi target pertumbuhan kredit jadi 30% di semester II 2016. Angka ini lebih rendah dari rencana awal yang tumbuh 40%. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun merevisi proyeksi pertumbuhan kredit jadi 12%, batas bawah prediksi awal 12%.
Sejatinya, ada kabar baik dari dunia otomotif. Angka penjualan mobil di semester I 2016 tumbuh jadi 531.929 dibanding periode yang sama di 2015 yang hanya 525.491 unit. Di lima bulan sebelumnya, penjualan mobil selalu di bawah periode yang sama tahun lalu. Penjualan mobil jadi salah satu indikator pertumbuhan ekonomi.
Tapi, konsumsi rumahtangga yang sempat naik tinggi selama bulan puasa dan Lebaran kemarin, termasuk untuk pembelian mobil, kelihatannya akan kembali tertekan di sisa bulan tahun 2016. Tentu, ini bakal membuat perekonomian kita kembali kurang pasokan darah.
Tak heran, Sri Mulyani, Menteri Keuangan yang baru, langsung menghitung ulang target-target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. Maklum, pajak yang jadi tulang punggung pendapatan negara, penerimaannya masih saja seret.
Ya, selagi masih ada waktu, kalau memang harus diubah, kenapa tidak? Tidak perlu mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi-tinggi kalau tumbuhnya enggak berkualitas.

Tajuk S.S. Kurniawan, Harian KONTAN, 30 Juli 2016

TRANSJAWA

Hari ini, Senin (11/7), sebagian besar masyarakat kembali berkantor usai libur dan cuti Lebaran. Memang, aktivitas belum kembali normal seutuhnya. Sebab, anak sekolah masih menikmati libur panjangnya hingga Ahad (17/7) nanti. Tapi, buat yang beraktivitas di Jakarta dan sekitarnya, kembali bekerja berarti kembali dengan rutinitas kemacetan lalu lintas.
Dan, seperti yang sudah-sudah, kemacetan kembali mendera dalam arus mudik dan balik Lebaran. Hanya, untuk arus mudik tahun ini, ada titik kemacetan baru: pintu keluar (exit) tol Brebes Timur yang populer dengan sebutan Brexit. Bahkan, Brexit jadi titik kemacetan terparah saat mudik Lebaran 2016. Banyak pemudik yang lantas menyebut ruas tol baru yang beroperasi jelang Lebaran itu sebagai jalur neraka, lantaran kendaraan mereka tak bergerak hingga belasan jam.
Kemacetan parah di Brexit membuat banyak pihak kembali mendesak pemerintah untuk mempercepat penyelesaian jaringan tol TransJawa, setidaknya sampai Semarang. Rencananya, tol TransJawa membentang dari Merak, Banten, hingga Banyuwangi, Jawa Timur. Saat ini, jaringan tol itu baru menyambung dari Merak sampai Brebes.
Untuk menyatu hingga Semarang, paling cepat butuh waktu dua tahun lagi. Soalnya, pembebasan lahan untuk ruas PemalangBatang dan BatangSemarang masih berjalan lamban. Untuk ruas PemalangBatang, pembebasan lahan hingga April lalu baru 9,34%, sedangkan ruas BatangSemarang 20,5%. Pembebasan lahan dua ruas tol yang bersebelahan itu sempat mandek selama lima tahun. Alhasil, pemerintah menargetkan pembebasan lahannya baru rampung pada 2017.
Tentu, Tol TransJawa tidak hanya memainkan peranan sangat penting selama arus mudik dan balik Lebaran. Jaringan tol ini juga punya peran penting untuk memperlancar distribusi barang. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) pernah menghitung, saat ini waktu tempuh untuk mengangkut barang dari Jakarta ke Surabaya menggunakan truk paling cepat 36 jam. Jika tol TransJawa sudah tersambung hingga Ibu Kota Jawa Timur, maka waktu tempuhnya bisa menjadi 24 jam.
Dengan begitu, ongkos distribusi yang dikeluarkan produsen bisa berkurang signifikan, termasuk termasuk biaya-biaya ekstra seperti pungutan liar. Walhasil, biaya produksi juga bisa menyusut. Tapi, produsen wajib mengonversinya ke harga jual barang. Harga barang di tangan konsumen mesti turun.

Tajuk S.S. Kurniawan, Harian KONTAN, 11 Juli 2016

PENGALIHAN SUBSIDI

Kantong pemerintah cekak. Bagaimana tidak? Penerimaan pajak sampai akhir Mei 2016 lalu baru sebesar Rp 364,1 triliun. Angka ini hanya 26,8% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Kurangnya masih banyak: 73,2%. Padahal, waktu yang tersisa di tahun 2016 ini tinggal tujuh bulan lagi.
Memang, di Rancangan APBN 2016 yang saat ini sedang dalam pembahasan dengan DPR, pemerintah merevisi turun target penerimaan pajak. Target tahun ini berubah jadi Rp 1.343,1 triliun, dari sebelumnya Rp 1.360,1 triliun. Tapi, perubahannya tidak terlalu signifikan, hanya selisih Rp 17 triliun.
Salah satu harapan besar pemerintah untuk menggenjot pajak ada pada kebijakan tax amnesty. Hitungan pemerintah: kebijakan pengampunan pajak bisa menyumbang penerimaan hingga Rp 165 triliun. Cuma masalahnya, pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty enggak rampung-rampung, walau wakil rakyat di Senayan menjanjikan penggodokan calon beleid ini kelar akhir Juni ini.
Dengan penerimaan pajak yang masih mengkhawatirkan, pemerintah memang sudah sepantasnya memangkas anggaran belanja negara yang tidak terlalu penting-penting amat. Terutama, bujet belanja kementerian dan lembaga.
Tapi tampaknya, pemangkasan belanja kementerian dan lembaga tahun ini sebesar Rp 40,5 triliun jadi Rp 743,5 triliun masih belum cukup. Untuk itu, pemerintah berencana juga mengurangi subsidi solar, dari Rp 1.000 per liter menjadi Rp 350 seliter. Bukan cuma itu, pemerintah juga bakal mencabut subsidi listrik untuk pelanggan PLN dengan daya 900 volt ampere (VA).
Pemerintah memang sedang butuh banyak duit untuk mengongkosi pembangunan infrastruktur, yang jadi program unggulan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Apalagi, sejak awal Pemerintahan Jokowi bertekad menggeser aliran subsidi, dari sektor konsumsi ke sektor produktif seperti infrastruktur.
Namun, pekerjaan pemerintah tidak berhenti begitu proyek infrastruktur rampung. Salah satu tujuan kehadiran berbagai proyek infrastruktur yakni memangkas biaya ekonomi tinggi juga harus jadi kenyataan. Soalnya, pengurangan biaya ekonomi tinggi bisa mengerek turun harga barang dan jasa.
Dengan begitu, masyarakat bisa betul-betul menikmati manfaat dari pengalihan subsidi. Selain jalan yang mulus, misalnya, mereka juga bisa mendapat barang dan jasa dengan harga yang lebih murah.

Tajuk S.S. Kurniawan, Harian KONTAN, 16 Juni 2016

PAJAK & KARTU KREDIT

Kewajiban perbankan penyedia layanan kartu kredit untuk melaporkan data nasabahnya kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan berlaku efektif mulai 31 Mei 2016 nanti. Aturan mainnya tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39 Tahun 2016 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Perpajakan.
Masalahnya, tak sedikit orang Indonesia yang alergi begitu mendengar kata pajak. Alhasil, sejumlah bank menyatakan, banyak nasabah yang menutup kartu kreditnya gara-gara takut data pribadi mereka dilaporkan ke Ditjen Pajak.
Padahal, Ditjen Pajak menegaskan, data nasabah kartu kredit yang disampaikan ke lembaganya hanya dijadikan dasar untuk membandingkan nilai aset yang dilaporkan wajib pajak dengan nilai aset yang sebenarnya. Juga dari data itu Ditjen Pajak bakal mengecek, apakah pajak atas transaksi kartu kredit sudah dibayarkan atau belum. Toh, tak semua percaya begitu saja.
Celakanya, pemerintah pun tak satu suara soal pelaporan transaksi kartu kredit ke Ditjen Pajak itu. Kementerian Komunikasi dan Informatika tengah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi. Calon beleid ini berpeluang membatalkan ketentuan di PMK No. 39/2016.
Berdasarkan rancangan awal RUU Perlindungan Data Pribadi, data kartu kredit merupakan informasi yang pribadi. Sehingga, tidak bisa sembarang pihak memilikinya, termasuk Ditjen Pajak.
Tapi, terlepas pro dan kontra dari kewajiban bank melaporkan data nasabahnya, benar kata Ditjen Pajak, pemilik kartu kredit tidak perlu khawatir secara berlebihan. Apalagi, kalau para pemilik duit plastik ini adalah wajib pajak yang selalu patuh membayar pajak dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) secara lengkap tanpa ada data yang disembunyikan.
Pemilik kartu kredit pantas cemas kalau mereka selama ini tidak taat membayar pajak bahkan cenderung mengemplang. Atau, menyerahkan SPT dengan tidak jujur alias banyak data yang tidak dilaporkan.
Tentu, Ditjen Pajak harus memegang janjinya: penggunaan data nasabah kartu kredit tidak akan sembarangan. Jadi, seluruh data yang masuk akan aman dan tak disalahgunakan. Ditjen Pajak juga mesti melakukan evaluasi terhadap kebijakan itu setelah melihat hasil yang dicapai. Kalau ternyata kewajiban bank melaporkan data nasabah kartu kredit tidak efektif dalam mendongkrak penerimaan pajak, kebijakan ini mesti dikaji ulang.

Tajuk S.S. Kurniawan, Harian KONTAN, 27 Mei 2016

DEFLASI

Sudah menjadi tradisi, nyaris setiap bulan April terjadi deflasi. Dan, deflasi pada April 2016 lalu sebesar 0,45% adalah yang terbesar sejak tahun 2000 silam. Penyumbang deflasi April tahun ini adalah penurunan harga bahan makanan, seperti beras, daging, dan telur. Lalu, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar, serta kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.Alhasil, inflasi tahun kalender alias Januari hingga April hanya sebesar 0,16%. Sementara inflasi April 2016 terhadap April 2015 atawa year on year (yoy) sebesar 3,6%.Memang, sih, harga barang dan jasa yang turun bisa mengerek daya beli masyarakat. Tapi, deflasi bisa berarti penurunan permintaan terhadap barang dan jasa. Sebab, salah satu faktor yang membuat harga barang dan jasa turun adalah, melemahnya demand masyarakat. Jadi, deflasi tidak selalu baik.Penurunan permintaan paling tidak tampak dari penjualan mobil yang masih lesu. Penjualan mobil selama kuartal I 2016 turun sekitar 5,35% menjadi 267.227 unit ketimbang triwulan yang sama di 2015 lalu sebanyak 282.344 unit.Permintaan yang melemah membuat pelaku usaha mengerem ekspansi. Penyaluran kredit perbankan pun tersendat. Sejumlah bank menorehkan penurunan kredit pada kuartal I 2016. Misalnya, Bank Danamon, Bank CIMB Niaga, dan Bank Permata. Meski, penyebab penurunan kredit juga lantaran bank berhati-hati dalam membuka keran pinjaman, menyusul rasio kredit bermasalah (NPL) yang naik.Cuma kabar baiknya, bahan bangunan juga turun harga. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) Bahan Bangunan/Konstruksi pada April 2016 turun 0,01% dari bulan sebelumnya. Penyebabnya antara lain penurunan harga aspal 1,32%, semen 0,35%, keramik lantai 0,32%, tanah uruk atau untuk menimbun 0,25%, dan besi 0,22%.Harapannya, sektor konstruksi bisa makin menggeliat terutama pembangunan infrastruktur, dengan penurunan harga tersebut. Sebab, sektor ini menjadi salah satu penggerak roda perekonomian.Yang tidak kalah penting, di tengah penurunan harga bahan makanan, pemerintah bisa membantu petani dan peternak kita meningkatkan produksi dalam negeri, seperti beras dan daging. Dengan begitu, harga pangan tetap terjaga karena pasokannya juga terjaga. Kalau pun naik, kenaikan harga pangan masih dalam batas yang wajar. Bukan kenaikan yang gila-gilaan.

Tajuk S.S. Kurniawan, Harian KONTAN, 3 Mei 2016

Senin, 30 Mei 2016

JEJAK-JEJAK SEJARAH DI KOTA BERLIN



HAWA dingin membekap Berlin, Sabtu pekan lalu (10/10). Suhu udara menunjuk angka 5 derajat Celcius. Matahari yang sejatinya bersinar terik tak mampu mengusir hawa dingin yang menyelimuti Ibukota Jerman ini, dengan suhu mendekati titik beku.
Berlin sedang musim gugur. Kota terbesar di Negeri Panser ini merupakan tujuan wisata populer ketiga di Eropa. Saban tahun lebih dari 135 juta turis pelesiran ke Berlin, kota yang pernah menjadi Ibukota Kerajaan Prusia. Banyak tempat wisata di kota berpenduduk 3,5 juta orang itu.
Salah satu destinasi yang paling populer adalah Gerbang Brandenburg. Gapura yang menjadi simbol Berlin bahkan landmark Jerman ini terletak di Pariser Platz, sebelah barat Berlin. Bergaya arsitektur neoklasik dengan pilar-pilar tinggi dan patung kereta kuda di bagian atas, Gerbang Brandenburg dibangun pada abad ke-18 atas perintah Raja Prussia Frederick William II.
Tak jauh dari Gerbang Brandenburg terdapat Reichstagsgebude. Gedung parlemen Jerman yang berdiri tahun 1884 silam ini juga menjadi ikon Berlin. Bangunan ini punya kubah kaca berukuran besar. Dari kubah ini pengunjung bisa menikmati Berlin dari semua sudut, tanpa dipungut biaya alias gratis. Syaratnya pengunjung harus mendaftar lebih dulu untuk mendapatkan tiket masuk dan waktu kunjungan. Antreannya selalu mengular panjang.
Tembok Berlin
Dari Reichstagsgebude, city tour di Berlin bisa berlanjut ke Checkpoint Charlie, satu dari tujuh pintu masuk di perbatasan Jerman Barat dan Jerman Timur saat Perang Dingin. Pos pemeriksaan di daerah Friedrichstrae ini dulu dijaga tentara Amerika Serikat, sekutu Jerman Barat. Pada Oktober 1961, ketegangan terjadi di pintu masuk ini. Tank-tank Amerika dan Rusia, kawan Jerman Timur, saling berhadapan tapi tidak sampai pecah perang. Nah, jika mau berfoto dengan "tentara" Amerika Serikat yang berjaga di Checkpoint Charlie, cukup merogoh kocek 2 euro.
Perjalanan berikutnya bisa ke Tugu Kemenangan Siegessaule yang berdiri kokoh di kawasan Tiergarten. Tugu ini dibangun tahun 1864 untuk memperingati kemenangan Prussia atas Kerajaan Denmar. Tiergarten adalah taman tertua juga terbesar di Berlin seluas 517 hektare. Di sisi Timur Siegessaule ada Bellevue Palace, kediaman dan kantor Presiden Jerman.
Tentu, tak lengkap jalan-jalan ke Berlin tanpa mengunjungi Tembok Berlin. Salah satu sisa-sisa reruntuhan tembok yang dibangun Jerman Timur tahun 1961 ini adalah East Side Gallery. Di tembok sepanjang 1,3 kilometer yang ada di pinggir Sungai Spree itu penuh dengan lukisan mural. Salah satu lukisan yang terkenal dan menjadi ikon penting: adegan ciuman antara pemimpin Jerman Timur Erich Honecker dan pemimpin Uni Soviet Leonid Brezhnev. "Mural ini jadi lokasi favorit turis untuk foto," kata John, pemandu lokal.
Selain wisata sejarah, Berlin juga terkenal sebagai surga belanja. Lokasinya di daerah Kurfuerstendamm atau populer dengan sebutan Kudamm. Kudamm dikenal sebagai kawasan belanja barang-barang mahal. Tapi, "Harga koper Rimowa buatan Jerman lebih murah di sini, banyak turis Asia yang beli," ujar Bambang, tour leader rombongan PT Shell Indonesia.

S.S. Kurniawan (Berlin), Harian KONTAN 17 Oktober 2015 

Jumat, 29 April 2016

MENGEJAR PAJAK

Meski banyak yang menatap dengan penuh optimisme, tahun 2016 masih jadi tahun yang berat buat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Buktinya, realisasi penerimaan pajak dalam tiga bulan pertama tahun ini baru sebesar Rp 188,1 triliun, lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 203,3 triliun. Hampir semua pos peneriman pajak turun, yakni pajak penghasilan (PPh) migas dan nonmigas serta pajak pertambahan nilai (PPN).
Mengejar pajak memang enggak gampang saat ekonomi masih lesu. Terlebih, dengan target penerimaan tahun ini yang mencapai Rp 1.318,7 triliun. Tambah lagi, mengejar pajak ternyata berisiko nyawa melayang. Dua petugas pajak dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sibolga, Selasa (12/4) lalu, meregang nyawa ditikam seorang pengusaha yang menunggak pajak hingga Rp 14 miliar saat akan menyita aset si penunggak.
Belum lagi, Ditjen Pajak kehilangan kesempatan mengejar pajak sekitar Rp 18 triliun gara-gara pemerintah mengerek batas pendapatan tidak kena pajak (PTKP) sebesar 50% jadi Rp 54 juta per tahun. Pekerjaan kantor pajak memburu upeti pun kian berat.
Memang, ada asa dari rencana pemerintah menerapkan kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty. Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro bilang, dari segi penerimaan, Rp 60 triliun menjadi angka minimum yang bisa masuk ke kantong pemerintah dari pelaksanaan kebijakan itu. Sebab, walau kehilangan penerimaan pajak dari penghapusan sanksi pajak, pemerintah mendapat pengganti dari yang namanya uang tebus.
Jadi, untuk mendapatkan pengampunan pajak, para peminta amnesty mesti membayar tebusan sebesar 2% dari nilai aset yang belum mereka laporkan. Nah, nilai uang tebus ini paling sedikit Rp 60 triliun. Tapi, menteri keuangan mengungkapkan, sejatinya potensi uang tebus di atas Rp 100 triliun.
Saat ini, pemerintah tinggal menunggu ketok palu DPR untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak sebagai dasar hukumnya. Yang jelas, menteri keuangan menegaskan, kebijakan tax amnesty paling lama hanya berlangsung sampai akhir tahun 2016. Tentu dengan catatan, RUU Pengampunan Pajak segera disahkan.
Tapi, bagaimanapun juga, kebijakan ini bakal menimbulkan kecemburuan bagi wajib pajak yang selama ini jujur dalam melaporkan asetnya dan membayar pajak. Untuk itu, pemerintah tidak boleh mengerek tawaran pengampunan kepada para peminta amnesty. Jadi, pemerintah hanya memberikan penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan pelunasan pajak, tidak lebih.
Dan sebetulnya, kecemburuan ini juga akan sirna karena para peminta amnesty kelak masuk dalam sistem administrasi perpajakan. Maksudnya, mulai tahun depan mereka melaporkan aset-asetnya yang selama ini belum dicantumkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak. Itu berarti, ada pajak yang bakal mengalir ke kantong pemerintah.
Tapi, kalaupun tax amnesty jadi dilaksanakan, perburuan Ditjen Pajak tidak lantas berhenti. Sebab, masih banyak sumber-sumber penerimaan yang belum betul-betul tergali di dalam negeri, yang potensinya tidak sedikit. Misalnya, pajak usaha kecil menengah (UKM) dan profesi dengan penghasilan selangit, seperti artis, pengacara, serta dokter. Kalau tidak, pekerja yang penghasilannya Rp 5 juta per bulan tapi tertib bayar pajak karena langsung dipotong dari gajinya akan cemburu. 

(S.S. Kurniawan, Tajuk Tabloid KONTAN Minggu III April 2016)

MASIH KONSUMSI

Pasar properti di Tanah Air bakal kembali bergairah. Salah satu pemicunya adalah, bunga kredit pemilikan rumah (KPR) satu digit. Saat ini, sejumlah bank mengadakan program promosi bunga KPR di bawah 10%. Contoh, Bank Mandiri menawarkan bunga 8,5% fixed untuk lima tahun. Lalu, Bank Central Asia (BCA) memberikan bunga 9,25% fixed tiga tahun.
Sayang, tawaran sangat menarik itu hanya berlaku bagi nasabah KPR baru. Sementara nasabah lama masih harus menikmati bunga lawas di atas 10% yang tak kunjung turun. Padahal, tahun ini suku bunga acuan BI rate sudah dipangkas sebanyak tiga kali, total sebesar 75 basis poin menjadi tinggal 6,75%.
Memang, bunga KPR satu digit bisa mendorong pembelian rumah, sehingga menggairahkan ekonomi negeri ini. Tapi, penurunan bunga kredit rumah bagi nasabah lama juga bisa membantu perekonomian kita sedikit menggeliat. Kok? Jika bunga turun, tentu besaran angsuran yang dibayar nasabah setiap bulan juga turun. Itu berarti, ada tambahan dana untuk si nasabah yang bisa dipakai untuk belanja.
Daya beli pun menjadi terangkat, meski enggak tinggi-tinggi amat. Alhasil, konsumsi masyarakat bisa meningkat. Tambah lagi, pemerintah mengerek batas pendapatan tidak kena pajak (PTKP) sebesar 50% menjadi Rp 54 juta per tahun untuk pekerja lajang. Buat yang pajak penghasilannya tidak ditanggung perusahaan, tentu ini menjadi kabar baik. Otomatis, penghasilan yang mereka terima bertambah.
Pemerintah menghitung, kenaikan PTKP itu akan mendorong peningkatan konsumsi tahun ini sebesar 0,3%. Harapannya, sih, pertumbuhan ekonomi bisa mendaki 0,16% hanya dari kenaikan PTKP.
Gairah konsumsi masyarakat juga tampak dari pameran otomotif bertajuk Indonesia International Motor Show (IIMS) 2016. Ratusan ribu pengunjung mengalir ke pameran tahunan ini. Memang, belum kelihatan berapa mobil dan sepeda motor yang laku terjual dalam ajang ini. Tapi, penyelenggara IIMS 2016 menargetkan nilai transaksi Rp 2 triliun, atau lebih tinggi dari tahun lalu yang hanya Rp 1,63 triliun.
Yang jelas, Honda Prospect Motor, agen pemegang merek Honda, melaporkan peningkatan penjualan selama kuartal I 2016 sebesar 31,2% menjadi 58.379 unit ketimbang periode yang sama di 2015.
Pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan konsumsi memang tidak bagus-bagus amat. Tapi paling tidak, konsumsi yang mulai bergairah bisa mendorong investasi.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN 13 April 2016)

ANGKUTAN MURAH

Sikap pemerintah yang masih tidak tegas terhadap keberadaan aplikasi pemesanan transportasi, menyulut demo pengemudi angkutan umum terutama sopir taksi yang lebih besar kemarin (22/3). Bahkan, unjuk rasa banyak diwarnai aksi pemaksaan terhadap taksi yang masih beroperasi dan kekerasan terhadap sejumlah pengemudi Go-Jek dan Grab oleh pendemo.
Demo serupa juga terjadi di beberapa negara. Pekan lalu, ratusan sopir taksi di Kota Bogota, Kolombia, menolak keberadaan aplikasi pemesanan transportasi Uber dan berakhir ricuh. Bulan lalu, sopir taksi di San Jose, Kostarika, pun berdemo menentang kehadiran Uber. Begitu juga dengan sopir taksi di Paris yang berujung larangan Uber beroperasi oleh Pemerintah Prancis.
Yang jelas, menjamurnya layanan aplikasi pemesanan transportasi menunjukkan masyarakat sangat mengidamkan angkutan umum yang bukan cuma murah, juga aman dan nyaman. Sebab, yang murah sebetulnya banyak, seperti mikrolet dan metromini. Tapi, maaf-maaf saja, angkutan pelat kuning itu masih jauh dari aman lagi nyaman.
Sejatinya, menyediakan angkutan umum yang murah, aman, dan nyaman juga menjadi tugas pemerintah, baik pusat maupun daerah. Pemerintah DKI Jakarta sudah melakukannya lewat TransJakarta. Lalu, pusat melalui PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan commuter line dan keretaapi ekonomi.
Tanpa campur tangan pemerintah, tarif TransJakarta, commuter line, dan keretaapi ekonomi tidak mungkin semurah sekarang. Pemerintah DKI dan pusat memberikan subsidi tarif. Contoh, untuk tahun ini pemerintah memberikan subsidi atawa public service obligation (PSO) sebesar Rp 1,82 triliun, naik 20% ketimbang tahun lalu.
Tugas pemerintah berikutnya adalah memperbanyak angkutan umum yang murah, aman, dan nyaman. Bukan cuma armadanya, juga model angkutan (moda)-nya. Saat ini, pemerintah sedang dan berencana membangun kereta ringan alias light rail transit (LRT) di Palembang, Jakarta Bandung, dan Surabaya, lalu proyek MRT di Jakarta. Agar masyarakat mau beralih naik LRT dan MRT, tentu tarifnya harus murah, kemudian memberikan keamanan dan kenyamanan.
Angkutan umum swasta tentu sangat boleh memberikan tarif yang murah, plus pelayanan yang aman dan nyaman. Tapi, sesuai dengan aturan main yang berlaku. Contoh, tidak boleh di bawah batas tarif bawah yang ditetapkan pemerintah, agar tercipta persaingan sehat.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN 23 Maret 2016)

DIRJEN PAJAK BARU

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak punya komandan baru. Kemarin, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro melantik Ken Dwijugiasteadi sebagai direktur jenderal (Dirjen) Pajak. Dalam sambutannya usai pelantikan, Bambang mengharapkan Ditjen Pajak di bawah kepemimpinan Ken bisa mendongkrak penerimaan pajak.
Jelas, itu bukan pekerjaan gampang. Betapa tidak? Target penerimaan pajak tahun ini mencapai Rp 1.360,1 triliun. Tambah lagi, kondisi ekonomi dalam negeri masih kurang darah. Memang, pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%. Tapi, banyak yang memproyeksikan, ekonomi negara kita hanya tumbuh 5%.
Ekonomi yang masih lesu tampak dari penjualan mobil dan sepeda motor, yang selama ini menjadi salah satu indikator. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, mobil yang laku terjual sepanjang Januari 2016 lalu cuma 84.885 unit, atau turun 9,9% dibandingkan dengan bulan yang sama di 2015 sebanyak 94.194. Penurunan penjualan motor lebih dalam lagi. Data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (Aisi) menunjukkan, penjualan motor anjlok 17,2% jadi 416.263 unit.
Info saja, tahun lalu target penerimaan pajak tidak tercapai. Ditjen Pajak hanya berhasil mengumpulkan pajak Rp 1.055 triliun alias cuma 81,5% dari target yang mencapai Rp 1.294,25 triliun. Tahun lalu pertumbuhan ekonomi 4,73%.
Alhasil, pekerjaan rumah Ken sebagai dirjen Pajak yang anyar sangat berat. Apalagi, penggodokan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengampunan Pajak atawa Tax Amnesty ditunda. Padahal, tax amnesty yang bisa jadi tambang baru buat Ditjen Pajak. Potensi penerimaan pajaknya Rp 80 triliun.
Meski begitu, sejatinya masih banyak tambang-tambang lama yang bisa digali lebih dalam oleh Ditjen Pajak. Misalnya, pajak penghasilan (PPh) orang pribadi di luar karyawan. Sebab, tahun lalu penerimaannya hanya Rp 9 triliun. Angka ini menggambarkan kondisi individu Indonesia belum mampu membayar pajak. Padahal, banyak orang kaya dan superkaya di negeri ini.
Tambang lama lainnya adalah PPh pajak pelaku usaha kecil menengah (UKM). Ditjen Pajak belum menggali betul pajak yang baru ada dua tahun terakhir. Ini juga demi keadilan. Karyawan dengan gaji di atas Rp 3 juta per bulan saja kena pajak, tapi pemilik gerai ponsel berpenghasilan Rp 100 juta sebulan tidak mau membayar pajak.
Selamat bekerja Pak Ken.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN 2 Maret 2016)

PROYEK PRIORITAS

Pemerintah melalui Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) menetapkan 30 proyek prioritas. Mulai pembangkit listrik, kilang, rel keretaapi, pelabuhan, jalan tol, sistem pengolahan limbah, air minum, light rail transit (LRT), MRT, hingga jaringan serat optik. Dalam pembangunannya, puluhan proyek ini bakal mendapat pengawalan ekstra dari pemerintah hingga 2019.
Sejatinya, ke-30 proyek itu bukan proyek baru. Beberapa proyek di antaranya bahkan sudah berjalan pembangunannya, seperti tol Trans Sumatra, MRT Jakarta, dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang, Jawa Tengah. Tapi, masalah klasik pembebasan lahan masih mendera proyek tersebut.
Itu sebabnya, dengan menyandang status prioritas, pemerintah menjanjikan keistimewaan untuk ke-30 proyek tersebut. Salah satunya, pengawalan ekstra, mulai proses perencanaan, persiapan, pelaksanaan, sampai operasional. Setiap ada masalah, pemerintah berjanji akan turun tangan langsung untuk menyelesaikannya dengan cepat. Kalau di level menteri tidak beres, Presiden langsung yang menyelesaikan. Begitu janji pemerintah.
Maklum, ke-30 proyek itu juga bergelar proyek strategis. Pengukuhan gelar proyek strategis ini berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016 dan Peraturan Presiden No. 3/2016. Total, sih, ada 225 proyek strategis, tapi hanya 30 proyek yang ditetapkan pemerintah sebagai proyek prioritas.
Sesuai namanya, tentu proyek-proyek itu memainkan peran yang strategis, sangat strategis malah. PLTU Batang, misalnya. Pembangkit setrum berkapasitas 2.000 megawatt (MW) ini punya peran sangat sentral, lantaran bisa memasok 30% permintaan listrik baru di Pulau Jawa dan Bali. Selain PLTU Batang, ada lima proyek pembangkit lainnya di daftar proyek prioritas.
Keterlambatan realisasi proyek pembangkit berpotensi memicu krisis listrik di negara kita pada 2018 nanti. Sebab, kebutuhan listrik nasional meningkat rata-rata 5.300 MW per tahun. Sedang PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sejauh ini hanya mampu memenuhi sekitar 4.000 MW setahun. Alhasil, ada 20% permintaan listrik yang tidak bisa dipenuhi di 2018 mendatang.
Tentu, semua berharap pemerintah betul-betul menepati janjinya untuk menyelesaikan semua masalah yang mendera proyek-proyek strategis. Tapi, bukan berarti menghalalkan semua cara. Contoh, ganti rugi lahan yang di bawah harga pasar dan Amdal yang asal-asalan.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN 11 Februari 2016)

BBM DAN PANGAN

Harga minyak mentah dunia terus menorehkan rekor terendah dalam 12 tahun terakhir. Mengutip Bloomberg, kemarin harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari 2016 di bursa NYMEX bertengger di posisi US$ 27,57 per barel. Morgan Stanley, perusahaan keuangan dunia memprediksikan harga emas hitam dunia bakal longsor hingga US$ 20 per barel.
Penurunan harga minyak tentu membawa kabar baik. Paling tidak, harga bahan bakar minyak (BBM) menjadi lebih murah. Pemerintah memang sudah menurunkan harga premium dan solar bersubsidi mulai 5 Januari lalu, masing-masing menjadi Rp 6.950 per liter dan solar bersubsidi Rp 5.650 seliter.
Tapi, kesempatan pemerintah untuk kembali menggunting harga premium dan solar bersubsidi terbuka lebar, seiring harga minyak dunia yang terus turun. Berkaca ke Shell Indonesia, per 19 Januari lalu mereka mengerek turun lagi harga BBM-nya. Ambil contoh, harga Super yang sekelas Pertamax turun menjadi Rp 8.350 per liter. Ini kali kedua Shell menurunkan harga BBM-nya di Januari 2016.
Pemerintah bakal memangkas harga premium dan solar bersubsidi lagi dalam waktu dekat? Semoga. Soalnya, harga BBM yang semakin murah bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Dengan penurunan harga premium dan solar, biaya transportasi dan produksi bisa ditekan. Ujungnya, harga barang bisa turun dan inflasi rendah.
Sinyal bahwa ekonomi kita bakal lebih menggeliat tahun ini juga datang dari Bank Indonesia (BI). Bank sentral menyatakan, mereka memiliki ruang yang lebih lebar untuk menurunkan suku bunga acuan atawa BI rate, kalau pemerintah kembali memangkas harga BBM. Itu berarti, inflasi bisa lebih rendah. BIrate yang lebih rendah membuka ruang untuk perbankan menyeret turun bunga kredit mereka.
Nah, tugas pemerintah berikutnya adalah, bagaimana menjaga harga pangan tetap stabil. Maklum, di awal tahun harga sejumlah bahan pangan naik. Alhasil, Bank Indonesia (BI) memproyeksikan, tekanan harga beberapa bahan pangan akan menyebabkan Indeks Harga Konsumen (IHK) Januari 2016 naik. Hasil survei BI atas harga mingguan di pekan kedua Januari 2016 menujukkan, inflasi sudah berlari sejauh 0,75%. Tekanan harga khususnya terjadi pada komoditas hortikultura, seperti cabai dan bawang merah.
Jadi, pemerintah harus betul-betul menjaga harga bahan pangan tetap stabil sepanjang tahun ini.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN 21 Januari 2016)

TAHUN BARU

Tahun baru, harga baru. Paling tidak yang pertama, harga bahan bakar minyak (BBM). Mulai 5 Januari nanti pemerintah berencana menurunkan harga premium dan solar bersubsidi masing-masing Rp 150 per liter dan Rp 750 per liter. Yang kedua, tarif listrik. Per 1 Januari kemarin tarif setrum untuk 12 golongan pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), termasuk golongan pelanggan rumahtangga, turun sekitar Rp 100 per kilowatt hour (KWh).
Memang, penurunannya enggak gede-gede amat. Tapi, setidaknya beban pengeluaran bulanan masyarakat untuk pos energi sedikit berkurang. Itu berarti, daya beli masyarakat sedikit terangkat. Tambah lagi, upah buruh tahun ini naik. Upah minimum Provinsi DKI Jakarta, misalnya, naik 14,5% menjadi Rp 3,1 juta per bulan. Meski, biasanya kenaikan upah dibarengi juga kenaikan harga barang dan jasa.
Konsumsi rumahtangga yang meningkat tentu bakal mendorong pertumbuhan ekonomi. Apalagi, konsumsi rumahtangga masih menjadi lokomotif utama pertumbuhan ekonomi negara kita. Alhasil, harapan kondisi ekonomi tahun ini bisa lebih baik dari tahun lalu bisa terwujud, walau bayang-bayang perlambatan masih tetap ada.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,3%. Banyak pihak yang optimistis sepanjang 2016 ekonomi kita bisa tumbuh di atas 5%. Angka itu lebih tinggi dari proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun lalu yang tidak sampai 5%, paling banter 4,9%.
Yang juga menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi tahun ini adalah konsumsi pemerintah. Apalagi, pemerintah mengerek anggaran belanja infrastruktur, dari Rp 290,3 triliun di 2015 menjadi Rp 313,5 triliun pada 2016. Bujet ini antara lain untuk membangun jalan, pelabuhan, serta bandara, agar konektivitas dan pemerataan antarwilayah menjadi lebih baik. Buntutnya, harga barang antara daerah satu dengan lainnya tidak terlalu jomplang.
Cuma, pemerintah harus mengebut proyek-proyek infrastruktur sejak awal tahun. Jangan seperti tahun lalu, masih banyak pengerjaan proyek di ujung tahun. Salah satu efeknya, arus mudik Natal dan Tahun Baru tersendat di banyak titik akibat perbaikan jalan. Untuk itu, sedini mungkin pemerintah mesti menggenjot penerimaan pajak, agar proyek-proyek terlaksana di awal tahun. Utang boleh saja, tapi betul-betul untuk infrastruktur.
Selamat Tahun Baru 2016.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN 2 Januari 2016)

HARGA PREMIUM

Harga minyak mentah dunia terus turun. Data Bloomberg, Senin (7/12), menunjukkan, harga kontrak minyak dunia anjlok ke level terendah dalam enam tahun terakhir sejak Februari 2009. Harga kontrak minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange untuk pengiriman Januari 2016 merosot 5,8% menjadi US$ 37,65 per barel.
Harga premium dan solar bersubsidi akan turun? Seharusnya, dengan harga minyak dunia yang sudah di bawah US$ 40 per barel, harga premium dan solar bersubsidi juga turun. Cuma, otot rupiah yang kembali lunglai menjadi penghalang penurunan harga premium. Kemarin (8/12), nilai tukar rupiah melemah lagi menjadi Rp 13.853 per dollar Amerika Serikat (AS), menurut kurs tengah Bank Indonesia (BI).
Penghalang lainnya: keputusan pemerintah yang menyatakan harga premium dan solar bersubsidi tetap sepanjang 1 Oktober hingga 31 Desember 2015. Ya, mulai 1 Oktober lalu pemerintah membuat kebijakan baru berupa periodisasi evaluasi harga BBM setiap tiga bulan sekali. Artinya, pemerintah baru akan menetapkan harga BBM selanjutnya pada Januari 2016 nanti.
Meski begitu, 10 Oktober lalu pemerintah menurunkan harga solar bersubsidi sebesar Rp 200 per liter menjadi Rp 6.700 seliter. Penurunan harga solar bersubsidi ini sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi pemerintah jilid ketiga.
Itu sebabnya, kalau harga premium memang layak turun, pemerintah tidak perlu menunggu sampai tahun depan. Apalagi, penurunan harga premium tentu bakal menjadi kado akhir tahun yang manis bagi masyarakat Indonesia. Penurunan harga premium juga bisa menjadi semacam kompensasi atas kenaikan tarif listrik pelanggan 1.300 volt-ampere (VA) dan 2.200 VA mulai awal Desember lalu gara-gara ikut mekanisme tariff adjusment.
Info saja, saat harga premium turun 1 Januari 2015 lalu menjadi Rp 7.600 per liter, rata-rata Mean of Platts Singapore (MOPS) sebesar US$ 73 per barel dan kurs Rp 12.380 per dollar AS pada periode 25 November24 Desember 2014. MOPS dan nilai tukar rupiah menjadi dasar pemerintah menetapkan harga premium. Lalu, kala pemerintah memutuskan harga premium tetap hingga 31 Desember nanti, selama OktoberDesember 2015 rata-rata MOPS diperkirakan US$ 66,71 sebarel dan kurs Rp 13.708 per dollar AS.
Nah, dengan harga minyak mentah yang terus merosot, seharusnya MOPS juga turun. Jadi, harga premium bisa ikutan turun, dong. 

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 9 Desember 2015)

CEMAS-CEMAS HARAP

MEA. Kata ini makin sering terdengar. Memang, sih, tak sesanter skandal Ketua DPR Setya Novanto yang diduga meminta jatah saham ke PT Freeport Indonesia, populer dengan sebutan Papa Minta Saham. Tapi, MEA masuk 10 besar kata kunci terpopuler 2015 oleh pengguna Google Indonesia untuk kategori Apa Itu. Pemberlakuan MEA, singkatan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN, tinggal menghitung hari. Di ujung tahun, tepat tanggal 31 Desember, saat semua orang bersiap meninggalkan tahun 2015 dan melangkah ke tahun 2016, komunitas negara-negara Asia Tenggara ini memulai hari pertama.
Indonesia sebagai salah satu negara penandatanganan kesepakatan itu mau tidak mau harus siap menghadapi babak baru integrasi kehidupan ekonomi dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Saat MEA berlaku, pasar bebas di kawasan Asia Tenggara hidup. Bukan cuma barang, jasa, modal, dan investasi yang bebas keluar masuk dari satu negara ke negara lain, juga tenaga kerja.
Cuma, Indonesia yang menyandang predikat negara terbesar di Asia Tenggara, dengan pasar yang sangat gede dan pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil, berpotensi kebanjiran produk, jasa, serta pekerja dari negara-negara tetangga. Dengan kemungkinan serbuan ini, negara kita pantas cemas. Tapi, cemas-cemas yang harap. Kok? Ya, MEA sejatinya juga menciptakan peluang besar untuk produk, jasa, modal, investasi, dan tenaga kerja kita untuk menyerbu negara ASEAN lain. Jadi, selain cemas juga berharap bisa menggarap pasar di kawasan yang makin terbuka lebar.
Yang jelas, cemas-cemas harap juga melanda dunia e-Commerce kita. Sebab, itu, tadi, MEA mendatangkan peluang sekaligus tantangan. Pemberlakuan MEA akan semakin mendorong lonjakan kegiatan yang lebih hebat dari usaha perdagangan elektronik alias e-Commerce negara ASEAN lainnya.
Pemerintah mencoba menjawab perasaan cemas-cemas harap itu dengan menyusun Roadmap Industri e-Commerce Indonesia, meski peta jalan ini tujuan utamanya bukan dalam rangka menyambut MEA. Kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, peta jalan ini sudah 99% jadi, tinggal finalisasi.
Tapi, di tahun awal pemberlakuan MEA, sebetulnya tak perlu memasang target yang muluk-muluk. Indonesia cukup menjadi pemain utama e-Commerce dulu, bukan lagi sebagai pasar seperti sekarang. Tentu, tetap sambil merangsek ke negara tetangga. Saat ini, negara kita memang masih menjadi pasar e-Commerce. Pemain utamanya masih banyak dari asing. Sebut saja, Lazada, Rakuten, Zalora, dan OLX. Pemain lokal memang banyak, seperti Bukalapak serta Tokopedia, dan terus bermunculan semisal Mataharimall.
Pemerintah juga mesti mendorong usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masuk ke pasar e-Commerce. Enggak mudah memang. Soalnya, banyak pelaku UMKM yang sudah terbiasa berjualan secara offline dan tetap sukses dari tahun ke tahun. Alhasil, mereka berpikiran, buat apa berdagang di dunia maya. Kalaupun banyak UMKM yang menawarkan produknya secara online, sebagian hanya menjadi objek penyerta. Sebab, sebenarnya yang melakukan adalah pihak lain. Misalnya, UMKM menumpang jualan di situs marketplace.
Tentu, untuk menuju cita-cita Indonesia sebagai pemain utama e-Commerce di negeri sendiri, pemerintah tidak cukup mendorong UMKM nyemplung ke dunia maya. Pemerintah harus mencari cara agar proses pembayaran lebih efisien untuk pengusaha kecil. Pasalnya, pembayaran sekitar 70% transaksi e-Commerce di Indonesia saat ini masih melalui ATM. Pembeli mentransfer uang ke rekening penjual melalui ATM. Setelah itu, struk bukti transfer difoto dan dikirim ke penjual lewat ponsel. Ini jelas tidak efisien dan rawan penipuan.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Tabloid KONTAN Pekan IV Desember 2015)

PENERBANGAN

Selasa (17/11) lalu, Pemerintah Rusia secara resmi mengumumkan, bahwa bom adalah penyebab pesawat Metrojet dengan nomor penerbangan 9268 jatuh di Semenanjung Sinai, Mesir, akhir Oktober 2015. Kepala Dinas Keamanan Rusia (FSB) Alexander Bortnikov menegaskan, peledakan pesawat A-321 milik maskapai negeri beruang merah itu sesaat setelah lepas landas itu sebagai aksi teroris.
Kabarnya, Pemerintah Mesir sudah menahan dua pegawai Bandara Sharm al-Sheikh. Mereka diduga kuat memasukkan bom rakitan ke dalam pesawat Metrojet yang kemudian jatuh dan menewaskan 224 penumpang termasuk kru.
Pertanyaannya: apakah industri penerbangan dunia bakal rontok seperti pasca peristiwa 9/11 di Amerika Serikat tahun 2001 silam? Tambah lagi, setelah aksi teror di Paris, Prancis, Jumat (13/11) lalu, muncul sejumlah ancaman bom. Misalnya, ancaman bom atas Bandara Gatwick, London, Inggris, dan pesawat Air France flight 1741.
Sejauh ini, pasca pengumuman resmi dari Rusia dan serangkaian ancaman bom, belum terlihat kepanikan dan kecemasan yang membuat calon penumpang pesawat membatalkan penerbangannya. Dunia penerbangan dunia masih berjalan normal. Begitu juga dengan bisnis penerbangan di Indonesia.
Sejatinya, industri penerbangan boleh dibilang sedang menikmati masa-masa indah saat ini. Maklum, harga minyak mentah dunia sedang anjlok, di kisaran US$ 40 per barel. Alhasil, harga bahan bakar pesawat alias avtur menjadi lebih murah. Cuma sayang, ekonomi dunia sedang melemah sehingga permintaan penerbangan tidak tinggi.
Buat industri penerbangan di Indonesia, masalahnya bukan cuma perlambatan pertumbunan ekonomi, juga pelemahan rupiah. Maklum, maskapai mesti membeli avtur dalam dollar Amerika Serikat (AS). Memang, lewat Paket Ekonomi jilid III pemerintah memangkas harga avtur, cuma kebijakan ini menjadi tidak terlalu nendang lantaran dollar AS masih saja perkasa.
Tapi, pemerintah optimistis masa depan industri penerbangan kita cerah. Indonesia bakal menjadi salah satu pasar dengan pertumbuhan tercepat di dunia, sekitar 14,9% dalam 20 tahun ke depan.
Cuma, pekerjaan rumah dunia penerbangan kita masih banyak. Contoh, kecelakaan pesawat dan penerbangan tertunda hingga berjam-jam masih terjadi. Masalah ini harus secepatnya dibereskan, agar kita bisa menangkap peluang pertumbuhan yang besar itu.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian 19 November 2015)

119 DAN 112

Satu satu sembilan (119). Kelak angka ini bakal populer di Jakarta. Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menyatukan layanan panggilan gawat darurat alias emergency call yang terpisah-pisah menjadi satu nomor yakni 119.
Nomor tersebut akan membantu masyarakat Ibukota RI saat mereka membutuhkan bantuan polisi, pemadam kebakaran, dan ambulans. Selama ini, emergency call polisi, pemadam kebakaran, dan ambulans berbeda-beda. Polisi di nomor 112, pemadam kebakaran di nomor 113, dan ambulans di nomor 118.
Cuma masalahnya, seringkali nomor-nomor itu sulit dihubungi. Juga, lantaran sosialisasi yang minim, banyak warga Jakarta yang tidak tahu nomor-nomor layanan panggilan gawat darurat itu. Bahkan, tidak sedikit pula yang belum tahu kalau Jakarta punya layanan ambulans gawat darurat yang siaga dan bisa dikontak 24 jam. Layanannya pun gratis untuk kejadian yang membutuhkan penanganan segera seperti korban kecelakaan lalu lintas.
Nah, kalau tidak ada aral melintang, Kepala Polda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian, Selasa (27/10) lalu, bilang, emergency call 119 bakal beroperasi penuh selama 24 jam mulai tahun depan. Tahun 2013 lalu Pemerintah DKI sudah mendatangkan konsultan asal Amerika Serikat yang biasa membangun sistem emergency call di sejumlah negara untuk memberikan pelatihan.
Sebetulnya, bukan cuma Jakarta yang sedang membangun sistem emergency call. Ada 10 kota di Indonesia yang terpilih menjadi proyek percontohan awal, dengan dukungan dari Kementerian Komunikasi dan Informasi. Contohnya, Kota Batam, Bogor, dan Mataram. Tapi, mereka memakai nomor 112.
Kalau layanan panggilan gawat darurat sudah berjalan, pemerintah dan kepolisian daerah setempat perlu melakukan sosialisasi besar-besaran. Bahkan, pengenalan emergency call sampai ke anak-anak yang masih duduk di bangku SD. Ini sangat penting karena kejadian gawat darurat bisa terjadi di mana saja termasuk di dalam rumah.

Pengetahuan masyarakat kita soal kegawatdaruratan memang masih rendah. Di Amerika Serikat, misalnya, anak umur 10 tahun sudah tahu apa yang harus dia lakukan ketika orangtuanya tiba-tiba pingsan di rumah. Dia dengan cepat mengangkat telepon dan menekan nomor 911. Itu sebabnya, pengetahuan kegawatdaruratan sekaligus pertolongan pertama harus ditanamkan pada masyarakat kita sejak dini.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 30 Oktober 2015)

UPAH BURUH

Sebentar lagi, "tontonan" yang selalu berulang saban tahun bakal diputar. Judulnya: pembahasan upah minimum provinsi (UMP). Seperti yang sudah-sudah, penggodokan UMP selalu alot. Maklum, buruh menuntut kenaikan upah yang tinggi, sementara pengusaha menuntut yang sebaliknya.
Dan tampaknya, pembahasan UMP 2016 yang bakal bergulir dalam waktu dekat bakal lebih liat lagi. Bagaimana tidak? Penetapan upah minimum bakal memakai formula baru. Kalau tidak ada aral yang melintang, pemerintah akan merilis Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan yang anyar. Penerbitan beleid ini menjadi bagian dari paket kebijakan ekonomi jilid III.
Buruh menolak keras formula perhitungan UMP yang baru itu. Mereka punya alasan: mekanisme yang ada di dalam PP tersebut tidak berimbang, karena tidak lagi melibatkan peran serikat pekerja dalam penentuan UMP setiap tahun. Formula perhitungan upah yang digunakan berdasarkan inflasi, tingkat produktivitas buruh (alfa), dan produk domestik bruto (PDB).
Dengan menggunakan formula tersebut, menurut Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), kenaikan upah buruh tiap tahun rata-rata hanya sekitar 8,8%. Itu sebabnya, komponen kebutuhan hidup layak (KHL) masih dibutuhkan sebagai dasar penentuan UMP. Dengan begitu, dialog antara buruh dan pengusaha dalam penetapan upah tetap terjadi.
Tapi, bagi pengusaha, bisa jadi formula perhitungan UMP yang baru tersebut melegakan. Apalagi, kalau benar upah buruh hanya naik 8,8% gara-gara kebijakan yang baru itu. Soalnya, kondisi ekonomi sedang kurang darah yang sangat mungkin berlangsung sampai tahun depan. Daya beli yang turun membuat pendapatan banyak perusahaan susut. Jelas berat kalau kenaikan UMP 2016 sangat tinggi.
Tapi, juga tidak adil buat buruh kalau kenaikan UMP tahun depan sangat kecil. Biaya hidup semakin mahal terutama di kota besar semacam Jakarta dan sekitarnya.
Kalau akhirnya yang terjadi seperti yang sudah-sudah, kenaikan upah buruh tidak tinggi-tinggi amat, tak seperti UMP 2013 DKI yang naik 43%, pemerintah harus membantu buruh dengan cara lain. Misalnya, menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik, mumpung harga minyak mentah murah dan nilai tukar rupiah mulai bertaji. Yang juga tidak kalah penting adalah menjaga harga bahan pokok tidak naik. Syukur-syukur harganya bisa turun, murah. 

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 8 Oktober 2015)

DAYA BELI

Di tengah ekonomi dalam negeri yang sedang lesu, kabar baik berembus dari industri kendaraan bermotor. Penjualan mobil dan sepeda motor selama Agustus 2015 lalu melesat tinggi.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, penjualan mobil bulan lalu mencapai 90.534 unit, atau naik 62,78% ketimbang bulan sebelumnya. Pendorong utama penjualan adalah dua pameran otomotif berskala internasional yang berlangsung Agustus lalu: Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2015 dan Indonesia International Motor Show (IIMS) 2015.
Sedang data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) menunjukkan, penjualan motor sepanjang Agustus meroket 47,47% menjadi 622.089 unit dibanding Juli. Menurut AISI, salah satu faktor yang membuat penjualan motor terbang tinggi ialah belanja konsumen. Sebagian besar konsumen menunggu momen Lebaran selesai untuk membeli motor. Begitu Lebaran berakhir, mereka langsung membelanjakan uangnya untuk motor setelah kebutuhan hari raya terpenuhi.
Selama ini penjualan mobil dan motor menjadi salah satu indikator daya beli masyarakat. Tapi, penjualan mobil dan motor yang naik tinggi itu bukan berarti konsumsi rumahtangga yang tahun ini sedang anjlok tajam sudah kembali normal, ya. Soalnya, penjualan Agustus lalu masih di bawah rata-rata angka penjualan bulanan tahun lalu. Di 2014, rata-rata penjualan mobil mencapai 100.600 unit per bulan, sedang motor 655.500 unit sebulan.
Tapi, paling tidak ada ruang untuk daya beli masyarakat terangkat di bulan ini. Pertama, tarif listrik untuk pelanggan rumahtangga R-2 dengan daya 3.500 volt ampere (VA)-5.500 VA dan R-3 6.600 VA ke atas turun. Penurunannya Rp 23,17 per kilowatt ampere (kWh) menjadi Rp 1.523,43 per kWh. Kedua, harga elpiji dalam kemasan tabung 12 kilogram juga turun. Untuk wilayah Jabodetabek, harganya turun Rp 6.400 per tabung jadi Rp 134.600.
Penurunan itu makin menendang daya beli lebih ke atas lagi kalau tarif setrum untuk golongan pelanggan R-1 berdaya 1.300 VA dan 2.200 VA juga turun. Makin nendang lagi jika harga premium dan solar turun juga, mengekor penurunan harga Pertamax dan kawan-kawannya. Sebab, harga minyak dunia lagi anjlok, di bawah US$ 50 sebarel.
Nah, penurunan tarif listrik golongan pelanggan R-1, premium, serta solar mesti masuk dalam paket kebijakan ekonomi tahap kedua alias paket September 2. 

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 18 September 2015)

PEMBANGKIT

Kemarin Presiden Joko Widodo meresmikan peletakan batu pertama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang di Jawa Tengah. Tampaknya, lewat ground breaking ini pemerintah ingin menunjukkan, bahwa proyek penghasil setrum berkapasitas 2.000 megawatt (MW) tersebut sudah tidak ada problem lagi.
Tapi sejatinya, masih ada 1,9% tanah yang belum dibebaskan dari total 280 hektare lahan yang dibutuhkan untuk PLTU Batang. Cuma, Presiden mengklaim, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sanggup membereskan masalah yang mengganjal megaproyek dalam dua tahun terakhir itu. Sang Gubernur menjanjikan problem tersebut beres dalam tempo satu bulan.
Ya, pembangunan PLTU Batang memang harus segera bergulir. Pembangkit setrum ini punya peran sangat sentral, karena bisa memasok 30% permintaan listrik baru di Pulau Jawa dan Bali. Target awalnya, PLTU Batang beroperasi 2017 nanti. Tapi, kemungkinan besar pembangkit raksasa ini baru bisa menghasilkan listrik di 2019.
Tak cuma PLTU Batang, keterlambatan realisasi proyek pembangkit listrik berpotensi memicu krisis listrik pada 2018. Sebab, kebutuhan listrik meningkat rata-rata 5.300 MW per tahun. Sedang PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sejauh ini hanya mampu memenuhi sekitar 4.000 MW setahun. Alhasil, ada 20% permintaan listrik yang tidak bisa dipenuhi di 2018 mendatang.
Per akhir Desember 2014, total kapasitas terpasang pembangkit PLN mencapai 39.257,53 MW. Beban puncak tahun lalu sebesar 33.321,15 MW, naik 8,06% dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan beban puncak di Jawa-Bali mencapai 23.900 MW, atau meningkat 5,90%.
Tidak hanya itu, pembangunan pembangkit yang terganjal juga akan menyebabkan kapasitas cadangan listrik menjadi berkurang. Soalnya, cadangan listrik diperkirakan bakal terus menurun hingga sekitar 16% pada 2017 nanti.
Tapi, pembangunan pembangkit tidak cuma memasok permintaan listrik baru, juga bisa menggerakan roda perekonomian. PLTU Batang, misalnya. PT Bhimasena Power Indonesia, pelaksana proyek sekaligus operator PLTU Batang, menyebutkan, pembangunan pembangkit ini akan melibatkan 4.000 pekerja5.000 pekerja. Nilai proyek sendiri mencapai US$ 3,2 miliar.
Nah, agar proyek pembangkit berjalan mulus, pemerintah wajib mengatasi masalah klasik pembangunannya: pembebasan lahan. Betul-betul mengatasinya. Bisa?

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 29 Agustur 2015)