Jumat, 10 Juni 2011

LI NA

Li Na mengukir sejarah baru. Petenis putri asal China ini menjadi orang Asia pertama yang menjadi jawara grand slam, kejuaraan tenis paling bergengsi di dunia yang biasanya menjadi dominasi petenis asal Amerika Serikat atau negara-negara Eropa.
Perempuan 29 tahun ini baru saja menjuarai Prancis Terbuka atau populer juga dengan sebutan Roland Garros. Sebelumnya, Li Na juga mengejutkan publik dunia khususnya Asia setelah berhasil masuk final Australia Terbuka, grand slam lainnya. Dua lagi: Amerika Serikat Terbuka dan Wimbledon, Inggris.
Li Na bukanlah orang China pertama yang mengangkat nama Negeri Tembok Raksasa di dunia olahraga, khususnya di cabang olahraga populer di jagad ini. Ada Yao Ming yang bermain di NBA, kompetisi bola basket paling populer di Negeri Paman Sam dan muka bumi.
Prestasi hebat China lainnya, juara umum Olimpiade Beijing 2008. Ini merupakan kali pertama China sekaligus negara Asia yang menjadi kampiun dalam pesta olahraga paling akbar sejagad tersebut.
China tak cuma luar biasa di dunia olahraga. Di sektor ekonomi, negara dengan jumlah penduduk terbesar di planet Bumi ini sudah menjelma menjadi macan dunia. Begitu juga di bidang teknologi, China berhasil membuat kapal terbang bermesin jet dan pesawat luar angkasa.
Tapi, China tidak hanya berhasil membuat burung besi. Mereka juga cukup sukses memasarkannya. Contoh, Merpati membeli 15 pesawat berbaling-baling MA-60. Pasalnya, industri strategis yang bisa mengangkat nama China dapat dukungan penuh dari pemerintah.
Merpati yang tidak punya uang, misalnya, tidak perlu membeli tunai 15 pesawat propeler yang kini menuai kontroversi itu. Sebab, mereka mendapat pinjaman lunak dari bank pelat merah China. Jadi, nggak heran kalau Merpati tidak lagi melirik pesawat baling-baling buatan PT Dirgantara Indonesia (DI).
Seharusnya, semua industri strategis Indonesia juga mendapat dukungan penuh dari pemerintah, termasuk modal kerja. Perbankan lokal khususnya milik pemerintah juga ikut mendukung dengan memberi pinjaman lunak. Sehingga, PTDI, PT PAL, dan industri strategis lainnya bisa memenuhi permintaan terutama dari luar negeri yang bisa mengerek citra negara kita.
Dulu, pemerintah pernah berencana membiayai pembelian mesin perang TNI dari industri dalam negeri lewat pinjaman bank lokal. Tapi, rencana ini mandek karena payung hukumnya tidak jadi-jadi.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 7 Juni 2011)