Jumat, 28 Desember 2007

GANTI WAJAH


Rabu (26/12) lalu sebagian wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur berganti wajah menjadi lautan air. Hujan deras yang mengguyur semalaman tanpa henti membikin Sungai Bengawan Solo dan anak-anaknya mengamuk. Juga, sungai-sungai besar lainnya.
Luapan air yang mengalir deras lantas menjebol sejumlah tanggul dan tumpah ke pemukiman hingga radius tiga kilometer dari bibir sungai. Ketinggian air di daerah bantaran kali mencapai tiga meter.
Kota Solo yang seumur-umur belum pernah dihampir banjir sejak 1966 silam, subuh itu tak luput dari amuk Bengawan Solo. Tak kurang dari 26.000 warganya menjadi pengungsi. Luapan air Bengawan Solo mengalir sampai jauh ke Kabupaten Bojonegoro.
Hujan deras juga mengikis dinding lereng Gunung Lawu dan pegunungan lainnya hingga jebol. Dinding yang ambrol kemudian meluncur deras ke bawah, melumat apa saja yang dilewatinya tak terkecuali puluhan orang yang masih terjaga dan sedang asik terlelap tidur dinihari itu. Termasuk, tanaman anthurium yang harganya miliaran rupiah.
Sedih memang melihat wajah sebagian Jawa yang bersalin rupa. Tangan-tangan manusia punya andil besar dengan cara membabat hutan tanpa ampun. Saya ingat betul sewaktu mendaki sejumlah gunung yang ada di pulau ini. Tak banyak hutan yang tersisa. Semua berganti wajah menjadi lahan perkebunan. Coba lihat Gunung Sindoro dan Sumbing. Disulap menjadi kebun tembakau. Pokoknya, cape deh mendaki di sana. Bukan lebatnya hutan yang menemani pendakian, tapi pohon tembakau.
Jadi, tak perlu marah kalau alam murka.

siang di kebayoran lama

Minggu, 09 Desember 2007

MISTERI ALAM

Alam memang menyimpan sejuta misteri. Bagian dari karya Tuhan yang terkadang tidak bisa diterima oleh akal sehat manusia. Banyak kisah tentang misteri alam tersebut. Sebut saja, bayi yang selamat dari amukan tsunami yang mengulung pesisir Flores pada 1994 silam. Tersangkut di antara pelepah daun yang beken dengan sebutan nyiur melambai itu.
Kejadian yang memang tidak mirip-mirip amat terulang pada malaikat kecil ku: Arya, yang masih berusia sembilan bulan. Sewaktu terik sang surya menyapu tanah Kunciran suatu siang di penghujung November 2007, persisnya 30 November lalu, Arya terlempar dari pelukan pengasuh yang terjatuh dari motor yang juga terjungkal.
Saya tak tahu persis betul kejadiannya lantaran sedang berada di dalam rumah. Hanya mendengar suara motor yang ambruk, kemudian tangisan Arya yang menggelegar bak petir di siang bolong. Saya berlari bak kesetanan sambil memanggil-manggil nama Arya, apalagi setelah tahu pangeran kecil ku separuh tubuhnya ada di bawah motor yang sehari-hari menemani ku kerja dan seabrek kegiatan lainnya.
Tapi, saya sedikit lega karena Arya ternyata tidak terjepit. Dia ada di antara rongga. Kembali lega, setelah tak ada luka sedikit pun di bagian kepala atau tubuh lainnya. Apalagi, tak lama tangisan Arya berhenti. Lalu, dia kembali aktif seperti dulu. Jujur, saya tak habis pikir. Semestinya, bagian belakang kepalanya terluka hebat bila melihat posisi jatuhnya Arya yang terlentang dan berada jauh dari pengasuh.
Katanya, Arya ditolong “malaikat” lelaki sewaktu terlempar yang menggendong dengan bahunya, lalu meletakkannya di dasar beton yang keras. Cuma katanya lagi, kami ke depan harus menjaga Arya betul sebab si “mailakat” itu belum tentu kembali menolong Arya bila terjadi kejadian serupa.
Satu lagi misteri alam. Satu lagi kebesaran Tuhan. Terima kasih Tuhan. Karena Tuhan sayang Arya.

malam di kunciran