Rabu, 08 Juli 2015

BURUH, PENSIUN, DAN RUMAH

Buruh hidup sejahtera bukan cuma menjadi keinginan pekerja, juga pemerintah. Tapi, kesejahteraan tidak hanya milik buruh selama mereka bekerja, juga saat pensiun kelak. Nah, pemerintah mencoba mewujudkan kesejahteraan buruh ketika mereka sudah tidak bekerja lagi lewat Program Jaminan Pensiun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Program ini bersifat wajib bagi pekerja formal dan berlaku 1 Juli 2015 nanti.
Buat buruh, program ini memang bisa mempertahankan kualitas hidup mereka ketika pensiun nanti. Sebab, mereka, kan, juga mendapat uang pensiun yang nilainya bisa mencapai 32 kali upah sebulan, tergantung dari masa kerja. Kompensasi ini terdiri dari uang pesangon, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak. Lalu, mereka juga memperoleh duit dari pencairan Program Jaminan Hari Tua juga dari BPJS Ketenagakerjaan.
Cuma bedanya, dengan menjadi peserta Program Jaminan Pensiun, buruh akan menerima uang pensiun setiap bulan layaknya pegawai negeri. Ancer-ancernya, sih, tiap bulan mereka akan mengantongi uang pensiun sebesar 40% hingga 50% dari upah terakhir.
Tapi, yang tidak kalah penting dalam upaya mendongkrak kesejahteraan buruh adalah penyediaan hunian yang layak bagi mereka. Soalnya, masih banyak buruh yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun belum juga punya rumah sendiri. Alhasil, mereka terpaksa menumpang di rumah orangtua atau mengontrak.
Sejatinya, pemerintah punya program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sejahtera Tapak dengan dukungan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Lewat program ini, masyarakat berpenghasilan rendah bisa memiliki rumah sederhana dengan cicilan rendah dan bunga tetap 7,25% selama 20 tahun.
Masalahnya, tidak semua buruh memiliki uang untuk uang muka (DP) rumah. Boro-boro punya DP, untuk hidup sehari-hari saja ngos-ngosan. Buat buruh yang sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, mereka boleh dibilang beruntung. Sebab, lembaga jelmaan PT Jamsostek tersebut menawarkan Program Pinjaman Uang Muka Perumahan.
Namun, sosialisasi yang minim membuat banyak buruh belum memanfaatkan tawaran menarik tersebut. Padahal, program pinjaman DP ini menarik, lo. Plafonnya sampai Rp 20 juta dengan jangka waktu cicilan maksimum selama 10 tahun dan bunga 6% saja. Program ini pastinya semakin menarik kalau digabungkan dengan fasilitas KPR-FLPP. Dengan begitu, cicilan rumahnya enggak gede-gede amat, bahkan bukan tidak mungkin setara dengan uang kontrakan rumah bulanan.
Atau, buruh juga bisa memanfaatkan tawaran dari Bank Tabungan Negara (BTN). Bank pelat merah spesialis KPR ini mulai 1 Maret 2015 lalu menyediakan KPR-FLPP dengan uang muka 1% dari harga hunian. Sayang, tawaran sangat menarik dari BTN itu hanya untuk kepemilikan rumah susun (rusun). Kalau berlaku juga untuk rumah tapak, pasti peminatnya lebih banyak. Maklum, kebanyakan orang Indonesia masih lebih suka tinggal di rumah tapak. Untuk itu, pemerintah harus menghidupkan lagi KPR-FLPP rumah tapak yang dimatikan per 1 April 2015 lalu.
Cuma, penikmat KPR-FLPP maupun program pinjaman DP dan uang muka murah harus benar-benar yang berhak. Hanya untuk buruh yang belum punya rumah dan dengan upah maksimal Rp 5 juta per bulan. Agar tidak terjadi penyimpangan, buruh harus mengantongi rekomendasi dari perusahaan yang menyatakan, mereka belum punya rumah dan gaji di bawah Rp 5 juta sebulan.
Rumah juga hal penting yang bisa mendukung kesejahteraan buruh. Sebab, rumah juga mendukung produktivitas buruh. Ujungnya, upah riil buruh bisa meningkat.

S.S. Kurniawan, Tajuk Tabloid KONTAN Edisi Minggu Ketiga April 2015

KONSUMSI PROPERTI.

Setelah cukup lama ditunggu, akhirnya keluar juga. Bank Indonesia (BI) merilis aturan main baru pembiayaan bank alias loan to value (LTV) bagi kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB). Beleid yang berlaku efektif 18 Juni 2015 ini melonggarkan porsi LTV.
Contoh, LTV untuk KPR pembelian rumah pertama naik dari 70% menjadi 80%. Dengan kata lain, uang muka atawa down payment (DP) KPR turun menjadi minimal 20%, dari sebelumnya 30%. Sedang uang muka KKB untuk roda tiga atau lebih turun dari 30% jadi 25%.
Lewat relaksasi DP, bank sentral optimistis penyaluran KPR bisa mengalir lebih deras lagi. Hitungan BI, pertumbuhan KPR bisa bertambah 1% tahun ini atau setara Rp 4,5 triliun. BI memprediksikan KPR tumbuh 12% di 2015 atau meningkat ketimbang 2014 yang 11,89%.
Tak cuma itu, relaksasi tersebut juga bisa menggairahkan kembali bisnis properti di Tanah Air yang lagi kurang darah. Tambah lagi, pemerintah akhirnya membolehkan kepemilikan asing di properti khususnya apartemen mewah.
Tapi masalahnya, daya beli masyarakat sedang lemah. Alhasil, bank tidak bakal jor-joran dalam mengucurkan kredit, untuk meminimalisir risiko kredit macet atau non- performing loan (NPL) akibat perlambatan ekonomi. BI mencatat, sudah terjadi kenaikan rasio NPL sebesar 24 basis poin (bps) menjadi 2,4% per Maret 2015, dari posisi 2,16% per Desember 2014.
Cuma, paling tidak keringanan DP ini bisa menjadi stimulus awal untuk mendongkrak konsumsi masyarakat yang berlanjut ke peningkatan investasi. Sebab, konsumsi masyarakat dan investasi merupakan bahan bakar pertumbuhan ekonomi kita. Dengan begitu, bisa menahan perlambatan ekonomi tahun ini.
Untuk mengerek konsumsi di sektor properti, pemerintah juga mesti semakin gencar mengenalkan KPR Sejahtera Tapak dengan dukungan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Soalnya, lewat program ini masyarakat berpenghasilan rendah bisa punya rumah sederhana bercicilan rendah dan bunga tetap 7,25% selama 20 tahun.
Apalagi, masyarakat juga bisa memanfaatkan tawaran dari Bank Tabungan Negara (BTN). Bank pelat merah spesialis KPR ini mulai 1 Maret 2015 lalu menyediakan KPR-FLPP dengan uang muka 1% dari harga hunian. Sayang, tawaran sangat menarik itu hanya untuk kepemilikan rumah susun (rusun). Kalau berlaku juga untuk rumah tapak, pasti peminatnya lebih banyak.

S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN Edisi 26 Juni 2015

CIPALI

Kalau tidak ada aral melintang, sebelum bulan puasa atau 15 Juni 2015 nanti, ruas tol Cikopo-Palimanan (Cipali) bakal beroperasi. Ruas tol sepanjang 116,78 kilometer (km) ini bakal memainkan peran sangat penting dalam arus lalu lintas di Jalur Pantai Utara Jawa (Pantura) terutama di bagian Jawa Barat (Jabar).
Beban Jalur Pantura Jabar bakal berkurang drastis seiring pengoperasian ruas tol terpanjang di Indonesia tersebut. Sebagian kendaraan yang biasa lewat Jalur Pantura ruas CikampekCirebon akan beralih ke tol Cipali. Sebab, tol Cipali bisa memangkas waktu tempuh.
Hasil uji coba menunjukkan, untuk sampai ke Cirebon dari Cikampek, hanya butuh waktu sekitar 1,5 jam dengan kecepatan 100 km/jam. Selain bebas hambatan, tol Cikapali lebih pendek 40 km ketimbang Jalur Pantura Cikampek-Cirebon.
PT Lintas Marga Sedaya, pengelola tol Cipali, menyatakan, ruas tolnya mampu menampung hingga 80.000 kendaraan per hari. Sementara beban lalu lintas di Jalur Pantura Jabar bisa mencapai 200.000 kendaraan sehari. Ini berarti, jika beroperasi, tol Cipali bisa mengurangi beban Pantura hingga 40%.
Dan harusnya, Jalur Pantura Jabar tidak cepat rusak lantaran beban urat nadi perekonomian Pulau Jawa ini berkurang drastis. Kalau itu terjadi, biaya perawatan jalur paling sibuk se-Indonesia itu bisa menyusut. Tahun lalu, untuk merawat Jalur Pantura termasuk di Jawa Tengah dan Timur, pemerintah menghabiskan duit Rp 1,4 triliun.
Cuma, efek lain dari kehadiran tol Cipali yang masuk dalam jaringan Tol TransJawa adalah, lalu lintas di Jalur Pantura Jabar tidak akan sepadat dulu. Tentu, ini bakal berdampak ke perekonomian masyarakat di sepanjang jalur tersebut, misalnya, rumahmakan. Pengunjung mereka bisa berkurang. Jalur Pantura Jabar khususnya di daerah Indramayu banyak rumahmakan.
Enggak cuma pemilik rumahmakan yang kena dampak. Karyawan rumahmakan juga. Bukan tidak mungkin pemilik rumahmakan mengurangi jumlah pegawai karena pembelinya menyusut. Pemasok bahan baku ke rumahmakan juga kena efek gara-gara order berkurang. Itu baru pengaruh pengoperasian tol Cipali ke bisnis rumahmakan, belum ke usaha lainnya.
Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang) sudah lebih dulu memakan korban. Jalur Jakarta-Bandung via Purwakarta menjadi sepi. Alhasil, tak sedikit rumahmakan dan usaha lain di sepanjang jalur tersebut yang gulung tikar.

S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN Edisi 6 Juni 2015

MORATORIUM TKI.

Pemerintah menghentikan sementara alias moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) pada pengguna perseorangan ke negara-negara Timur Tengah (Timteng). Salah satu alasan yang dipakai pemerintah untuk menyetop "pasokan" TKI adalah, negara-negara di kawasan itu masih menerapkan sistem kafalah (sponsorship), sehingga posisi TKI lemah di mata majikannya. Dengan sistem ini pula, para pekerja kita bisa dipindahtangankan ke majikan lain sehingga rawan praktik jual beli manusia (human trafficking).
Cuma masalahnya, kebijakan moratorium tersebut diambil saat perekonomian domestik sedang kurang darah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekonomi negara kita sepanjang triwulan satu tahun ini cuma tumbuh 4,7%. Ini merupakan angka pertumbuhan kuartalan terendah dalam lima tahun terakhir. Alhasil, lapangan kerja yang tercipta di dalam negeri makin sedikit.
Lalu, mau dialihkan ke mana para calon TKI yang berencana mengadu nasi di Timteng? Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyebutkan, jumlah TKI yang dikirim ke Timteng selama tiga bulan pertama tahun ini lebih dari 15.000 orang. Itu berarti, dalam sebulan rata-rata TKI yang berangkat ke Timteng mencapai 5.000 orang.
Jelas, angka ini tidak sedikit. Dan, enggak gampang mencarikan pekerjaan untuk puluhan ribu orang. Mereka juga pastinya menolak bekerja sebagai asisten rumahtangga di Indonesia, lantaran gajinya kecil, kalah jauh dengan di luar negeri.
Masalah bertambah, begitu TKI yang bekerja di Timteng habis kontrak dan harus pulang ke tanah air tapi mereka tidak bisa berangkat lagi ke sana. Ada lebih dari 1,6 juta TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan di Timteng. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pun bisa bertambah. Menurut BPS, TPT per Februari 2015 lalu sudah mencapai 5,81%, naik dibanding Februari 2014 yang cuma 5,7%.
Jumlah remitansi yang dikirim TKI dari Timteng pun bakal merosot. Padahal, kontribusi dari kawasan itu sekitar 30%. Tahun lalu remitansi TKI mencapai US$ 8,4 miliar atau sekitar Rp 107,15 triliun.
Jadi, sebelum moratorium, pemerintah harus lebih dulu memastikan ada banyak lapangan pekerjaan terbuka di dalam negeri. Kalau ke depan memang mau mengirim lagi, pemerintah harus benar-benar melakukan up-grading dan up-skilling calon TKI. Walhasil, negara kita tidak lagi "mengekspor" domestic worker, melainkan skill worker.

S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN Edisi 13 Mei 2015

MENATA ULANG BBM

Mulai awal Mei nanti, Pertamina akan mengurangi penjualan bahan bakar minyak (BBM) berkadar Research Octane Number (RON 88) alias premium secara bertahap. Soalnya, Pertamina bakal menjual bensin RON 90 bernama Pertalite.
Dengan begitu, pilihan masyarakat di stasiun pengisian bahan bakar umum SPBU Pertamina semakin beragam. Ada premium, Pertalite, Pertamax RON 92, dan Pertamax Plus RON 95. Pastinya, harga Pertalite lebih mahal dari premium, tapi lebih murah dari Pertamax.
Sebagai tahap awal sekaligus uji coba, Pertamina baru akan melego Pertalite di daerah Jakarta Pusat dulu. Pertamina mengklaim, penjualan Petralite sebagai bagian untuk memenuhi rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) yang meminta penghapusan bensin RON 88.
Memang, sesuai rekomendasi tim berjulukan Tim Anti-Mafia Migas itu, BBM RON 88 mesti hilang dari negara kita. Fakta menunjukan, Indonesia satu-satunya pembeli bensin RON 88 di dunia. Kondisi ini bisa membuat produsen RON 88 seenaknya udel menentukan harga.
Sejatinya, kehadiran Pertamina Energy Trading Limited (Petral) di Singapura bisa meningkatkan posisi tawar Indonesia sebagai konsumen terbesar BBM. Tapi, peran anak usaha Pertamina itu yang sebatas administrator tender membuat efisiensi pengadaan BBM tak membaik. Bahkan, untuk BBM RON 88, Petral tersudut sebagai price taker.
Bisa jadi, kondisi itu ada kaitannya dengan harga bensin RON 88 sepanjang Maret lalu. Pertamina melaporkan, rata-rata harga indeks pasar Mean of Platts Singapore (MOPS) BBM RON 88 yang menjadi dasar perhitungan harga premium di dalam negeri selama Maret lebih tinggi dari MOPS solar. Ini aneh lantaran biasanya MOPS solar lebih tinggi dari MOPS premium.
Padahal, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) sepanjang Maret hanya US$ 53,66 per barel, atau turun US$ 0,66 dari Februari yang mencapai US$ 54,32. Dan biasanya, pergerakan harga jual premium juga mengikuti ICP.
Selain nilai tukar rupiah yang melemah tajam, faktor MOPS RON 88 yang naik tinggi itu yang membuat Pertamina mengusulkan kenaikan harga premium menjadi Rp 8.200 per liter. Tapi, pemerintah hanya menyetujui harga premium naik jadi Rp 7.400 per 28 Maret lalu.
Pemerintah memang harus menata ulang seluruh proses dan kewenangan penjualan serta pengadaan minyak mentah dan BBM.

S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN Edisi 21 April 2015

Senin, 16 Maret 2015

ELPIJI TIGA KILO

Di tengah harga beras yang meroket bulan lalu, elpiji dalam tabung ukuran tiga kilogram (kg) mendadak langka di sejumlah daerah. Alhasil, harga jual gas bersubsidi dalam tabung berkelir hijau menyala tersebut di tingkat pengecer naik tinggi, menembus angka Rp 23.000 per tabung.
Kelangkaan elpiji tiga kg jelas menjadi masalah besar. Sebab, penggunanya semakin banyak. Cuma celakanya, pemakai gas berjulukan tabung melon itu bukan cuma orang miskin dan usaha kecil. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 menyebutkan, pengguna elpiji 3 kg adalah masyarakat dengan pengeluaran tidak lebih dari Rp 1,5 juta per bulan dan usaha kecil beraset kurang dari Rp 50 juta.
Salah satu sebab jumlah pengguna elpiji 3 kg bertambah banyak ialah harga elpiji 12 kg yang semakin mahal. Dengan kenaikan harga Rp 5.000 per tabung mulai 1 Maret 2015 lalu, saat ini harga elpiji nonsubsidi itu mencapai Rp 134.000 per tabung. Buntutnya, pengguna elpiji tabung 12 kg yang beralih ke elpiji 3 kg semakin banyak saja.
Pengguna yang bertambah terlihat dari konsumsi elpiji 3 kg yang terus naik dari tahun ke tahun. Tahun ini, pemerintah mematok volume penggunaan elpiji 3 kg sebanyak 5,7 juta metrik ton (MT). Tahun lalu, realisasi konsumsi elpiji 3 kg sebesar 4,9 juta MT. Sedangkan tahun sebelumnya mencapai 4,4 juta MT.
Untung saja, harga minyak mentah yang menjadi bahan baku liquid petroleum gas (LPG) sedang merosot dalam. Walhasil, meski konsumsi tahun ini lebih tinggi dari tahun lalu, nilai subsidinya hanya Rp 28,7 triliun. Sementara tahun lalu subsidi elpiji 3 kg mencapai Rp 55 triliun. Cuma sejauh ini, lantaran konsumsinya terus naik, sejak 2009 subsidi elpiji 3 kg juga menanjak.
Subsidi elpiji 3 kg yang terus membengkak, tentu bakal menjadi bom waktu yang menyandera keuangan pemerintah. Untuk itu, subsidi harus tepat sasaran. Hanya pengguna yang berhak yang boleh menikmati subsidi elpiji 3 kg.
Caranya, dengan memberikan subsidi langsung ke pengguna elpiji 3 kg yang berhak. Jadi, mereka mendapatkan uang tunai untuk membeli elpiji 3 kg. Lalu, harga elpiji 3 kg dinaikkan sesuai harga pasar.
Berbarengan dengan itu, pemerintah mesti mempercepat proyek jaringan pipa gas perkotaan. Upaya yang sudah dilakukan di 10 kota harus diperluas lagi, sehingga makin banyak masyarakat yang bisa menikmati gas perkotaan. Soalnya, harga gas perkotaan jauh lebih murah ketimbang elpiji 12 kg. 

S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 10 MARET 2015

ANGGARAN

Kemarin, Rapat Paripurna DPR mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Ini menjadi APBN ala Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang pertama. Banyak asumsi dan target yang berubah ketimbang APBN 2015 versi Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Misalnya, target penerimaan pajak naik lebih dari Rp 100 triliun. Lalu, pemerintah memberikan penyertaan modal negara (PMN) ke badan usaha milik negara (BUMN) dengan nilai terbesar sepanjang sejarah republik ini berdiri.
Cuma, ada kejadian yang menarik selama pembahasan Rancangan APBN-P 2015 antara dewan dan pemerintah. Biasanya, muara dari penggodokan postur anggaran pemerintah ada di Badan Anggaran (Banggar) DPR. Keputusan akhirnya ada di badan ini, setelah melewati pembahasan di masing-masing komisi yang ada di Senayan, tempat wakil rakyat berkantor.
Tapi yang terjadi, paling tidak dalam pembahasan dua poin Rancangan APBN-P 2015, tidak seperti itu. Kedua poin tersebut adalah anggaran PMN serta pengembalian biaya operasi alias cost recovery yang sudah dikeluarkan oleh kontraktor minyak dan gas bumi (migas).
Dalam kesempatan terpisah, Banggar DPR dan pemerintah sudah sepakat menetapkan anggaran PMN untuk BUMN dan cost recovery migas. Itu berarti, sejatinya keputusan ini sudah final, tidak bisa diganggu gugat lagi. Tapi, Komisi BUMN (VI) dan Komisi Energi (VII) DPR menolak keputusan Banggar itu. Dengan alasan, sesuai Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) hasil judicial review Mahkamah Konstitusi (MK), Banggar sudah tidak punya wewenang lagi menetapkan besaran anggaran pemerintah. Wewenang itu sekarang sepenuhnya ada di komisi.
Penolakan itu tentu membuat pembahasan Rancangan APBN-P menjadi berlarut-larut. Alhasil, tak sedikit keputusan penetapan besaran anggaran pemerintah lahir di masa injury time. Padahal, tujuan dari pemangkasan fungsi anggaran di Banggar adalah agar pembahasan APBN berlangsung lebih cepat, lebih efisien, dan menghemat waktu. Sehingga, pemerintah juga bisa memiliki keleluasaan dalam menyusun program dan kegiatan.
Tapi yang paling penting, jangan sampai pembahasan APBN khususnya anggaran belanja yang berlangsung lebih cepat dijadikan sebagai pintu masuk untuk tawar menawar antara pemerintah dengan DPR. Atau, pintu masuk korupsi dalam pembahasan anggaran negara. 

S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 14 Februari 2015

BERBURU PAJAK

Pekan ini, pemerintah dan DPR mulai menggodok Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015. Salah satu perubahan yang mencolok adalah target penerimaan perpajakan. Untuk menutup target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang merosot tajam, pemerintah terpaksa mengerek target penerimaan perpajakan.
Alhasil, target penerimaan perpajakan mendekati angka Rp 1.500 triliun. Angka persisnya: Rp 1.484,59 triliun. Nilai ini melonjak Rp 104,6 triliun ketimbang target penerimaan perpajakan dalam APBN 2015. Dibanding realisasi penerimaan perpajakan tahun 2014, kenaikannya mencapai Rp 341,29 triliun.
Sudah pasti, bukan perkara gampang mencapai target yang segede gaban itu. Maklum, kondisi ekonomi tahun ini nyaris tak jauh beda dengan tahun lalu, walau masih bisa tumbuh lebih baik dari tahun lalu. Buktinya, pemerintah mengubah target pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN-P 2015, dari sebelumnya 5,8% menjadi 5,6%. Menurut pemerintah, pertumbuhan 5,8% terlalu optimistis, padahal asumsi itu mereka sendiri yang bikin. Dan, Bank Indonesia (BI) bilang, ekonomi negara kita tahun ini cukup berat.
Kembali ke penerimaan perpajakan. Untuk menggenjot pendapatan perpajakan, pemerintah berencana memungut pajak ke objek baru. Misalnya, mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% bagi pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berdaya 2.200 volt ampere (VA) hingga 6.600 VA.
Tapi semestinya, pemerintah jangan dulu memburu pajak dari para pelanggan PLN tersebut. Sebab, tarif listrik mereka baru saja naik menjadi harga keekonomian, tanpa subsidi. Kalau tambah pajak, tentu beban mereka semakin berat.
Dan, dengan tarif setrum baru itu, pemerintah, kan, sudah menghemat subsidi listrik cukup besar. Tambah lagi, potensi pajak dari pelanggan PLN berdaya 2.200 VA6.600 VA enggak gede-gede amat, hanya Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun.
Lebih baik pemerintah fokus memburu para pengemplang pajak. Sebab, temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) setelah membedah Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2013 menunjukkan, angka piutang pajak mencapai Rp 103,2 triliun.
Jadi, setuju dengan upaya pemerintah meningkatkan penegakan hukum melalui berbagai upaya, seperti pencekalan, penyidikan, dan gizzeling alias sandera badan. 

S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 24 Januari 2015

Kamis, 22 Januari 2015

SUBSIDI DAN KONSUMSI

Antrean panjang kendaraan bermotor yang mengular di banyak stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) nyaris tidak tampak lagi. PT Pertamina sudah mencabut sistem kitir atawa penjatahan penyaluran premium dan solar sesuai dengan ketersediaan sisa kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tahun ini.
Tapi, bukan berarti masalahnya selesai, lo. Sebab, meski tak ada lagi pengurangan pasokan BBM bersubsidi ke pom bensin, sampai saat ini pemerintah belum punya solusi pengganti untuk mengerem konsumsi premium dan solar.
Tanpa upaya masif seperti sistem kitir, kuota BBM tahun ini sebanyak 46 juta kiloliter (kl) tidak bakal cukup sampai akhir tahun. Hitungan Pertamina, realisasi konsumsi BBM bersubsidi sampai akhir tahun nanti bakal mencapai 47,35 juta kl. Angka ini 2,9% di atas kuota BBM atau lebih banyak 1,35 juta kl.
Artinya, subsidi BBM bisa membengkak hingga Rp 8 triliun. Jelas, dong, ini bukan uang yang sedikit. Apalagi, dengan kuota 46 juta kl, pemerintah harus menguras kantong sampai Rp 246,5 triliun untuk mengongkosi subsidi BBM.
Opsi mengerek harga BBM bersubsidi pun mencuat. Tapi, kenaikan harga tak menjamin kuota BBM bersubsidi tahun ini tidak bakal jebol. Mengerem konsumsi agar penggunaan BBM tidak sampai jebol-jebol amat, ya. Tapi, kuota 46 juta kl tetap saja akan terlampaui.
Tengok saja data tahun 2013. Walau harga naik, konsumsi BBM bersubsidi tetap tumbuh sebesar 3,57% menjadi 46,6 juta kl dibanding tahun 2012. Cuma memang, angka ini di bawah rata-rata pertumbuhan konsumsi setiap tahun selama 20102013 yang mencapai 6,72%.
Kenapa tetap tumbuh sekalipun harga BBM bersubsidi sudah naik? Jumlah kendaraan, baik mobil maupun sepeda motor, terus saja bertambah termasuk tahun ini.
Jadi, masalah BBM tidak hanya terletak di subsidi saja yang terus membengkak, juga konsumsinya yang terus meningkat. Kenaikan harga premium dan solar memang memangkas subsidi BBM. Tapi, konsumsi BBM tetap naik yang ujungnya subsidi naik juga.
Kalau ditanya pilih kenaikan harga BBM atau pelarangan mobil pribadi menenggak premium, saya memilih pelarangan mobil pelat hitam minum premium. Selain bisa mengurangi subsidi dan konsumsi BBM sekaligus, efek ke masyarakat bawah tidak gede-gede amat. Alhasil, pemerintah tak perlu merogoh kocek yang dalam untuk program bantuan sosial warga miskin. 

S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 3 Agustus 2014

BARANG BAJAKAN

Sejumlah personel band dan penyanyi terkenal tanah air berganti profesi. Sebut saja, anggota band Geisha, Nidji, dan D'masiv, juga penyanyi Judika. Ada yang menjadi pengamen, ada juga yang jadi pedagang kaki lima. Alasan mereka banting setir dari dunia musik sama: sudah malas lagi berkarya karena lagu-lagunya dibajak.
Buat para fans Geisha, Nidji, D'masiv, serta Judika jangan panik dulu, ya. Sebab, kisah tersebut hanya ada di iklan kampanye anti-pembajakan yang diputar di salah satu stasiun radio di Jakarta.
Maklum, negara kita merupakan salah satu surga barang bajakan, mulai musik, film, buku, hingga peranti lunak alias software. Tidak hanya terhadap karya-karya anak bangsa, juga dari luar negeri.
Nah, pemerintah berupaya menekan produksi dan peredaran barang bajakan lewat Undang-Undang (UU) Hak Cipta yang baru disahkan DPR, Selasa (16/9) lalu. Selama ini, peraturan yang ada hanya menindak produsen dan penjual barang bajakan. Sedangkan para pembeli produk bajakan yang sebetulnya juga melanggar hak cipta dari karya yang dibajak tidak tersentuh hukum. Sekarang, pembeli barang bajakan bakal kena sanksi berupa denda.
Agar ruang gerak aksi pembajakan atas hak cipta kian sempit lagi, di UU Hak Cipta yang baru juga ada sanksi denda bagi pengelola pusat perbelanjaan yang menyewakan gerainya kepada penjual barang bajakan. Sama seperti pembeli barang bajakan, selama ini para pengelola pusat perbelanjaan tidak tersentuh oleh hukum. Meski sering ada razia terhadap penjual barang bajakan di mal, pengelola pusat perbelanjaan bebas dari jeratan hukum.
Bisa jadi, kalau UU Hak Cipta yang baru ini betul-betul diterapkan, produksi dan peredaran barang bajakan bisa turun drastis. Tapi, belum tentu penegakan hukum tersebut kemudian mendongkrak penjualan barang atau produk yang asli. Soalnya, harga jualnya berkali-kali lipat dari harga barang bajakan.
Meski begitu, produsen atau distributor jangan mensia-siakan pasar barang bajakan yang sudah tercipta dan sangat besar. Caranya, dengan mengeluarkan produk generik yang harganya enggak mahal-mahal amat. Ambil contoh, dengan membuat kemasan compact disc (CD) yang sederhana tapi apik, yang bisa membuat angkos produksi berkurang. Sehingga, harga jualnya berkisar Rp 12.500 hingga Rp 20.000 per keping, seperti CD album band Sheila on 7 dan serial film anak Barney.
Jadi, makan rujak pakai kedondong, jangan beli bajakan, dong. 

S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 19 September 2014

DEFISIT

Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) kurang dari dua pekan lagi memerintah negeri ini. Tapi, mereka enggak ada lagi waktu menikmati masa bulan madu sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI. Begitu dilantik 20 Oktober nanti, mereka harus langsung tancap gas.Sebab, banyak pekerjaan rumah sangat berat warisan Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono sudah menanti.
Salah satunya adalah menjaga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 sesuai target, yakni Rp 241,49 triliun atau 2,4% terhadap produk domestik bruto (PDB). Maklum, penerimaan negara dari sektor pajak tahun ini sudah pasti tak mencapai target. Sementara, belanja negara berpotensi besar melewati pagu anggaran, terutama gara-gara bujet subsidi bahan bakar minyak (BBM) membengkak.
Nilai tukar rupiah yang melemah menjadi salah satu biang kerok pembengkakan belanja negara tahun ini khususnya subsidi BBM. Sebab, sebagian besar pasokan BBM bersubsidi berasal dari impor. Tentu, pemerintah harus membeli premium dan solar impor dengan dollar Amerika Serikat.
Mengacu APBN-P 2014, setiap nilai tukar rupiah melemah Rp 100 per dollar AS dari asumsi, berpotensi menambah defisit bujet sebanyakRp 940,4 miliar hingga Rp 1,21 triliun. Asumsi kurs rupiah di APBN-P 2014 sebesar Rp 11.600 per dollar AS. Bank Indonesia (BI) mencatat, rata-rata nilai tukar rupiah pada kurs tengah dari awal tahun hingga 3 Oktober 2014 lalu adalah Rp 11.754,49 per dollar AS.
Padahal, sejak 18 September lalu, nilai tukar mata uang garuda pada kurs tengah selalu bertengger di level Rp 12.000 per dollar AS. Setelah sempat menguat ke posisi Rp 12.190 per dollar AS pada Selasa (7/10), rupiah kembali melemah di Rabu (8/10) kemarin menjadi Rp 12.241. Ini merupakan posisi terlemah rupiah sejak 3 Februari 2014.
Untuk menghemat belanja negara, Jokowi-JK sudah berancang-ancang menaikkan harga BBM bersubsidi awal November nanti sebesar Rp 3.000 per liter. Dengan kenaikan sebesar ini, subsidi BBM bisa dihemat mencapai Rp 35 triliun.
Tapi yang perlu diingat ialah, kenaikan harga BBM bersubsidi tidak lantas mengerem konsumsinya. Tanpa upaya pembatasan yang ekstrem, pemakaian premium dan solar pasti melewati kuota konsumsi tahun ini yang cuma 46 juta kiloliter (kl). Cuma, kalau Jokowi-JK memutuskan menambah kuota BBM, subsidi BBM pasti bertambah. 

S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 9 Oktober 2014

KOMPENSASI

Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) memastikan bakal mengerek harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tahun ini. Sebagai kompensasi bagi masyarakat miskin dan rentan miskin yang paling terkena efek kenaikan harga BBM, pemerintah akan membagikan bantuan sosial.
Sebelum harga premium dan solar naik, pemerintah berencana membagikan bantuan lewat Program Keluarga Produktif. Program ini mencakup Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Keluarga Sejahtera. Rencananya, pemerintah juga akan memberikan dana kompensasi lainnya.
Dan, kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi harusnya juga mengalir ke sektor angkutan umum. Tapi, bentuknya bukan uang tunai melainkan bisa berupa pembagian conversion kit untuk dipasang di tangki-tangki bahan bakar angkutan umum. Alhasil, angkutan umum akan memakai sistem dua bahan bakar alias dual fuel system: BBM dan bahan bakar gas (BBG).
Misalnya, dengan kombinasi 43% solar dan 57% liquid natural gas (LNG). Komposisi bahan bakar ini sedang diuji coba PT Pertamina pada sejumlah mobil pembawa bahan bakar milik mereka. Hasilnya adalah, bisa menghemat biaya bahan bakar minimal 14% ketimbang menggunakan solar 100%.
Nah, kalau semua angkutan umum memakai dual fuel system, syukur-syukur malah 100% menggunakan BBG, maka tarif angkutan umum tidak perlu naik tinggi-tinggi amat menyusul kenaikan harga BBM bersubsidi. Sehingga, masyarakat masih bisa menikmati tarif transportasi umum yang murah. Daya beli masyarakat tidak terlalu terpukul akibat harga BBM yang naik.
Tapi, sesuai visi dan misi Jokowi-JK di bidang energi, konversi BBM (mahal dan sebagian harus impor) ke BBG (murah dan tidak perlu impor) tidak berhenti sampai angkutan umum saja, tapi juga merambah ke kendaraan pribadi. Hitung-hitungan Jokowi-JK, penggunaan BBG bisa memangkas biaya bahan bakar sebesar 20%, itu kalau harga BBM bersubsidi tidak naik. Kalau naik, penghematannya lebih besar.
Tentu yang paling penting adalah, konversi ke BBG bakal mengurangi penggunaan BBM. Sebab, kenaikan harga BBM bersubsidi, sekalipun angkanya Rp 3.000 per liter, belum tentu mengurangi konsumsi. Mengerem konsumsi, iya. Dari tahun ke tahun konsumsi BBM terus naik, meski ada kenaikan harga. 
Dengan transformasi sektor transportasi ke berbasis gas, kita bisa mengurangi angka impor BBM. 

S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 1 November 2014

Senin, 05 Januari 2015

BBM BARU

Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) memberikan kado tahun baru yang manis meski sejatinya pahit. Manis lantaran harga jual premium turun, dari Rp 8.500 per liter menjadi Rp 7.600 seliter per 1 Januari 2015. Pahit karena pemerintah menghapus subsidi atas premium. Alhasil, harga premium saat ini sesuai harga keekonomian.
Untuk solar, harganya juga turun sedikit menjadi Rp 7.250 per liter dari sebelumnya Rp 7.500 seliter. Cuma, pemerintah tidak mencabut subsidi atas solar. Pemerintah tetap memberi subsidi untuk solar hanya mekanismenya berubah, dari subsidi harga menjadi subsidi tetap yakni sebesar Rp 1.000 per liter.
Dengan harga jual keekonomian, otomatis harga premium bakal seperti Pertamax dan kawan-kawan, bisa naik turun saban bulan mengekor harga minyak mentah dunia. Begitu juga solar yang mendapat subsidi tetap akan naik turun bak yoyo tiap bulan. Sebab, berapa pun harga minyak dunia, pemerintah hanya menyuntikkan subsidi sebesar Rp 1.000 per liter.
Kabar baiknya: harga premium dan solar bisa terus turun. Soalnya, banyak yang memperkirakan penurunan harga minyak dunia akan berlanjut paling tidak hingga paro pertama 2015. Syukur-syukur bisa di bawah US$ 40 per barel seperti yang terjadi pada Desember 2008 lalu. Nantinya, setiap bulan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal mengeluarkan keputusan mengenai harga jual eceran premium dan solar.
Nah, masalah baru muncul kala harga minyak mentah naik dan terus mendaki ke angka US$ 100 per barel. Kalau sudah begini, harga premium bisa menembus angka 
Rp 9.000 per liter bahkan lebih. Jelas, harga premium sebesar itu memberatkan masyarakat. Tambah lagi, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bakal memecut harga barang dan jasa naik.
Jadi, ada baiknya pemerintah mematok harga keekonomian premium tertinggi, misalnya, di angka 
Rp 8.500 per liter. Lewat dari harga itu, pemerintah kembali memberikan subsidi untuk premium. Dengan begitu, daya beli masyarakat sekaligus inflasi tetap terjaga.
Tapi, yang tidak kalah penting, pemerintah harus mempercepat program konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG) yang lebih murah harganya, terutama untuk angkutan umum. Pemerintah mesti cepat membangun infrastruktur pendukung seperti stasiun pengisian bahan bakar gas. Agar angkutan umum mau beralih, pemerintah harus membagikan gratis alat BBG.        

Tajuk S.S. Kurniawan, Harian KONTAN Edisi 5 Januari 2015

GANYANG MAFIA MIGAS

Mafia migas. Dua kata ini belakangan makin nyaring terdengar, menyusul kelahiran Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) akhir November 2014 lalu. Salah satu tugas tim yang dikomandani Faisal Basri ini adalah memberikan rekomendasi agar aturan main tata kelola migas transparan, jelas.
Kata Faisal, analoginya gampang. Kalau selama ini ruang migas gelap, ya, terangin saja semua. “Kabur, deh, setan-setan itu. Setan tidak bisa di ruang terang,” katanya. Setan yang dimaksud Faisal, ya, mafia migas.
Tim Reformasi Tata Kelola Migas pun bergerak cepat. Temuan menarik tim yang kerap disebut sebagai Tim Anti-Mafia Migas tersebut satu per satu keluar. Misalnya, pembelian bahan bakar minyak (BBM) oleh Pertamina Energy Trading Limited (Petral) tidak dilakukan langsung ke perusahaan minyak milik suatu negara alias national oil company (NOC), tapi masih lewat perantara atawa trader. 
Yang tidak kalah mengejutkan adalah, temuan terkait BBM bersubsidi. Jadi, menurut Tim Anti-Mafia Migas, Pertamina membeli BBM dengan RON92 (standar kualitas setara Pertamax) untuk memenuhi kebutuhan BBM bersubsidi. Di Indonesia, BBM RON92 itu kemudian di-blending menjadi RON88 (standar kualitas premium), di-down grade. Soalnya, saat ini tak ada lagi pemasok dari luar negeri yang menyediakan BBM RON88.
Temuan-temuan ini tentu menjadi modal awal Tim Reformasi Tata Kelola Migas untuk mengganyang mafia migas. Tentu, aturan main tata kelola migas yang transparan tidak hanya berhenti pada proses impor minyak untuk BBM bersubsidi, juga membidik penyalurannya sampai ke tangan masyarakat.
Caranya adalah, pemerintah mesti mengubah titik penyerahan BBM bersubsidi. Saat ini, kebijakan yang berlaku: titik serah terakhir adalah depo Pertamina. Data premium dan solar yang keluar dari depo Pertamina itulah yang dianggap sebagai jumlah penjualan BBM bersubsidi kepada masyarakat. Pemerintah lalu membayar subsidi senilai jumlah BBM yang keluar dari depo Pertamina.
Nah, idealnya titik serah untuk perhitungan pembayaran subsidi BBM oleh pemerintah ialah di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Sebab, dari pompa bensinlah masyarakat secara langsung menikmati BBM bersubsidi, bukan dari depo Pertamina. Kan, sudah bukan rahasia lagi, banyak terjadi penyimpangan dan penyelundupan BBM. Contoh, solar bersubsidi mengalir ke industri dan premium diselundupkan ke Timor Leste.
Menurut Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH) Migas, distributor BBM bersubsidi selain Pertamina sudah menerapkan titik serah di SPBU.  PT AKR Corporindo Tbk, misalnya, sudah menerapkan teknologi yang memantau data penjualan secara real time di setiap SPBU mereka. Teknologi ini menutup ruang penyimpangan dan penyelundupan BBM bersubsidi dari depo menuju SPBU.
Jika menerapkan titik serah di SPBU, Pertamina harus memasang teknologi di setiap dispenser di SPBU mereka. Teknologi ini untuk menghitung jumlah BBM bersubsidi yang disalurkan ke masyarakat secara real time, dan nantinya tersambung langsung ke kantor pusat Pertamina. Jadi, pemerintah hanya membayar subsidi sesuai jumlah premium dan solar bersubsidi yang keluar dari SPBU.
Betul. Lewat sistem yang transparan, pemerintah memang bisa mempersempit pergerakan mafia migas. Tapi, perang melawan mafia migas tentu tidak berhenti sampai di situ. Pemerintah harus betul-betul memberangus mereka. Kelak, berbekal temuan-temuan Tim Anti-Mafia Migas yang menunjukkan bukti-bukti kejahatannya, pemerintah mencokok dan menyeret mereka ke pengadilan.   
Cuma masalahnya, berani tidak?

Tajuk S.S. Kurniawan, Tabloid KONTAN Edisi Minggu Ketiga Desember 2014

TAHUN DAN HARGA BARU

Kurang dari tiga pekan lagi, tahun bakal berganti. Tahun 2014 berganti menjadi 2015. Cuma, belum-belum kenyataan pahit sudah menunggu begitu kita melangkah meninggalkan tahun 2014 dan masuk ke 2015.
Belum habis efek kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 18 November 2014 lalu, mulai 1 Januari 2015 nanti tarif listrik untuk 12 golongan pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) naik ke harga keekonomian alias tanpa subsidi dari pemerintah lagi. Yang kena tarif setrum baru itu adalah pelanggan rumahtangga dengan daya 1.300 volt-ampere (VA).
Tarif listrik untuk 12 golongan pelanggan PLN ini bakal seperti harga bahan bakar minyak nonsubsidi Pertamax, bisa naik turun setiap bulan. Saban bulan perusahaan setrum pelat merah tersebut akan mengkaji tarif listriknya. Penetapan tarif akan dilakukan setiap tanggal 
1 mulai pukul 00:00 WIB.
Ada tiga faktor yang menjadi penentu kenaikan atau penurunan tarif listrik bagi 12 golongan pelanggan PLN itu. Pertama, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Yang menjadi pegangan adalah kurs mata uang garuda keluaran Bank Indonesia (BI). Kedua, harga minyak mentah Indonesia (ICP). Dan, ketiga, laju inflasi.
Masalahnya, khusus pelanggan rumahtangga berdaya 1.300 VA sejatinya tidak semua orang yang benar-benar punya duit. Terbukti, banyak sekali pelanggan golongan ini dari masyarakat menengah bawah. Soalnya, dulu pemerintah “melarang” sambungan baru 450 VA dan 900 VA. Alhasil, masyarakat pun dipaksa menjadi pelanggan 1.300 VA.
Lalu, tahun 2013 PLN menggelar program bertajuk Tambah Daya Listrik Gratis Biaya Penyambungan. Ramai-ramai pelanggan 450 VA dan 900 VA hijrah ke 1.300 VA, jumlahnya ratusan ribu pelanggan. Padahal, begitu menjadi pelanggan 1.300 VA, mereka langsung kena tarif listrik baru yang lebih mahal.
Celakanya, awal 2014 tarif listrik untuk pelanggan 1.300 VA naik lagi, dan lagi, dan lagi, secara bertahap. Puncaknya, ya, mulai 1 Januari 2015 mereka harus membayar listrik dengan tarif keekonomian: Rp 1.352 per kilowatt-ampere (kWh). Padahal, waktu masih menjadi pelanggan 450 VA dan 900 VA, mereka hanya perlu membayar listrik Rp 415 per KWh dan Rp 605 per kWh.
Beban berat masyarakat menjadi komplit lantaran harga Elpiji 12 kg bakal naik. PT Pertamina berencana mengerek harganya Rp 1.500 per kg pada awal Januari 2015.
Tahun baru, harga juga baru.     

(Tajuk S.S. Kurniawan, Harian KONTAN Edisi 13 Desember 2014)