Kamis, 22 Januari 2015

BARANG BAJAKAN

Sejumlah personel band dan penyanyi terkenal tanah air berganti profesi. Sebut saja, anggota band Geisha, Nidji, dan D'masiv, juga penyanyi Judika. Ada yang menjadi pengamen, ada juga yang jadi pedagang kaki lima. Alasan mereka banting setir dari dunia musik sama: sudah malas lagi berkarya karena lagu-lagunya dibajak.
Buat para fans Geisha, Nidji, D'masiv, serta Judika jangan panik dulu, ya. Sebab, kisah tersebut hanya ada di iklan kampanye anti-pembajakan yang diputar di salah satu stasiun radio di Jakarta.
Maklum, negara kita merupakan salah satu surga barang bajakan, mulai musik, film, buku, hingga peranti lunak alias software. Tidak hanya terhadap karya-karya anak bangsa, juga dari luar negeri.
Nah, pemerintah berupaya menekan produksi dan peredaran barang bajakan lewat Undang-Undang (UU) Hak Cipta yang baru disahkan DPR, Selasa (16/9) lalu. Selama ini, peraturan yang ada hanya menindak produsen dan penjual barang bajakan. Sedangkan para pembeli produk bajakan yang sebetulnya juga melanggar hak cipta dari karya yang dibajak tidak tersentuh hukum. Sekarang, pembeli barang bajakan bakal kena sanksi berupa denda.
Agar ruang gerak aksi pembajakan atas hak cipta kian sempit lagi, di UU Hak Cipta yang baru juga ada sanksi denda bagi pengelola pusat perbelanjaan yang menyewakan gerainya kepada penjual barang bajakan. Sama seperti pembeli barang bajakan, selama ini para pengelola pusat perbelanjaan tidak tersentuh oleh hukum. Meski sering ada razia terhadap penjual barang bajakan di mal, pengelola pusat perbelanjaan bebas dari jeratan hukum.
Bisa jadi, kalau UU Hak Cipta yang baru ini betul-betul diterapkan, produksi dan peredaran barang bajakan bisa turun drastis. Tapi, belum tentu penegakan hukum tersebut kemudian mendongkrak penjualan barang atau produk yang asli. Soalnya, harga jualnya berkali-kali lipat dari harga barang bajakan.
Meski begitu, produsen atau distributor jangan mensia-siakan pasar barang bajakan yang sudah tercipta dan sangat besar. Caranya, dengan mengeluarkan produk generik yang harganya enggak mahal-mahal amat. Ambil contoh, dengan membuat kemasan compact disc (CD) yang sederhana tapi apik, yang bisa membuat angkos produksi berkurang. Sehingga, harga jualnya berkisar Rp 12.500 hingga Rp 20.000 per keping, seperti CD album band Sheila on 7 dan serial film anak Barney.
Jadi, makan rujak pakai kedondong, jangan beli bajakan, dong. 

S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 19 September 2014

Tidak ada komentar: