Kamis, 22 Januari 2015

KOMPENSASI

Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) memastikan bakal mengerek harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tahun ini. Sebagai kompensasi bagi masyarakat miskin dan rentan miskin yang paling terkena efek kenaikan harga BBM, pemerintah akan membagikan bantuan sosial.
Sebelum harga premium dan solar naik, pemerintah berencana membagikan bantuan lewat Program Keluarga Produktif. Program ini mencakup Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Keluarga Sejahtera. Rencananya, pemerintah juga akan memberikan dana kompensasi lainnya.
Dan, kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi harusnya juga mengalir ke sektor angkutan umum. Tapi, bentuknya bukan uang tunai melainkan bisa berupa pembagian conversion kit untuk dipasang di tangki-tangki bahan bakar angkutan umum. Alhasil, angkutan umum akan memakai sistem dua bahan bakar alias dual fuel system: BBM dan bahan bakar gas (BBG).
Misalnya, dengan kombinasi 43% solar dan 57% liquid natural gas (LNG). Komposisi bahan bakar ini sedang diuji coba PT Pertamina pada sejumlah mobil pembawa bahan bakar milik mereka. Hasilnya adalah, bisa menghemat biaya bahan bakar minimal 14% ketimbang menggunakan solar 100%.
Nah, kalau semua angkutan umum memakai dual fuel system, syukur-syukur malah 100% menggunakan BBG, maka tarif angkutan umum tidak perlu naik tinggi-tinggi amat menyusul kenaikan harga BBM bersubsidi. Sehingga, masyarakat masih bisa menikmati tarif transportasi umum yang murah. Daya beli masyarakat tidak terlalu terpukul akibat harga BBM yang naik.
Tapi, sesuai visi dan misi Jokowi-JK di bidang energi, konversi BBM (mahal dan sebagian harus impor) ke BBG (murah dan tidak perlu impor) tidak berhenti sampai angkutan umum saja, tapi juga merambah ke kendaraan pribadi. Hitung-hitungan Jokowi-JK, penggunaan BBG bisa memangkas biaya bahan bakar sebesar 20%, itu kalau harga BBM bersubsidi tidak naik. Kalau naik, penghematannya lebih besar.
Tentu yang paling penting adalah, konversi ke BBG bakal mengurangi penggunaan BBM. Sebab, kenaikan harga BBM bersubsidi, sekalipun angkanya Rp 3.000 per liter, belum tentu mengurangi konsumsi. Mengerem konsumsi, iya. Dari tahun ke tahun konsumsi BBM terus naik, meski ada kenaikan harga. 
Dengan transformasi sektor transportasi ke berbasis gas, kita bisa mengurangi angka impor BBM. 

S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 1 November 2014

Tidak ada komentar: