Kamis, 22 Januari 2015

DEFISIT

Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) kurang dari dua pekan lagi memerintah negeri ini. Tapi, mereka enggak ada lagi waktu menikmati masa bulan madu sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI. Begitu dilantik 20 Oktober nanti, mereka harus langsung tancap gas.Sebab, banyak pekerjaan rumah sangat berat warisan Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono sudah menanti.
Salah satunya adalah menjaga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 sesuai target, yakni Rp 241,49 triliun atau 2,4% terhadap produk domestik bruto (PDB). Maklum, penerimaan negara dari sektor pajak tahun ini sudah pasti tak mencapai target. Sementara, belanja negara berpotensi besar melewati pagu anggaran, terutama gara-gara bujet subsidi bahan bakar minyak (BBM) membengkak.
Nilai tukar rupiah yang melemah menjadi salah satu biang kerok pembengkakan belanja negara tahun ini khususnya subsidi BBM. Sebab, sebagian besar pasokan BBM bersubsidi berasal dari impor. Tentu, pemerintah harus membeli premium dan solar impor dengan dollar Amerika Serikat.
Mengacu APBN-P 2014, setiap nilai tukar rupiah melemah Rp 100 per dollar AS dari asumsi, berpotensi menambah defisit bujet sebanyakRp 940,4 miliar hingga Rp 1,21 triliun. Asumsi kurs rupiah di APBN-P 2014 sebesar Rp 11.600 per dollar AS. Bank Indonesia (BI) mencatat, rata-rata nilai tukar rupiah pada kurs tengah dari awal tahun hingga 3 Oktober 2014 lalu adalah Rp 11.754,49 per dollar AS.
Padahal, sejak 18 September lalu, nilai tukar mata uang garuda pada kurs tengah selalu bertengger di level Rp 12.000 per dollar AS. Setelah sempat menguat ke posisi Rp 12.190 per dollar AS pada Selasa (7/10), rupiah kembali melemah di Rabu (8/10) kemarin menjadi Rp 12.241. Ini merupakan posisi terlemah rupiah sejak 3 Februari 2014.
Untuk menghemat belanja negara, Jokowi-JK sudah berancang-ancang menaikkan harga BBM bersubsidi awal November nanti sebesar Rp 3.000 per liter. Dengan kenaikan sebesar ini, subsidi BBM bisa dihemat mencapai Rp 35 triliun.
Tapi yang perlu diingat ialah, kenaikan harga BBM bersubsidi tidak lantas mengerem konsumsinya. Tanpa upaya pembatasan yang ekstrem, pemakaian premium dan solar pasti melewati kuota konsumsi tahun ini yang cuma 46 juta kiloliter (kl). Cuma, kalau Jokowi-JK memutuskan menambah kuota BBM, subsidi BBM pasti bertambah. 

S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 9 Oktober 2014

Tidak ada komentar: