Senin, 05 Januari 2015

BBM BARU

Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) memberikan kado tahun baru yang manis meski sejatinya pahit. Manis lantaran harga jual premium turun, dari Rp 8.500 per liter menjadi Rp 7.600 seliter per 1 Januari 2015. Pahit karena pemerintah menghapus subsidi atas premium. Alhasil, harga premium saat ini sesuai harga keekonomian.
Untuk solar, harganya juga turun sedikit menjadi Rp 7.250 per liter dari sebelumnya Rp 7.500 seliter. Cuma, pemerintah tidak mencabut subsidi atas solar. Pemerintah tetap memberi subsidi untuk solar hanya mekanismenya berubah, dari subsidi harga menjadi subsidi tetap yakni sebesar Rp 1.000 per liter.
Dengan harga jual keekonomian, otomatis harga premium bakal seperti Pertamax dan kawan-kawan, bisa naik turun saban bulan mengekor harga minyak mentah dunia. Begitu juga solar yang mendapat subsidi tetap akan naik turun bak yoyo tiap bulan. Sebab, berapa pun harga minyak dunia, pemerintah hanya menyuntikkan subsidi sebesar Rp 1.000 per liter.
Kabar baiknya: harga premium dan solar bisa terus turun. Soalnya, banyak yang memperkirakan penurunan harga minyak dunia akan berlanjut paling tidak hingga paro pertama 2015. Syukur-syukur bisa di bawah US$ 40 per barel seperti yang terjadi pada Desember 2008 lalu. Nantinya, setiap bulan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal mengeluarkan keputusan mengenai harga jual eceran premium dan solar.
Nah, masalah baru muncul kala harga minyak mentah naik dan terus mendaki ke angka US$ 100 per barel. Kalau sudah begini, harga premium bisa menembus angka 
Rp 9.000 per liter bahkan lebih. Jelas, harga premium sebesar itu memberatkan masyarakat. Tambah lagi, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bakal memecut harga barang dan jasa naik.
Jadi, ada baiknya pemerintah mematok harga keekonomian premium tertinggi, misalnya, di angka 
Rp 8.500 per liter. Lewat dari harga itu, pemerintah kembali memberikan subsidi untuk premium. Dengan begitu, daya beli masyarakat sekaligus inflasi tetap terjaga.
Tapi, yang tidak kalah penting, pemerintah harus mempercepat program konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG) yang lebih murah harganya, terutama untuk angkutan umum. Pemerintah mesti cepat membangun infrastruktur pendukung seperti stasiun pengisian bahan bakar gas. Agar angkutan umum mau beralih, pemerintah harus membagikan gratis alat BBG.        

Tajuk S.S. Kurniawan, Harian KONTAN Edisi 5 Januari 2015

Tidak ada komentar: