Minggu, 08 November 2009

CITY HARBOUR











City Harbour, Sidney, Jumat (23/10). Jarum jam sudah menunjuk angka tujuh malam. Tapi, langit di atas kota terbesar di Australia itu masih terang benderang. Beberapa burung camar yang terbang rendah asik hilir mudik di sekitar dermaga, yang sudah hiruk pikuk oleh ribuan orang yang ingin menghabiskan malam di City Harbour.
Dermaga yang letaknya hanya sepelemparan baru dari jantung Kota Sidney tersebut memang menjadi tempat nongkrong favorit warga Negeri Kanguru termasuk turis. Ada yang sekadar berjalan menyusuri City Harbour. Ada juga yang bercengkerma di kafe dan restoran yang berjajar si sepanjang dermaga.
Tapi, ada satu lagi daya tarik dari City Harbour. Yakni, kapal pesiar yang disulap menjadi restoran terapung yang berjalan. Ada sekitar 10 kapal yang lego jangkar malam itu. Salah satunya, Princess Cruise yang akan membawa saya dan puluhan penumpang lainnya makan malam menyusuri Teluk Sidney.
Dengan merogoh kocek sekitar A$70 atau sekitar Rp 615.000, saya bisa bersantap malam sambil menikmati Sidney yang bermandikan cahaya lampu. Termasuk Opera House yang namanya sudah tersohor ke seantero dunia.
Kapal yang berlayar selama kurang lebih tiga jam dengan kecepatan 5 knot juga lewat di bawah Jembatan Sidney Harbour Bridge yang juga menjadi salah satu ikon kota berjulukan Kota Dermaga itu. Nah, saat Princess Cruise kembali lewat di bawah Jembatan Sidney Harbour, pesta kembang api dimulai. Hampir sepuluh menit bunga-bunga api itu menari-nari di atas langit Sidney dibarengi letusan. Indah.
Rute Princess Cruise juga melalui Pangkalan Angkatan Laut Australia. Empat kapal perang sedang bersandar malam ini.
Setelah hampir tiga jam mengarungi teluk Sidney, kapal yang saya tumpangi bersiap berlabuh kembali di City Harbour. Nyaris berbarengan dengan keberangkatan kapal pesiar raksasa yang akan bertolak ke Singapura lewat Kepulauan Fiji.


malam di kebayoran

Senin, 20 Juli 2009

ALAM GUNUNGKIDUL











Hampir sepekan di Gunungkidul, mulai akhir bulan lalu hingga awal bulan ini, bersama keluarga betul-betul mengobati kerinduan akan alam. Menjelajah hampir setiap sudut kabupaten yang terletak di selatan Yogyakarta ini.
Pertama-tama menyambangi daerah paling subur di Gunungkidul yang terletak di Gelaran, Karangmojo. Tanaman padi tumbuh subur sepanjang tahun di daerah ini lantaran memiliki sungai bawah tanah yang airnya tidak pernah habis. Selain bertani, sebagian warga Gelaran juga melakukan budidaya air tawar.
Tak jauh dari sungai bawah tanah terdapat bukit, yang dulu menjadi tempat istirahat Panglima Besar Jenderal Sudirman sewaktu melakukan perang gerilya melawan Belanda.
Berikutnya, mendaki Bukit Benggol yang menyembul di daerah Karanganom, Karangmojo. Hanya butuh 10 menit untuk sampai ke puncak bukit. Dari puncak, kita bisa melihat jelas perbukitan hijau yang terletak di utara Gunungkidul, yang sekaligus menjadi batas alam dengan kabupaten lainnya di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kalau cuaca sedang cerah, Gunung Merapi juga tampak jelas dengan asap putih yang membumbung tinggi.
Setelah itu, ziarah ke Goa Maria Tritis. Goa yang berada di Giring, Paliyan pertama dikenal umat Katolik sekitar tahun 1974 lewat Romo Hardjo Sudarmo SJ. Dulu Goa yang bernama Tritis Singkil ini terkenal sebagai tempat yang angker. Di sana ada jalan salib yang rutenya mengitari dua bukit.
Perjalanan selanjutnya ke Pantai Baron yang terletak di Kemadang, Tanjungsari. Tempat wisata ini paling populer dibanding pantai lainnya yang ada di Gunungkidul. Bibir pantai di sisi timur yang diapit dua perbukitan ini juga menjadi pertemuan dengan sungai bawah tanah.
Penjelajahan kemudian berlanjut ke Situs Sokoliman di Sokoliman, Karangmojo. Di sini ditemukan peninggalan prasejarah dari masa Megalitik, antara lain berupa menhir dan peti kubur batu. Tahun 1934 Jl Moens dan Van der Hoop mengadakan penelitian di situs yang oleh warga sekitar disebut Kuburan Budho, dan menemukan bekal kubur yang berbentuk manik-manik, alat-alat besi, fragmen gerabah dan benda-benda perunggu.
Setelah itu, menuju perkebunan kayu putih yang letaknya tak jauh dari Situs Sokoliman. Di tengah perkebunan ini membelah sungai dengan dasar batuan karst atau kapur. Meski kemarau menghantam Gunungkidul, air di sungai ini tidak pernah kering hanya menyusut saja.
T
Mengobati Kerinduan.
T
malam di kebayoran lama

Rabu, 22 April 2009

BERSIH GUNUNG


Banyak cara untuk memperingati Hari Bumi yang jatuh hari ini. Contoh paling gampang: tidak membuang sampah sembarang di mana pun Anda berada termasuk saat mendaki gunung.
Mungkin hanya pengelola Taman Nasional Gede Pangrango yang menerapkan aturan ketat soal sampah. Pendaki wajib membawa turun sampah yang mereka hasilkan. Bungkus mie atau kaleng sarden, misalnya.
Pengelola taman nasional atau gunung lainnya kebanyakan hanya mengeluarkan imbauan saja. Semuanya dikembalikan kepada kesadaran para pendaki akan kebersihan lingkungan di sekitar gunung.
Tapi, sepanjang saya mendaki sejumlah gunung di Pulau Jawa dan Bali tak banyak pendaki yang membawa turun sampah-sampah yang mereka. Termasuk di Gunung Gede Pangrango. Kalaupun ada paling ala kadarnya saja.
Hasilnya, sampah plastik berserakan di sana-sini, mulai dari bungkus permen, makanan ringan sampai mie. Terutama di kawasan-kawasan yang menjadi tempat bermalam para pendaki.
Hanya, sewaktu mendaki Gunung Agung yang terletak di Pulau Bali saya dan sejumlah teman, yang tergabung dalam Mahapati Adventure Team, tidak menjumpai banyak sampah plastik berceceran. Yang banyak justru sampah bekas sajen.
Itu sebabnya, kami berinisiatif memungut sampah-sampah plastik yang kami jumpai selama perjalanan turun. Istilahnya, Operasi Bersih Gunung. Hasilnya, kami mengumpulkan sampah-sampah itu ke dalam enam kantong plastik besar.

Yang jelas, kami bangga bisa membantu membersihkan Gunung Agung terutama jalur pendakian Pura Besakih.

Selamat Hari Bumi

malam di kebayoran lama

Selasa, 07 April 2009

FOKKER 27

Kabut duka kembali menyelimuti dunia penerbangan Indonesia. Senin (6/4) lalu, pesawat Fokker 27 milik Skuadron II TNI AU jatuh dan meledak di Bandara Hussein Sastranegara, Bandung. Seluruh awak dan penumpang yang berjumlah 24 orang tewas.
Saya juga pernah punya pengalaman menumpang Fokker 27 kepunyaan maskapai Merpati sewaktu bertolak dari Mataram menuju Denpasar pada 2003 lalu. Waktu itu habis meliput peresmian Bandara Sekokang dan mengunjungi tambang emas Newmont di Pulau Sumba, sekitar empat jam perjalanan darat dari Mataram.
Ini kali pertama saya naik pesawat propeller atawa baling-baling. Awalnya, agak khawatir juga. Tapi begitu mengudara merasakan sensasi tersendiri. Soalnya, Fokker 27 terbang tidak terlalu tinggi. Sehingga pemandangan di bawah terlihat jelas, termasuk sewaktu melintas di atas Selat Lombok.
Tapi, saya juga punya pengalaman menumpang pesawat militer. Tahun lalu sehabis bertugas mengikuti kunjungan kerja Wakil Presiden Jusuf Kalla ke Sulawesi, saya kembali ke Jakarta dari Makassar naik pesawat Boeing 737-200 milik TNI Angkatan Udara. Pesawat angkut ini didesain khusus membawa rombongan VIP.
Meski tergolong pesawat tua dan Departemen Perhubungan sudah melarang dipakai untuk penerbangan komersial, interior dalam Boeing 737-200 milik Skuadron II Lanud Halim Perdana Kusuma tersebut cukup mewah. Kursi penumpang berbalut kulit dan jarak dengan tempat duduk di depannya tidak sempit.
Hebatnya lagi, pesawat TNI AU itu juga ada pramugarinya plus layanan makan layaknya maskapai penerbangan komersial. Dan, saya mengacungkan jempol kepada pilot yang mendaratkan pesawat dengan mulus nyaris tanpa hentakan di landasan Bandara Halim Perdanakusuma malam itu.

siang di kebayoran lama

Jumat, 13 Maret 2009

PURNAMA TANGERANG


Menjelang Rabu (11/3) pagi, purnama yang menggantung di langit barat Tangerang masih bertugas. Maklum, gelap masih menyelimuti kota yang bertetangga dengan Jakarta itu.
Saya sudah terjaga sejak Subuh tadi. Ada pekerjaan rutin: mengantar istri sampai pangkalan bus di daerah Petukangan, Jakarta Selatan, yang akan membawa dia ke kantornya di kawasan Sunter, Jakarta Utara.
Itu sebabnya, saya masih menyaksikan purnama menyelesaikan tugasnya hari itu. Lebih tepatnya hanya menghiasi langit Tangerang malam itu. Maklum, cahaya yang dibagi tidak banyak berarti lantaran kota tempat saya tinggal ini sudah dipenuhi lautan cahaya lampu.
Purnama baru terasa berbeda kalau kita sedang menjalani pendakian gunung di malam hari. Cahayanya betul-betul membantu. Dia bak petromaks raksasa yang menerangi jalur pendakian dan sekitarnya. Penerangan senter tak dibutuhkan lagi.
Saya hanya sekali mendaki ditemani purnama. Itu pun dia sedang tidak sempurna. Tapi, cahayanya yang menyapu Lawu malam itu, membuat gunung yang membelah Jawa Tengah dan Jawa Timur itu seperti saat subuh menjelang pagi. Jalur pendakian dan sekitarnya terlihat agak jelas.
Memandang purnama dari punggung Lawu terasa teduh. Damai.

malam di kebayoran lama

Kamis, 12 Maret 2009

ANYER 10 MARET


Melewati hari-hari di bulan ketiga tahun ini, jadi ingat sama lagunya Slank: Anyer 10 Maret. Apalagi, gue suka banget sama pantai, selain gunung tentunya. Pokoknya, yang berbau alam bebas.
Bulan lalu lalu habis ke Tanjung Lesung yang bertetangga dengan Anyer sama anak istri. Lokasinya, sekitar tiga jam perjalanan darat lewat Pandeglang. Di sana ada resort yang bagus banget. Jadi, ceritanya pengusaha asal Australia yang patungan dengan orang kaya Indonesia mau bikin Bali kedua di Tanjung Lesung.

Oh ya, ini syair Anyer 10 Maret:

Malam ini Kembali sadari aku sendiri
Gelap ini kembali sadari engkau telah pergi
Malam ini kata hati harus terpenuhi
Gelap ini kata hati ingin kau kembali
Hembus dinginnya angin lautan
Tak hilang ditelan bergelas-gelas arak
Yang kutenggakkan…

Malam ini ku bernyanyi lepas isi hati
Gelap ini ku ucap berjuta kata maki
Malam ini bersama bulan aku menari
Gelap ini di tepi pantai aku menangis
Tanpa dirimu dekat dimataku
Aku bagai ikan tanpa air
Tanpa dirimu ada disisiku
Aku bagai hiu tanpa taring
Tanpa dirimu dekap dipelukku
Aku bagai pantai tanpa lautan
Kembalilah kasih…

malam di kebayoran lama

Senin, 09 Maret 2009

GEDE PANGRANGO (29)


6 Februari lalu, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango genap berusia 29 tahun. Gede Pangrango yang menggandeng Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi merupakan salah satu dari lima taman nasional yang pertama kali diumumkan di Indonesia pada 1980 silam.
C.G.C. Reinwardt adalah orang yang pertama yang mendaki Gunung Gede Pangrango. Dia adalah peneliti asal Belanda. Maklum taman nasional ini kaya akan keragaman tumbuhan dan satwa. Contoh, ada 251 jenis burung yang menghuni Gunung Gede Pangrango dari total 450 jenis burung yang terdapat di Pulau Jawa.
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango juga ditetapkan UNESCO sebagai Cagar Biosfir pada 1997 silam. Dan, sebagai Sister Park dengan Taman Negara di Malaysia pada 1995 lalu.
Bagi saya, Gede Pangrango punya arti khusus. Soalnya, gunung ini merupakan gunung pertama yang saya daki pada Agustus 1998 lalu. Dan, sampai sekarang menjadi gunung terakhir yang saya daki pada 2005 lalu. Juga, gunung yang paling sering saya daki karena saya sudah mendaki Gede Pangrango sebanyak empat kali.

malam di kebayoran lama

Senin, 16 Februari 2009

ARYA (2)








Hari ini, AKHILES RADITYA ARYA PRADIPTA KURNIAWAN genap berumur dua tahun.

Doa ayah dan bunda: semoga Arya tumbuh menjadi anak yang sehat, cerdas, dan bisa membanggakan semua orang kelak. amin.

Selamat Ulang Tahun sayang.
malam di kunciran

Minggu, 15 Februari 2009

TANJAKAN CINTA


Kalau lagi Valentine begini jadi ingat sama Tanjakan Cinta yang menjadi bagian rute pendakian ke Puncak Mahameru. Tanjakan yang landai tapi panjang tersebut mendapat julukan Tanjakan Cinta lantaran mitos yang beredar di kalangan pendaki.
Katanya, kalau bisa melewati tanjakan yang letaknya ada di Ranu Kumbolo (Ranu artinya danau, sedang Kumbolo adalah Sapi) tanpa henti dan menoleh ke belakang, maka keinginan cintanya bakal terkabul. Mitos ini lahir dari kisah dua sejoli yang sudah tunangan yang mendaki Gunung Semeru.
Konon, waktu itu, si cowok melewati tanjakan tersebut lebih dulu. Sementara calon istrinya kepayahan naik tanjakan itu, cowok tadi cuma melihat dari atas sambil foto-foto. Naas, pendaki cewek ini tiba-tiba pingsan dan jatuh terguling ke bawah, kemudian tewas.
Saya sendiri tak berhasil melewati Tanjakan Cinta tanpa henti saat mendaki Semeru di Oktober 1999 lalu. Baru separo jalan sudah ngos-ngosan dan terpaksa berhenti untuk mengambil nafas.
Ya, dengan ransel segede gaban di punggung, naik Tanjakan Cinta bukan perkara gampang. Apalagi, pagi itu baru saja start untuk melanjutkan pendakian ke Puncak Mahameru setinggi 3.676 meter setelah sempat bermalam di Ranu Kumbolo.

TO LOVE and TO BE LOVED
Selamat Hari Kasih Sayang

sore di kunciran