Rabu, 08 Juli 2015

BURUH, PENSIUN, DAN RUMAH

Buruh hidup sejahtera bukan cuma menjadi keinginan pekerja, juga pemerintah. Tapi, kesejahteraan tidak hanya milik buruh selama mereka bekerja, juga saat pensiun kelak. Nah, pemerintah mencoba mewujudkan kesejahteraan buruh ketika mereka sudah tidak bekerja lagi lewat Program Jaminan Pensiun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Program ini bersifat wajib bagi pekerja formal dan berlaku 1 Juli 2015 nanti.
Buat buruh, program ini memang bisa mempertahankan kualitas hidup mereka ketika pensiun nanti. Sebab, mereka, kan, juga mendapat uang pensiun yang nilainya bisa mencapai 32 kali upah sebulan, tergantung dari masa kerja. Kompensasi ini terdiri dari uang pesangon, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak. Lalu, mereka juga memperoleh duit dari pencairan Program Jaminan Hari Tua juga dari BPJS Ketenagakerjaan.
Cuma bedanya, dengan menjadi peserta Program Jaminan Pensiun, buruh akan menerima uang pensiun setiap bulan layaknya pegawai negeri. Ancer-ancernya, sih, tiap bulan mereka akan mengantongi uang pensiun sebesar 40% hingga 50% dari upah terakhir.
Tapi, yang tidak kalah penting dalam upaya mendongkrak kesejahteraan buruh adalah penyediaan hunian yang layak bagi mereka. Soalnya, masih banyak buruh yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun belum juga punya rumah sendiri. Alhasil, mereka terpaksa menumpang di rumah orangtua atau mengontrak.
Sejatinya, pemerintah punya program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sejahtera Tapak dengan dukungan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Lewat program ini, masyarakat berpenghasilan rendah bisa memiliki rumah sederhana dengan cicilan rendah dan bunga tetap 7,25% selama 20 tahun.
Masalahnya, tidak semua buruh memiliki uang untuk uang muka (DP) rumah. Boro-boro punya DP, untuk hidup sehari-hari saja ngos-ngosan. Buat buruh yang sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, mereka boleh dibilang beruntung. Sebab, lembaga jelmaan PT Jamsostek tersebut menawarkan Program Pinjaman Uang Muka Perumahan.
Namun, sosialisasi yang minim membuat banyak buruh belum memanfaatkan tawaran menarik tersebut. Padahal, program pinjaman DP ini menarik, lo. Plafonnya sampai Rp 20 juta dengan jangka waktu cicilan maksimum selama 10 tahun dan bunga 6% saja. Program ini pastinya semakin menarik kalau digabungkan dengan fasilitas KPR-FLPP. Dengan begitu, cicilan rumahnya enggak gede-gede amat, bahkan bukan tidak mungkin setara dengan uang kontrakan rumah bulanan.
Atau, buruh juga bisa memanfaatkan tawaran dari Bank Tabungan Negara (BTN). Bank pelat merah spesialis KPR ini mulai 1 Maret 2015 lalu menyediakan KPR-FLPP dengan uang muka 1% dari harga hunian. Sayang, tawaran sangat menarik dari BTN itu hanya untuk kepemilikan rumah susun (rusun). Kalau berlaku juga untuk rumah tapak, pasti peminatnya lebih banyak. Maklum, kebanyakan orang Indonesia masih lebih suka tinggal di rumah tapak. Untuk itu, pemerintah harus menghidupkan lagi KPR-FLPP rumah tapak yang dimatikan per 1 April 2015 lalu.
Cuma, penikmat KPR-FLPP maupun program pinjaman DP dan uang muka murah harus benar-benar yang berhak. Hanya untuk buruh yang belum punya rumah dan dengan upah maksimal Rp 5 juta per bulan. Agar tidak terjadi penyimpangan, buruh harus mengantongi rekomendasi dari perusahaan yang menyatakan, mereka belum punya rumah dan gaji di bawah Rp 5 juta sebulan.
Rumah juga hal penting yang bisa mendukung kesejahteraan buruh. Sebab, rumah juga mendukung produktivitas buruh. Ujungnya, upah riil buruh bisa meningkat.

S.S. Kurniawan, Tajuk Tabloid KONTAN Edisi Minggu Ketiga April 2015

Tidak ada komentar: