Senin, 16 Maret 2015

ANGGARAN

Kemarin, Rapat Paripurna DPR mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Ini menjadi APBN ala Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang pertama. Banyak asumsi dan target yang berubah ketimbang APBN 2015 versi Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Misalnya, target penerimaan pajak naik lebih dari Rp 100 triliun. Lalu, pemerintah memberikan penyertaan modal negara (PMN) ke badan usaha milik negara (BUMN) dengan nilai terbesar sepanjang sejarah republik ini berdiri.
Cuma, ada kejadian yang menarik selama pembahasan Rancangan APBN-P 2015 antara dewan dan pemerintah. Biasanya, muara dari penggodokan postur anggaran pemerintah ada di Badan Anggaran (Banggar) DPR. Keputusan akhirnya ada di badan ini, setelah melewati pembahasan di masing-masing komisi yang ada di Senayan, tempat wakil rakyat berkantor.
Tapi yang terjadi, paling tidak dalam pembahasan dua poin Rancangan APBN-P 2015, tidak seperti itu. Kedua poin tersebut adalah anggaran PMN serta pengembalian biaya operasi alias cost recovery yang sudah dikeluarkan oleh kontraktor minyak dan gas bumi (migas).
Dalam kesempatan terpisah, Banggar DPR dan pemerintah sudah sepakat menetapkan anggaran PMN untuk BUMN dan cost recovery migas. Itu berarti, sejatinya keputusan ini sudah final, tidak bisa diganggu gugat lagi. Tapi, Komisi BUMN (VI) dan Komisi Energi (VII) DPR menolak keputusan Banggar itu. Dengan alasan, sesuai Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) hasil judicial review Mahkamah Konstitusi (MK), Banggar sudah tidak punya wewenang lagi menetapkan besaran anggaran pemerintah. Wewenang itu sekarang sepenuhnya ada di komisi.
Penolakan itu tentu membuat pembahasan Rancangan APBN-P menjadi berlarut-larut. Alhasil, tak sedikit keputusan penetapan besaran anggaran pemerintah lahir di masa injury time. Padahal, tujuan dari pemangkasan fungsi anggaran di Banggar adalah agar pembahasan APBN berlangsung lebih cepat, lebih efisien, dan menghemat waktu. Sehingga, pemerintah juga bisa memiliki keleluasaan dalam menyusun program dan kegiatan.
Tapi yang paling penting, jangan sampai pembahasan APBN khususnya anggaran belanja yang berlangsung lebih cepat dijadikan sebagai pintu masuk untuk tawar menawar antara pemerintah dengan DPR. Atau, pintu masuk korupsi dalam pembahasan anggaran negara. 

S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 14 Februari 2015

Tidak ada komentar: