Senin, 16 Maret 2015

BERBURU PAJAK

Pekan ini, pemerintah dan DPR mulai menggodok Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015. Salah satu perubahan yang mencolok adalah target penerimaan perpajakan. Untuk menutup target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang merosot tajam, pemerintah terpaksa mengerek target penerimaan perpajakan.
Alhasil, target penerimaan perpajakan mendekati angka Rp 1.500 triliun. Angka persisnya: Rp 1.484,59 triliun. Nilai ini melonjak Rp 104,6 triliun ketimbang target penerimaan perpajakan dalam APBN 2015. Dibanding realisasi penerimaan perpajakan tahun 2014, kenaikannya mencapai Rp 341,29 triliun.
Sudah pasti, bukan perkara gampang mencapai target yang segede gaban itu. Maklum, kondisi ekonomi tahun ini nyaris tak jauh beda dengan tahun lalu, walau masih bisa tumbuh lebih baik dari tahun lalu. Buktinya, pemerintah mengubah target pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN-P 2015, dari sebelumnya 5,8% menjadi 5,6%. Menurut pemerintah, pertumbuhan 5,8% terlalu optimistis, padahal asumsi itu mereka sendiri yang bikin. Dan, Bank Indonesia (BI) bilang, ekonomi negara kita tahun ini cukup berat.
Kembali ke penerimaan perpajakan. Untuk menggenjot pendapatan perpajakan, pemerintah berencana memungut pajak ke objek baru. Misalnya, mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% bagi pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berdaya 2.200 volt ampere (VA) hingga 6.600 VA.
Tapi semestinya, pemerintah jangan dulu memburu pajak dari para pelanggan PLN tersebut. Sebab, tarif listrik mereka baru saja naik menjadi harga keekonomian, tanpa subsidi. Kalau tambah pajak, tentu beban mereka semakin berat.
Dan, dengan tarif setrum baru itu, pemerintah, kan, sudah menghemat subsidi listrik cukup besar. Tambah lagi, potensi pajak dari pelanggan PLN berdaya 2.200 VA6.600 VA enggak gede-gede amat, hanya Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun.
Lebih baik pemerintah fokus memburu para pengemplang pajak. Sebab, temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) setelah membedah Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2013 menunjukkan, angka piutang pajak mencapai Rp 103,2 triliun.
Jadi, setuju dengan upaya pemerintah meningkatkan penegakan hukum melalui berbagai upaya, seperti pencekalan, penyidikan, dan gizzeling alias sandera badan. 

S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 24 Januari 2015

Tidak ada komentar: