Jumat, 29 April 2016

PENERBANGAN

Selasa (17/11) lalu, Pemerintah Rusia secara resmi mengumumkan, bahwa bom adalah penyebab pesawat Metrojet dengan nomor penerbangan 9268 jatuh di Semenanjung Sinai, Mesir, akhir Oktober 2015. Kepala Dinas Keamanan Rusia (FSB) Alexander Bortnikov menegaskan, peledakan pesawat A-321 milik maskapai negeri beruang merah itu sesaat setelah lepas landas itu sebagai aksi teroris.
Kabarnya, Pemerintah Mesir sudah menahan dua pegawai Bandara Sharm al-Sheikh. Mereka diduga kuat memasukkan bom rakitan ke dalam pesawat Metrojet yang kemudian jatuh dan menewaskan 224 penumpang termasuk kru.
Pertanyaannya: apakah industri penerbangan dunia bakal rontok seperti pasca peristiwa 9/11 di Amerika Serikat tahun 2001 silam? Tambah lagi, setelah aksi teror di Paris, Prancis, Jumat (13/11) lalu, muncul sejumlah ancaman bom. Misalnya, ancaman bom atas Bandara Gatwick, London, Inggris, dan pesawat Air France flight 1741.
Sejauh ini, pasca pengumuman resmi dari Rusia dan serangkaian ancaman bom, belum terlihat kepanikan dan kecemasan yang membuat calon penumpang pesawat membatalkan penerbangannya. Dunia penerbangan dunia masih berjalan normal. Begitu juga dengan bisnis penerbangan di Indonesia.
Sejatinya, industri penerbangan boleh dibilang sedang menikmati masa-masa indah saat ini. Maklum, harga minyak mentah dunia sedang anjlok, di kisaran US$ 40 per barel. Alhasil, harga bahan bakar pesawat alias avtur menjadi lebih murah. Cuma sayang, ekonomi dunia sedang melemah sehingga permintaan penerbangan tidak tinggi.
Buat industri penerbangan di Indonesia, masalahnya bukan cuma perlambatan pertumbunan ekonomi, juga pelemahan rupiah. Maklum, maskapai mesti membeli avtur dalam dollar Amerika Serikat (AS). Memang, lewat Paket Ekonomi jilid III pemerintah memangkas harga avtur, cuma kebijakan ini menjadi tidak terlalu nendang lantaran dollar AS masih saja perkasa.
Tapi, pemerintah optimistis masa depan industri penerbangan kita cerah. Indonesia bakal menjadi salah satu pasar dengan pertumbuhan tercepat di dunia, sekitar 14,9% dalam 20 tahun ke depan.
Cuma, pekerjaan rumah dunia penerbangan kita masih banyak. Contoh, kecelakaan pesawat dan penerbangan tertunda hingga berjam-jam masih terjadi. Masalah ini harus secepatnya dibereskan, agar kita bisa menangkap peluang pertumbuhan yang besar itu.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian 19 November 2015)

Tidak ada komentar: