Jumat, 29 April 2016

PROYEK PRIORITAS

Pemerintah melalui Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) menetapkan 30 proyek prioritas. Mulai pembangkit listrik, kilang, rel keretaapi, pelabuhan, jalan tol, sistem pengolahan limbah, air minum, light rail transit (LRT), MRT, hingga jaringan serat optik. Dalam pembangunannya, puluhan proyek ini bakal mendapat pengawalan ekstra dari pemerintah hingga 2019.
Sejatinya, ke-30 proyek itu bukan proyek baru. Beberapa proyek di antaranya bahkan sudah berjalan pembangunannya, seperti tol Trans Sumatra, MRT Jakarta, dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang, Jawa Tengah. Tapi, masalah klasik pembebasan lahan masih mendera proyek tersebut.
Itu sebabnya, dengan menyandang status prioritas, pemerintah menjanjikan keistimewaan untuk ke-30 proyek tersebut. Salah satunya, pengawalan ekstra, mulai proses perencanaan, persiapan, pelaksanaan, sampai operasional. Setiap ada masalah, pemerintah berjanji akan turun tangan langsung untuk menyelesaikannya dengan cepat. Kalau di level menteri tidak beres, Presiden langsung yang menyelesaikan. Begitu janji pemerintah.
Maklum, ke-30 proyek itu juga bergelar proyek strategis. Pengukuhan gelar proyek strategis ini berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016 dan Peraturan Presiden No. 3/2016. Total, sih, ada 225 proyek strategis, tapi hanya 30 proyek yang ditetapkan pemerintah sebagai proyek prioritas.
Sesuai namanya, tentu proyek-proyek itu memainkan peran yang strategis, sangat strategis malah. PLTU Batang, misalnya. Pembangkit setrum berkapasitas 2.000 megawatt (MW) ini punya peran sangat sentral, lantaran bisa memasok 30% permintaan listrik baru di Pulau Jawa dan Bali. Selain PLTU Batang, ada lima proyek pembangkit lainnya di daftar proyek prioritas.
Keterlambatan realisasi proyek pembangkit berpotensi memicu krisis listrik di negara kita pada 2018 nanti. Sebab, kebutuhan listrik nasional meningkat rata-rata 5.300 MW per tahun. Sedang PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sejauh ini hanya mampu memenuhi sekitar 4.000 MW setahun. Alhasil, ada 20% permintaan listrik yang tidak bisa dipenuhi di 2018 mendatang.
Tentu, semua berharap pemerintah betul-betul menepati janjinya untuk menyelesaikan semua masalah yang mendera proyek-proyek strategis. Tapi, bukan berarti menghalalkan semua cara. Contoh, ganti rugi lahan yang di bawah harga pasar dan Amdal yang asal-asalan.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN 11 Februari 2016)

Tidak ada komentar: