Sudah menjadi tradisi, nyaris setiap bulan April terjadi deflasi. Dan,
deflasi pada April 2016 lalu sebesar 0,45% adalah yang terbesar sejak
tahun 2000 silam. Penyumbang deflasi April tahun ini adalah penurunan
harga bahan makanan, seperti beras, daging, dan telur. Lalu, kelompok
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar, serta kelompok
transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.Alhasil, inflasi tahun
kalender alias Januari hingga April hanya sebesar 0,16%. Sementara
inflasi April 2016 terhadap April 2015 atawa year on year (yoy) sebesar
3,6%.Memang, sih, harga barang dan jasa yang turun bisa mengerek daya
beli masyarakat. Tapi, deflasi bisa berarti penurunan permintaan
terhadap barang dan jasa. Sebab, salah satu faktor yang membuat harga
barang dan jasa turun adalah, melemahnya demand masyarakat. Jadi,
deflasi tidak selalu baik.Penurunan permintaan paling tidak tampak dari
penjualan mobil yang masih lesu. Penjualan mobil selama kuartal I 2016
turun sekitar 5,35% menjadi 267.227 unit ketimbang triwulan yang sama di
2015 lalu sebanyak 282.344 unit.Permintaan yang melemah membuat pelaku
usaha mengerem ekspansi. Penyaluran kredit perbankan pun tersendat.
Sejumlah bank menorehkan penurunan kredit pada kuartal I 2016. Misalnya,
Bank Danamon, Bank CIMB Niaga, dan Bank Permata. Meski, penyebab
penurunan kredit juga lantaran bank berhati-hati dalam membuka keran
pinjaman, menyusul rasio kredit bermasalah (NPL) yang naik.Cuma kabar
baiknya, bahan bangunan juga turun harga. Badan Pusat Statistik (BPS)
mencatat, Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) Bahan
Bangunan/Konstruksi pada April 2016 turun 0,01% dari bulan sebelumnya.
Penyebabnya antara lain penurunan harga aspal 1,32%, semen 0,35%,
keramik lantai 0,32%, tanah uruk atau untuk menimbun 0,25%, dan besi
0,22%.Harapannya, sektor konstruksi bisa makin menggeliat terutama
pembangunan infrastruktur, dengan penurunan harga tersebut. Sebab,
sektor ini menjadi salah satu penggerak roda perekonomian.Yang tidak
kalah penting, di tengah penurunan harga bahan makanan, pemerintah bisa
membantu petani dan peternak kita meningkatkan produksi dalam negeri,
seperti beras dan daging. Dengan begitu, harga pangan tetap terjaga
karena pasokannya juga terjaga. Kalau pun naik, kenaikan harga pangan
masih dalam batas yang wajar. Bukan kenaikan yang gila-gilaan.
Tajuk S.S. Kurniawan, Harian KONTAN, 3 Mei 2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar