Senin, 05 September 2016

PAJAK & KARTU KREDIT

Kewajiban perbankan penyedia layanan kartu kredit untuk melaporkan data nasabahnya kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan berlaku efektif mulai 31 Mei 2016 nanti. Aturan mainnya tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39 Tahun 2016 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Perpajakan.
Masalahnya, tak sedikit orang Indonesia yang alergi begitu mendengar kata pajak. Alhasil, sejumlah bank menyatakan, banyak nasabah yang menutup kartu kreditnya gara-gara takut data pribadi mereka dilaporkan ke Ditjen Pajak.
Padahal, Ditjen Pajak menegaskan, data nasabah kartu kredit yang disampaikan ke lembaganya hanya dijadikan dasar untuk membandingkan nilai aset yang dilaporkan wajib pajak dengan nilai aset yang sebenarnya. Juga dari data itu Ditjen Pajak bakal mengecek, apakah pajak atas transaksi kartu kredit sudah dibayarkan atau belum. Toh, tak semua percaya begitu saja.
Celakanya, pemerintah pun tak satu suara soal pelaporan transaksi kartu kredit ke Ditjen Pajak itu. Kementerian Komunikasi dan Informatika tengah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi. Calon beleid ini berpeluang membatalkan ketentuan di PMK No. 39/2016.
Berdasarkan rancangan awal RUU Perlindungan Data Pribadi, data kartu kredit merupakan informasi yang pribadi. Sehingga, tidak bisa sembarang pihak memilikinya, termasuk Ditjen Pajak.
Tapi, terlepas pro dan kontra dari kewajiban bank melaporkan data nasabahnya, benar kata Ditjen Pajak, pemilik kartu kredit tidak perlu khawatir secara berlebihan. Apalagi, kalau para pemilik duit plastik ini adalah wajib pajak yang selalu patuh membayar pajak dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) secara lengkap tanpa ada data yang disembunyikan.
Pemilik kartu kredit pantas cemas kalau mereka selama ini tidak taat membayar pajak bahkan cenderung mengemplang. Atau, menyerahkan SPT dengan tidak jujur alias banyak data yang tidak dilaporkan.
Tentu, Ditjen Pajak harus memegang janjinya: penggunaan data nasabah kartu kredit tidak akan sembarangan. Jadi, seluruh data yang masuk akan aman dan tak disalahgunakan. Ditjen Pajak juga mesti melakukan evaluasi terhadap kebijakan itu setelah melihat hasil yang dicapai. Kalau ternyata kewajiban bank melaporkan data nasabah kartu kredit tidak efektif dalam mendongkrak penerimaan pajak, kebijakan ini mesti dikaji ulang.

Tajuk S.S. Kurniawan, Harian KONTAN, 27 Mei 2016

Tidak ada komentar: