Senin, 05 September 2016

TRANSJAWA

Hari ini, Senin (11/7), sebagian besar masyarakat kembali berkantor usai libur dan cuti Lebaran. Memang, aktivitas belum kembali normal seutuhnya. Sebab, anak sekolah masih menikmati libur panjangnya hingga Ahad (17/7) nanti. Tapi, buat yang beraktivitas di Jakarta dan sekitarnya, kembali bekerja berarti kembali dengan rutinitas kemacetan lalu lintas.
Dan, seperti yang sudah-sudah, kemacetan kembali mendera dalam arus mudik dan balik Lebaran. Hanya, untuk arus mudik tahun ini, ada titik kemacetan baru: pintu keluar (exit) tol Brebes Timur yang populer dengan sebutan Brexit. Bahkan, Brexit jadi titik kemacetan terparah saat mudik Lebaran 2016. Banyak pemudik yang lantas menyebut ruas tol baru yang beroperasi jelang Lebaran itu sebagai jalur neraka, lantaran kendaraan mereka tak bergerak hingga belasan jam.
Kemacetan parah di Brexit membuat banyak pihak kembali mendesak pemerintah untuk mempercepat penyelesaian jaringan tol TransJawa, setidaknya sampai Semarang. Rencananya, tol TransJawa membentang dari Merak, Banten, hingga Banyuwangi, Jawa Timur. Saat ini, jaringan tol itu baru menyambung dari Merak sampai Brebes.
Untuk menyatu hingga Semarang, paling cepat butuh waktu dua tahun lagi. Soalnya, pembebasan lahan untuk ruas PemalangBatang dan BatangSemarang masih berjalan lamban. Untuk ruas PemalangBatang, pembebasan lahan hingga April lalu baru 9,34%, sedangkan ruas BatangSemarang 20,5%. Pembebasan lahan dua ruas tol yang bersebelahan itu sempat mandek selama lima tahun. Alhasil, pemerintah menargetkan pembebasan lahannya baru rampung pada 2017.
Tentu, Tol TransJawa tidak hanya memainkan peranan sangat penting selama arus mudik dan balik Lebaran. Jaringan tol ini juga punya peran penting untuk memperlancar distribusi barang. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) pernah menghitung, saat ini waktu tempuh untuk mengangkut barang dari Jakarta ke Surabaya menggunakan truk paling cepat 36 jam. Jika tol TransJawa sudah tersambung hingga Ibu Kota Jawa Timur, maka waktu tempuhnya bisa menjadi 24 jam.
Dengan begitu, ongkos distribusi yang dikeluarkan produsen bisa berkurang signifikan, termasuk termasuk biaya-biaya ekstra seperti pungutan liar. Walhasil, biaya produksi juga bisa menyusut. Tapi, produsen wajib mengonversinya ke harga jual barang. Harga barang di tangan konsumen mesti turun.

Tajuk S.S. Kurniawan, Harian KONTAN, 11 Juli 2016

Tidak ada komentar: