Senin, 05 September 2016

PENGALIHAN SUBSIDI

Kantong pemerintah cekak. Bagaimana tidak? Penerimaan pajak sampai akhir Mei 2016 lalu baru sebesar Rp 364,1 triliun. Angka ini hanya 26,8% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Kurangnya masih banyak: 73,2%. Padahal, waktu yang tersisa di tahun 2016 ini tinggal tujuh bulan lagi.
Memang, di Rancangan APBN 2016 yang saat ini sedang dalam pembahasan dengan DPR, pemerintah merevisi turun target penerimaan pajak. Target tahun ini berubah jadi Rp 1.343,1 triliun, dari sebelumnya Rp 1.360,1 triliun. Tapi, perubahannya tidak terlalu signifikan, hanya selisih Rp 17 triliun.
Salah satu harapan besar pemerintah untuk menggenjot pajak ada pada kebijakan tax amnesty. Hitungan pemerintah: kebijakan pengampunan pajak bisa menyumbang penerimaan hingga Rp 165 triliun. Cuma masalahnya, pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty enggak rampung-rampung, walau wakil rakyat di Senayan menjanjikan penggodokan calon beleid ini kelar akhir Juni ini.
Dengan penerimaan pajak yang masih mengkhawatirkan, pemerintah memang sudah sepantasnya memangkas anggaran belanja negara yang tidak terlalu penting-penting amat. Terutama, bujet belanja kementerian dan lembaga.
Tapi tampaknya, pemangkasan belanja kementerian dan lembaga tahun ini sebesar Rp 40,5 triliun jadi Rp 743,5 triliun masih belum cukup. Untuk itu, pemerintah berencana juga mengurangi subsidi solar, dari Rp 1.000 per liter menjadi Rp 350 seliter. Bukan cuma itu, pemerintah juga bakal mencabut subsidi listrik untuk pelanggan PLN dengan daya 900 volt ampere (VA).
Pemerintah memang sedang butuh banyak duit untuk mengongkosi pembangunan infrastruktur, yang jadi program unggulan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Apalagi, sejak awal Pemerintahan Jokowi bertekad menggeser aliran subsidi, dari sektor konsumsi ke sektor produktif seperti infrastruktur.
Namun, pekerjaan pemerintah tidak berhenti begitu proyek infrastruktur rampung. Salah satu tujuan kehadiran berbagai proyek infrastruktur yakni memangkas biaya ekonomi tinggi juga harus jadi kenyataan. Soalnya, pengurangan biaya ekonomi tinggi bisa mengerek turun harga barang dan jasa.
Dengan begitu, masyarakat bisa betul-betul menikmati manfaat dari pengalihan subsidi. Selain jalan yang mulus, misalnya, mereka juga bisa mendapat barang dan jasa dengan harga yang lebih murah.

Tajuk S.S. Kurniawan, Harian KONTAN, 16 Juni 2016

Tidak ada komentar: