Selasa, 07 Desember 2010

TDL

Protes bertubi-tubi dari para pelaku usaha di berbagai sektor, akhirnya, memaksa pemerintah menghitung ulang formula kenaikan tarif dasar listrik (TDL), khususnya untuk golongan pelanggan industri dan bisnis. Enggak heran memang kalau pengusaha pada menjerit. Soalnya, sebagian di antara mereka harus menanggung kenaikan TDL hingga 80%.
Pemerintah memang tak sepantasnya membebankan kenaikan TDL yang begitu tinggi kepada pelaku usaha. Sebab, dampak kenaikan tarif setrum tersebut berefek ganda. Biaya produksi akan meningkat, ujung-ujungnya produsen akan mengerek harga jual produknya. Kalau sudah begini, masyarakat banyak yang rugi. Buntutnya, pemerintah juga yang repot lantaran inflasi akan berlari semakin kencang.
Badan Pusat Statistik (BPS) sudah mewanti-wanti pemerintah untuk mewaspadai, selain dampak langsung kenaikan TDL terhadap inflasi yang diprediksi mencapai 0,22%, juga dampak tidak langsungnya. Yakni, ya, itu tadi, pengusaha akan mendongkrak harga jual produknya sebagai buntut kenaikan TDL mulai 1 Juli 2010.
Pemerintah semestinya mencontek kebijakan sejumlah negara yang justru mengenakan TDL yang tinggi bukan kepada industri, melainkan kelompok golongan lainnya, terutama rumahtangga. Kenapa? Supaya warganya bisa tetap membeli barang dan jasa dengan harga yang tidak mahal-mahal amat.
Makanya, sangat disayangkan ketika DPR menolak opsi kenaikan TDL untuk pelanggan berdaya 450 hingga 900 volt-ampere (VA) yang diusulkan pemerintah, meski besarannya di bawah 5%. Padahal, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh bilang, dengan kenaikan yang tidak sampai 5% itu, tagihan listrik paling banter cuma naik Rp 5.000 sebulan.
Nah, kalau TDL untuk pelanggan berdaya 450 VA-900 VA juga naik, tentu beban pelaku usaha bisa lebih ringan. Artinya, kenaikan TDL golongan industri tidak terlalu tinggi. Dengan begitu, kalaupun harga barang dan jasa mesti naik, lonjakannya tidak terlalu besar.
Memang, pelanggan kecil tidak perlu merogoh kocek lebih dalam buat membayar tagihan listrik kalau TDL tidak naik. Tapi, mereka harus merogoh kantong lebih dalam lagi untuk membeli barang dan jasa. Kondisi ini makin diperparah, karena kenaikan TDL berbarengan dengan tahun ajaran baru sekolah, lalu bulan puasa dan Lebaran. Penderitaan makin lengkap lantaran harga barang dan jasa melejit.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 15 Juli 2010)

Tidak ada komentar: