Selasa, 07 Desember 2010

RAPOR DPR

Musim bagi-bagi rapor sudah tiba. Bulan ini seluruh siswa, mulai dari taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), hingga sekolah menengah atas (SMA) menerima rapor atas hasil jerih payahnya belajar selama satu semester terakhir.
Semestinya, musim bagi-bagi rapor juga berlaku bagi para wakil rakyat kita yang bermarkas di Senayan. Ini sangat penting untuk mengukur kinerja mereka dalam menjalankan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dengan begitu, masyarakat bisa mengetahui persis kerja para wakil yang mereka pilih itu macam apa.
Soalnya, selama ini, tidak ada yang memberi rapor buat DPR atas kerja mereka selama ini. Padahal, kinerja anggota dewan yang katanya terhormat itu, misalnya, dalam menjalankan fungsi legislasi boleh dibilang buruk. Bagaimana tidak? Sampai Juni 2010 mereka cuma sanggup menyelesaikan empat rancangan undang-undang (RUU).
Parahnya, empat beleid itu bukanlah RUU yang masuk dalam Program Prioritas Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010. Keempatnya merupakan RUU yang memang harus dikerjakan karena kebutuhan seperti menyusun anggaran. Target calon beleid yang harus diselesaikan tahun ini sebanyak 70 RUU.
Nah, hingga saat ini baru sembilan RUU yang masuk dalam pembicaraan tingkat pertama. Artinya, sembilan RUU itu telah dibahas bersama oleh DPR dan pemerintah. Sisanya, sebanyak 61 RUU masih dalam tahap penyusunan draf atau proses harmonisasi. Bahkan ada RUU yang belum ada drafnya.
Ini bukan pertama kali kinerja DPR yang jeblok dalam menjalankan fungsi legislasi. DPR periode sebelumnya sama saja. Selama masa tugas 2004 hingga 2009, mereka tidak bisa memenuhi target legislasi untuk menghasilkan 284 produk undang-undang. Hanya 200 UU yang selesai mereka garap.
Kalau melihat kinerja yang memble tersebut, mau tidak mau DPR harus mendapat rapor merah. Tentunya, harus ada sanksi atas rapor yang kebakaran itu. Toh, pelajar yang mata pelajaran tertentu mendapat nilai merah dalam rapornya saja tidak naik kelas.
Kewajiban DPR tidak hanya sebatas memberikan pertanggungjawaban secara moral maupun politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya saja atas kinerja mereka. Kalau perlu ada sanksi yang berlaku bagi mereka, jika kinerja jeblok. Sekarang, tinggal siapa yang pantas memberikan rapor itu.


(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 23 Juni 2010)

Tidak ada komentar: