Bisa jadi, pekan ini bakal ada keputusan mahapenting dari pemerintah
yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Saat ini, pemerintah sedang
menggodok kebijakan yang bertujuan untuk mengerem konsumsi bahan bakar
minyak (BBM) bersubsidi.
Bagaimana tidak? Laporan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian
Keuangan menunjukkan, uang negara yang sudah keluar untuk subsidi BBM
per hari rata-rata Rp 1,08 triliun. Kalau ini dibiarkan terus hingga
akhir tahun, subsidi BBM bisa menembus angka Rp 365 triliun. Padahal,
pemerintah cuma menyiapkan bujet untuk subsidi BBM Rp 146,46 triliun.
Tentu, perlu terobosan besar untuk menekan konsumsi BBM bersubsidi.
Larangan kendaraan dinas pemerintah dan perusahaan negara, lalu mobil
barang untuk mengangkut hasil pertambangan, perkebunan, dan kehutanan,
serta kapal barang nonperintis dan nonpelayaran rakyat menenggak premium
dan solar saja tidak cukup.
Sebab kenyataannya, konsumsi BBM bersubsidi selama Januari-Februari
tahun ini melebihi kuota bulanan. Terlebih, program pengendalian serupa
tahun lalu hanya berhasil menghemat 350.000 kiloliter (kl) premium dan
solar dari target sebanyak 1,5 juta kl.
Sebetulnya, cara paling gampang memangkas anggaran subsidi BBM adalah
mengerek harga premium dan solar. Tapi konsekuensinya sangat besar.
Selain penolakan masyarakat secara massif, juga ancaman inflasi tinggi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan, inflasi sepanjang
Januari-Maret 2013 saja sudah mencapai 2,43%, sedangkan laju inflasi
year on year sebesar 5,9% atau jauh di atas pemerintah tahun ini yang
hanya 4,9%.
Itu sebabnya, Komite Ekonomi Nasional (KEN) merekomendasikan kepada
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar menempuh kebijakan
pembatasan konsumsi BBM bersubsidi bagi mobil pribadi mulai Juni nanti.
Selain bisa menekan konsumsi premium dan solar, dampak ke inflasi juga
tidak besar-besar amat, cuma 0,5%.
Memang, kenaikan harga BBM bersubsidi bisa menggunting subsidi BBM.
Tapi, kenaikan harga BBM bersubsidi, apalagi kalau hanya?Rp 500 per
liter, belum tentu mengerem konsumsi premium dan solar.
Soalnya, selain
disparitas harga dengan BBM nonsubsidi tetap tinggi, masyarakat pasti
lebih memilih memakai kendaraan pribadi ketimbang angkutan umum. Sudah
tidak nyaman, tarif angkutan umum juga naik akibat harga BBM naik.
(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN Edisi 3 April 2013)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar