Kamis, 26 September 2013

SUBSIDI BBM TETAP

Meski pemerintah sudah mengerek harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi Juni lalu, Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri merasa beban subsidi BBM yang pemerintah tanggung tetap berat.
Itu sebabnya, dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR yang membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014 belum lama ini, Chatib yang baru dilantik sebagai menkeu akhir Mei lalu mengusulkan mekanisme subsidi BBM tetap mulai tahun depan. Dengan mekanisme tetap, subsidi yang harus pemerintah siapkan tidak akan berubah, meski harga minyak mentah dunia naik ataupun turun. Taruh kata, harga keekonomian premium saat ini Rp 9.000 per liter.
Dengan harga jual eceran premium Rp 6.500 per liter, pemerintah menanggung subsidi sebesar Rp 2.500 per liter. Nah, saat harga keekonomian premium naik menjadi Rp 10.000 per liter, pemerintah tetap hanya menanggung subsidi Rp 2.500 per liter. Otomatis, harga jual premium jadi Rp 7.500.
Tapi, apa mau dikata, usulan Chatib tersebut langsung mental. Alasannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta untuk fokus pada kenaikan harga BBM bersubsidi, lagian pemerintah belum melakukan kajian mendalam atas mekanisme subsidi BBM tetap.
Sebetulnya, alasan belum melakukan kajian bisa dimentahkan. Sebab, Chatib menyatakan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan tengah melakukan kajian bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
Apalagi, pemerintah pernah menerapkan kebijakan yang hampir mirip selama April 2001 hingga Desember 2002. Ketika itu, pemerintah mematok harga BBM bersubsidi sebesar 50% dari harga pasar pada tahun 2001 dan 75% dari harga pasar di tahun 2002. Alhasil, harga BBM bersubsidi waktu itu naik turun setiap bulan mengikuti pergerakan harga minyak dunia.
Tapi, subsidi yang pemerintah keluarkan tetap alias tidak membengkak. Berangkat dari kenaikan harga BBM bersubsidi bulan lalu, pemerintah memang harus terus memangkas subsidi BBM yang sudah sangat-sangat membebani keuangan negara.
Apa pemerintah dan kita enggak sayang uang ratusan triliun rupiah habis dibakar untuk subsidi yang masih salah sasaran? Kan, bukankah lebih baik duit itu untuk membangun infrastruktur dan transportasi massal yang aman, nyaman, dan murah. Mau?

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 25 Juli 2013)

Tidak ada komentar: