Meski pemerintah sudah mengerek harga bahan bakar minyak (BBM)
bersubsidi Juni lalu, Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri merasa
beban subsidi BBM yang pemerintah tanggung tetap berat.
Itu sebabnya,
dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR yang membahas Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014 belum lama ini, Chatib yang
baru dilantik sebagai menkeu akhir Mei lalu mengusulkan mekanisme
subsidi BBM tetap mulai tahun depan. Dengan mekanisme tetap, subsidi yang harus pemerintah siapkan tidak akan
berubah, meski harga minyak mentah dunia naik ataupun turun. Taruh
kata, harga keekonomian premium saat ini Rp 9.000 per liter.
Dengan
harga jual eceran premium Rp 6.500 per liter, pemerintah menanggung
subsidi sebesar Rp 2.500 per liter. Nah, saat harga keekonomian premium
naik menjadi Rp 10.000 per liter, pemerintah tetap hanya menanggung
subsidi Rp 2.500 per liter. Otomatis, harga jual premium jadi Rp 7.500.
Tapi, apa mau dikata, usulan Chatib tersebut langsung mental. Alasannya,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta untuk fokus pada kenaikan
harga BBM bersubsidi, lagian pemerintah belum melakukan kajian mendalam
atas mekanisme subsidi BBM tetap.
Sebetulnya, alasan belum melakukan kajian bisa dimentahkan. Sebab,
Chatib menyatakan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan
tengah melakukan kajian bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
Apalagi, pemerintah pernah menerapkan kebijakan yang hampir mirip selama
April 2001 hingga Desember 2002. Ketika itu, pemerintah mematok harga
BBM bersubsidi sebesar 50% dari harga pasar pada tahun 2001 dan 75% dari
harga pasar di tahun 2002. Alhasil, harga BBM bersubsidi waktu itu naik
turun setiap bulan mengikuti pergerakan harga minyak dunia.
Tapi,
subsidi yang pemerintah keluarkan tetap alias tidak membengkak.
Berangkat dari kenaikan harga BBM bersubsidi bulan lalu, pemerintah
memang harus terus memangkas subsidi BBM yang sudah sangat-sangat
membebani keuangan negara.
Apa pemerintah dan kita enggak sayang uang
ratusan triliun rupiah habis dibakar untuk subsidi yang masih salah
sasaran?
Kan, bukankah lebih baik duit itu untuk membangun infrastruktur dan
transportasi massal yang aman, nyaman, dan murah. Mau?
(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 25 Juli 2013)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar