Negara kita saat ini sedang dilanda euforia kelas menengah. Banyak kalangan bicara soal kelas menengah Indonesia yang tumbuh luar biasa. Mulai dari presiden, menteri, pelaku usaha, pengamat ekonomi, sampai mahasiswa.
Ya, pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2000 melahirkan banyak masyarakat kelas menengah Indonesia. Data Bank Dunia menunjukkan, pada 2011 lalu, 56,5% dari 237 juta penduduk negara kita masuk kategori kelas menengah. Itu berarti, ada 134 juta warga kelas menengah. Padahal di tahun 2003, jumlah kelas menengah Indonesia baru 81 juta orang.
Memang, istilah kelas menengah masih mengandung perdebatan. Berdasarkan apa orang masuk kelas menengah? Cara berpakaian? Besar pengeluaran? Atau, pekerjaan? Cuma, Bank Pembangunan Asia (ADB) mendefinisikan kelas menengah dengan rentang pengeluaran per kapita per hari sebesar
US$ 2–US$ 20. Rentang inilah yang kini banyak dipakai untuk mengukur jumlah kelas menengah di Indonesia. Tapi, ada yang lebih suka menyebut orang yang masuk dalam rentang pengeluaran itu dengan kelas konsumen baru, bukan kelas menengah.
Apa pun definisi dari kelas menengah, yang jelas pertumbuhan kelas menengah kita memang luar biasa. Pertumbuhan kelas menengah sebagai bukti ekonomi berjalan baik bisa kita lihat pada pelbagai fenomena. Kita lihat orang antre di kasir Carrefour, orang nongkrong di 7-Eleven, orang menggenggam ponsel cerdas alias smartphone, tiket kereta api dan pesawat ludes saat musim libur, atau jumlah penumpang pesawat makin bertambah.
Betul. Kemajuan apa pun sekarang dikaitkan dengan kelas menengah. Sampai-sampai, jalanan macet pun dihubungkan dengan kelas menengah. Tak salah memang. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) memperkirakan, penjualan mobil tahun ini bakal menembus angka 1,1 juta unit. Angka ini pastinya jauh di atas penjualan mobil tahun lalu yang hanya 894.000 unit.
Alhasil, “penyakit” bernama kemacetan lalulintas di kota-kota besar terutama Jakarta semakin akut saja. Inilah salah satu risiko sosial dari pertumbuhan kelas menengah kita yang cukup memukau. Dan, untuk mengurai kemacetan lalulintas yang kian parah di Ibukota RI, jelas butuh terobosan “gila”.
Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang belum genap 100 hari memimpin DKI Jakarta berencana menerapkan pembatasan kendaraan bermotor berdasarkan pelat nomor ganjil genap. Yang lebih gila lagi, pasangan fenomenal ini bakal menghapus bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di seantero Jakarta. Lewat dua rencana itu, mereka berharap, pengguna kendaraan pribadi, baik mobil maupun sepeda motor, beralih ke angkutan umum. Cara ini sesuai dengan jurus utama mereka untuk mengurai kemacetan: people mobilization, bukan car mobilization. Jadi, menggerakan orang, bukan mobil.
Rencana yang bukan tidak mungkin mengurai kemacetan akut di Jakarta. Tapi, sebelum kedua kebijakan itu berlaku, tentunya, Jokowi–Ahok harus merealisasikan dulu angkutan umum massal yang nyaman, aman, cepat, dan terjangkau ongkosnya. Kalau tidak, siapa juga yang mau beralih ke angkutan umum. Nah, jika benar Jokowi–Ahok melarang penjualan premium dan solar di stasiun pengisian bahan bakar umum di Jakarta, subsidi BBM bisa dialihkan untuk pengadaan angkutan umum dan pembangunan infrastrukturnya.
Bila Jakarta punya angkutan umum nyaman, aman, cepat, dan terjangkau ongkosnya, kelak kita akan melihat fenomena baru kelas menengah: naik angkutan umum.
(S.S. Kurniawan, Tajuk Mingguan KONTAN Minggu Pertama Januari 2013)
Selasa, 01 Januari 2013
SMS PREMIUM
Bagi pengguna telepon seluler, siap-siap saja banjir tawaran pesan singkat (SMS) premium. Aturan main yang ditunggu-tunggu penyedia konten alias content provider bakal segera terbit. Paling cepat Februari 2013 nanti, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) akan merilis peraturan baru mengenai penyelenggaraan jasa penyediaan jasa konten pada jaringan telekomunikasi.
Beleid tersebut merupakan revisi Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi (Permenkominfo) Nomor 1 Tahun 2009. Banyak ketentuan anyar yang mengatur penyelenggaraan jasa penyediaan konten, yang semangatnya melindungi konsumen pengguna telepon seluler.
Maklum, kasus pencurian pulsa marak terjadi tahun lalu dengan modus SMS premium. Bahkan, Mabes Polri memperkirakan, total kerugian konsumen akibat kasus itu mencapai Rp 1 triliun.
Nah, agar kasus pencurian pulsa tidak terulang lagi. Kelak, aturan main SMS premium bakal lebih ketat. Contoh, ketentuan pendaftaran atau registrasi jasa konten berlangganan-berbayar. Setelah calon pelanggan mendaftar, penyelenggara jasa penyediaan konten melakukan konfirmasi yang berisi informasi nama konten, biaya, periode berlangganan, dan pemastian berlangganan. Setelah itu, calon pelanggan melakukan persetujuan dengan membalas konfirmasi berlangganan dari penyedia konten. Kalau tidak membalas, registrasi batal.
Tak hanya itu, pengurusan perizinan content provider juga berlapis, yakni izin prinsip dan izin penyelenggaraan. Sebelum mengantongi izin penyelenggaraan, content provider harus melalui serangkaian uji layak operasi. Uji laik operasi bertujuan untuk menguji kepatuhan sistem penyediaan konten.
Content provider pasti keberatan dengan aturan main yang baru ini. Saat ini saja bisnis mereka sudah mati suri, apalagi kalau peraturan tersebut berlaku nantinya.
Tapi, dengan kehadiran aturan baru itu, paling tidak pengguna telepon seluler lebih terlindungi dari kasus pencurian pulsa. Konsumen juga terlindungi dari gangguan privasi dan penawaran yang mengganggu. Sebab, content provider bisa menawarkan konten melalui operator seluler hanya kepada calon pelanggan yang telah menyatakan persetujuan (Opt-In).
Sebetulnya, sejak kasus pencurian pulsa, masyarakat sudah makin berhati-hati terhadap setiap penawaran SMS premium. Cuma, lewat aturan baru SMS premium itu, mereka merasa terlindungi.
(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN 27 Desember 2012)
Beleid tersebut merupakan revisi Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi (Permenkominfo) Nomor 1 Tahun 2009. Banyak ketentuan anyar yang mengatur penyelenggaraan jasa penyediaan konten, yang semangatnya melindungi konsumen pengguna telepon seluler.
Maklum, kasus pencurian pulsa marak terjadi tahun lalu dengan modus SMS premium. Bahkan, Mabes Polri memperkirakan, total kerugian konsumen akibat kasus itu mencapai Rp 1 triliun.
Nah, agar kasus pencurian pulsa tidak terulang lagi. Kelak, aturan main SMS premium bakal lebih ketat. Contoh, ketentuan pendaftaran atau registrasi jasa konten berlangganan-berbayar. Setelah calon pelanggan mendaftar, penyelenggara jasa penyediaan konten melakukan konfirmasi yang berisi informasi nama konten, biaya, periode berlangganan, dan pemastian berlangganan. Setelah itu, calon pelanggan melakukan persetujuan dengan membalas konfirmasi berlangganan dari penyedia konten. Kalau tidak membalas, registrasi batal.
Tak hanya itu, pengurusan perizinan content provider juga berlapis, yakni izin prinsip dan izin penyelenggaraan. Sebelum mengantongi izin penyelenggaraan, content provider harus melalui serangkaian uji layak operasi. Uji laik operasi bertujuan untuk menguji kepatuhan sistem penyediaan konten.
Content provider pasti keberatan dengan aturan main yang baru ini. Saat ini saja bisnis mereka sudah mati suri, apalagi kalau peraturan tersebut berlaku nantinya.
Tapi, dengan kehadiran aturan baru itu, paling tidak pengguna telepon seluler lebih terlindungi dari kasus pencurian pulsa. Konsumen juga terlindungi dari gangguan privasi dan penawaran yang mengganggu. Sebab, content provider bisa menawarkan konten melalui operator seluler hanya kepada calon pelanggan yang telah menyatakan persetujuan (Opt-In).
Sebetulnya, sejak kasus pencurian pulsa, masyarakat sudah makin berhati-hati terhadap setiap penawaran SMS premium. Cuma, lewat aturan baru SMS premium itu, mereka merasa terlindungi.
(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN 27 Desember 2012)
HARGA BBM
Antrean panjang kendaraan bermotor di banyak stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), yang menjadi pemandangan umum dua pekan lalu, sudah tidak tampak lagi. Masalah utama yang membuat antrean mobil dan sepeda motor mengular bak ular naga panjangnya bukan kepalang di pom bensin sudah teratasi.
Kuota BBM bersubsidi cukup sampai akhir tahun, setelah pemerintah menambah 1,23 juta kiloliter (kl) menjadi 45,27 juta kl. Pemerintah memang tidak punya pilihan lain kecuali menambah kuota BBM bersubsidi. Sebab, kuota BBM yang hanya 44,04 juta kl cuma cukup sampai 21 Desember 2012.
Sejatinya, pemerintah lewat Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mencoba mengerem konsumsi premium dan solar, dengan cara mengurangi jatah kuota harian tiap-tiap daerah. Sehingga, kuota tetap 44,04 juta kl.
Tapi yang terjadi, antrean panjang kendaraan bermotor mengular di banyak stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Dan, kejadian yang lebih parah buntut dari antrean di pom bensin adalah menyulut kerusuhan berbau SARA di Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Kuota BBM bersubsidi yang jebol sebetulnya selalu berulang setiap tahun. Dan, tahun depan tampaknya kuota BBM bersubsidi yang hanya 46,01 juta kl juga bakal jebol. Soalnya, rata-rata peningkatan konsumsi premium dan solar per tahun sebesar 11%. Jadi idealnya, kuota BBM bersubsidi di 2013 nanti semestinya paling tidak, ya, 50 juta kl.
Itu sebabnya, perlu langkah ekstrem untuk mengerem laju konsumsi BBM bersubsidi tahun depan. Kalau tidak, duit negara habis terbakar untuk subsidi BBM. Cara yang paling mudah menyelamatkan anggaran negara adalah mengerek harga premium dan solar.
Nah, agar bisa menahan konsumsi BBM bersubsidi, selisih harga BBM bersubsidi dengan nonsubsidi tidak boleh lebar-lebar amat. Jadi, harga BBM bersubsidi setelah naik mesti mendekati BBM nonsubsidi. Paling tidak rentang harganya tidak lebih dari Rp 3.000 per liter.
Dengan begitu, pemilik kendaraan bermotor terutama mobil mau beralih memakai BBM nonsubsidi. Sebab, selisih harganya dengan BBM bersubsidi tidak terlalu besar seperti sekarang yang mencapai dua kali lipat. Jadi, pemerintah bisa memangkas bujet subsidi BBM dari kenaikan harga dan penggunaan BBM bersubsidi yang turun.
Cuma masalahnya, pemerintah berani tidak menaikkan harga BBM bersubsidi tahun depan?
(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN 6 Desember 2012)
Kuota BBM bersubsidi cukup sampai akhir tahun, setelah pemerintah menambah 1,23 juta kiloliter (kl) menjadi 45,27 juta kl. Pemerintah memang tidak punya pilihan lain kecuali menambah kuota BBM bersubsidi. Sebab, kuota BBM yang hanya 44,04 juta kl cuma cukup sampai 21 Desember 2012.
Sejatinya, pemerintah lewat Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mencoba mengerem konsumsi premium dan solar, dengan cara mengurangi jatah kuota harian tiap-tiap daerah. Sehingga, kuota tetap 44,04 juta kl.
Tapi yang terjadi, antrean panjang kendaraan bermotor mengular di banyak stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Dan, kejadian yang lebih parah buntut dari antrean di pom bensin adalah menyulut kerusuhan berbau SARA di Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Kuota BBM bersubsidi yang jebol sebetulnya selalu berulang setiap tahun. Dan, tahun depan tampaknya kuota BBM bersubsidi yang hanya 46,01 juta kl juga bakal jebol. Soalnya, rata-rata peningkatan konsumsi premium dan solar per tahun sebesar 11%. Jadi idealnya, kuota BBM bersubsidi di 2013 nanti semestinya paling tidak, ya, 50 juta kl.
Itu sebabnya, perlu langkah ekstrem untuk mengerem laju konsumsi BBM bersubsidi tahun depan. Kalau tidak, duit negara habis terbakar untuk subsidi BBM. Cara yang paling mudah menyelamatkan anggaran negara adalah mengerek harga premium dan solar.
Nah, agar bisa menahan konsumsi BBM bersubsidi, selisih harga BBM bersubsidi dengan nonsubsidi tidak boleh lebar-lebar amat. Jadi, harga BBM bersubsidi setelah naik mesti mendekati BBM nonsubsidi. Paling tidak rentang harganya tidak lebih dari Rp 3.000 per liter.
Dengan begitu, pemilik kendaraan bermotor terutama mobil mau beralih memakai BBM nonsubsidi. Sebab, selisih harganya dengan BBM bersubsidi tidak terlalu besar seperti sekarang yang mencapai dua kali lipat. Jadi, pemerintah bisa memangkas bujet subsidi BBM dari kenaikan harga dan penggunaan BBM bersubsidi yang turun.
Cuma masalahnya, pemerintah berani tidak menaikkan harga BBM bersubsidi tahun depan?
(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN 6 Desember 2012)
ALIH DAYA
Meski pengusaha sektor alih daya alias outsourcing belum sepakat, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar tetap merilis aturan main baru tentang sistem outsourcing. Ketentuan ini tertuang dalam peraturan menakertrans yang Muhaimin teken pada Kamis (15/11) pekan lalu.
Seperti yang sudah digembar-gemborkan sebelumnya, lewat beleid itu, pemerintah cuma mengizinkan lima jenis pekerjaan untuk dialih daya, yaitu jasa pembersihan (cleaning service), keamanan, transportasi, katering, serta jasa migas dan pertambangan. Muhaimin lebih senang menyebutnya dengan pola hubungan kerja dengan perusahaan pengerah jasa pekerja.
Cuma masalahnya, aturan anyar soal outsourcing masih membuka ruang bagi jenis pekerjaan lain untuk dialih dayakan. Hanya sistemnya dengan pola pemborongan yang menggunakan subkontrak perusahaan atawa perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Dan, Muhaimin mengklaim, semua pihak termasuk pengusaha dan buruh sepakat dengan aturan main baru ini.
Atinya, outsourcing sejatinya tetap berlaku untuk jenis pekerjaan lain. Hanya polanya saja yang berbeda, yakni pemborongan. Dan, sejauh ini Muhaimin belum menegaskan, apakah pekerjaan yang dialihkan dengan pola pemborongan juga termasuk pekerjaan inti. Kalau pekerjaan inti tetap boleh dialihdayakan, sekalipun polanya borongan, tentu sama saja bohong, dong.
Itu sebabnya, Permenakertrans Outsourcing harus sesuai dengan perintah Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan yang sudah "direvisi" Mahkamah Konstitusi. Yaitu, bidang pekerjaan yang boleh diberikan pada perusahaan outsourcing adalah pekerjaan yang bukan merupakan kegiatan utama perusahaan. Memang, sih, aturan main di UU Ketenagakerjaan mengenai outsourching sebetulnya tidak jelas dan tegas amat. Makanya, di permenakertrans harus ada kriteria tentang pekerjaan inti dan non-inti dengan lebih jelas dan tegas.
Jadi, pengusaha tidak bisa lagi mengambil keuntungan dari ketidakjelasan kriteria pekerjaan inti dan non-inti. Dengan aturan yang tidak jelas, pengusaha menjadi leluasa membuat aturan yang paling menguntungkan buat mereka.
Setelah permenakertrans ini berlaku, pemerintah pusat dan daerah harus rajin turun ke lapangan untuk mengecek pelaksanaannya. Jangan sampai ada yang melanggar. Kalau ada yang nekad melanggar, sanksinya harus betul-betul tegas.
(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN 19 November 2012)
Seperti yang sudah digembar-gemborkan sebelumnya, lewat beleid itu, pemerintah cuma mengizinkan lima jenis pekerjaan untuk dialih daya, yaitu jasa pembersihan (cleaning service), keamanan, transportasi, katering, serta jasa migas dan pertambangan. Muhaimin lebih senang menyebutnya dengan pola hubungan kerja dengan perusahaan pengerah jasa pekerja.
Cuma masalahnya, aturan anyar soal outsourcing masih membuka ruang bagi jenis pekerjaan lain untuk dialih dayakan. Hanya sistemnya dengan pola pemborongan yang menggunakan subkontrak perusahaan atawa perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Dan, Muhaimin mengklaim, semua pihak termasuk pengusaha dan buruh sepakat dengan aturan main baru ini.
Atinya, outsourcing sejatinya tetap berlaku untuk jenis pekerjaan lain. Hanya polanya saja yang berbeda, yakni pemborongan. Dan, sejauh ini Muhaimin belum menegaskan, apakah pekerjaan yang dialihkan dengan pola pemborongan juga termasuk pekerjaan inti. Kalau pekerjaan inti tetap boleh dialihdayakan, sekalipun polanya borongan, tentu sama saja bohong, dong.
Itu sebabnya, Permenakertrans Outsourcing harus sesuai dengan perintah Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan yang sudah "direvisi" Mahkamah Konstitusi. Yaitu, bidang pekerjaan yang boleh diberikan pada perusahaan outsourcing adalah pekerjaan yang bukan merupakan kegiatan utama perusahaan. Memang, sih, aturan main di UU Ketenagakerjaan mengenai outsourching sebetulnya tidak jelas dan tegas amat. Makanya, di permenakertrans harus ada kriteria tentang pekerjaan inti dan non-inti dengan lebih jelas dan tegas.
Jadi, pengusaha tidak bisa lagi mengambil keuntungan dari ketidakjelasan kriteria pekerjaan inti dan non-inti. Dengan aturan yang tidak jelas, pengusaha menjadi leluasa membuat aturan yang paling menguntungkan buat mereka.
Setelah permenakertrans ini berlaku, pemerintah pusat dan daerah harus rajin turun ke lapangan untuk mengecek pelaksanaannya. Jangan sampai ada yang melanggar. Kalau ada yang nekad melanggar, sanksinya harus betul-betul tegas.
(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN 19 November 2012)
SAPI PERAH
Bukan barang baru, sebetulnya, badan usaha milik negara (BUMN) menjadi sapi perahan sejumlah individu maupun kelompok. Bahkan, perusahaan pelat merah yang merugi pun tak luput dari sasaran pemerasan.
Tapi, ibarat kentut yang cuma tercium baunya, kebanyakan kabar pemerasan terhadap perusahaan pelat merah yang beredar sulit dibuktikan. Tak ada yang berani bicara secara blak-blakan ke publik untuk mengungkap fakta.
Dan, Dahlan Iskan menjadi salah satu orang yang berani membuka praktik pemerasan beberapa anggota DPR terhadap perusahaan milik pemerintah. Kemarin, Menteri BUMN ini menyerahkan dua nama anggota dewan yang "memalak" dan tiga peristiwa "pemalakan" ke Badan Kehormatan DPR.
Menurut Dahlan, praktik pemerasan itu berkaitan dengan penyertaan modal negara (PNM) dan terjadi tahun ini. Dahlan memang tidak menyebut nama-nama BUMN yang menjadi sapi perahan.
Namun, sekadar informasi saja, tahun ini, pemerintah merilis 14 peraturan pemerintah yang masing-masing berisi penambahan PNM kepada PT ASDP Indonesia Ferry, PT Jasa Tirta I, PT Angkasa Pura II, PT Pelabuhan Indonesia (Pelinod) III, PT Pertamina, PT Pelindo I, Perum Damri, Perum Percetakan Negara, PT Pelni, Perum Prasarana Perikanan Samudera, PT Pos Indonesia, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, PT Nindya Karya, dan ?PT Dirgantara Indonesia.
Tentu, penambahan penyertaan modal ini membutuhkan lampu hijau dari Senayan, tempat wakil rakyat bermarkas. Nah, permohonan penambahan PMN itu menjadi celah bagi anggota DPR melakukan pemerasan terhadap BUMN. Kalau mau mendapat persetujuan, tentu ada harganya dan tidak murah.
Hanya, praktik pemerasan terhadap BUMN tidak hanya terjadi sewaktu pemerintah ingin menambah penyertaan modal, tapi juga ketika meminta izin privatisasi. Seorang pejabat BUMN pernah membisikkan, untuk mengantongi restu privatisasi dari DPR kala itu, perusahaannya harus menyerahkan upeti hingga miliaran rupiah. Wow!
Dahlan bilang, ada empat modus yang sering dilakukan anggota DPR untuk meminta jatah kepada BUMN. Yakni, meminta jatah uang, proyek, fasilitas, dan sanak saudaranya menjadi pegawai BUMN.
Ya, semoga saja langkah Dahlan ini betul-betul memberi efek jera bagi anggota DPR. Sehingga, tidak ada lagi praktik pemerasan terhadap BUMN. Mungkin enggak, ya?
(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 6 November 2012)
Tapi, ibarat kentut yang cuma tercium baunya, kebanyakan kabar pemerasan terhadap perusahaan pelat merah yang beredar sulit dibuktikan. Tak ada yang berani bicara secara blak-blakan ke publik untuk mengungkap fakta.
Dan, Dahlan Iskan menjadi salah satu orang yang berani membuka praktik pemerasan beberapa anggota DPR terhadap perusahaan milik pemerintah. Kemarin, Menteri BUMN ini menyerahkan dua nama anggota dewan yang "memalak" dan tiga peristiwa "pemalakan" ke Badan Kehormatan DPR.
Menurut Dahlan, praktik pemerasan itu berkaitan dengan penyertaan modal negara (PNM) dan terjadi tahun ini. Dahlan memang tidak menyebut nama-nama BUMN yang menjadi sapi perahan.
Namun, sekadar informasi saja, tahun ini, pemerintah merilis 14 peraturan pemerintah yang masing-masing berisi penambahan PNM kepada PT ASDP Indonesia Ferry, PT Jasa Tirta I, PT Angkasa Pura II, PT Pelabuhan Indonesia (Pelinod) III, PT Pertamina, PT Pelindo I, Perum Damri, Perum Percetakan Negara, PT Pelni, Perum Prasarana Perikanan Samudera, PT Pos Indonesia, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, PT Nindya Karya, dan ?PT Dirgantara Indonesia.
Tentu, penambahan penyertaan modal ini membutuhkan lampu hijau dari Senayan, tempat wakil rakyat bermarkas. Nah, permohonan penambahan PMN itu menjadi celah bagi anggota DPR melakukan pemerasan terhadap BUMN. Kalau mau mendapat persetujuan, tentu ada harganya dan tidak murah.
Hanya, praktik pemerasan terhadap BUMN tidak hanya terjadi sewaktu pemerintah ingin menambah penyertaan modal, tapi juga ketika meminta izin privatisasi. Seorang pejabat BUMN pernah membisikkan, untuk mengantongi restu privatisasi dari DPR kala itu, perusahaannya harus menyerahkan upeti hingga miliaran rupiah. Wow!
Dahlan bilang, ada empat modus yang sering dilakukan anggota DPR untuk meminta jatah kepada BUMN. Yakni, meminta jatah uang, proyek, fasilitas, dan sanak saudaranya menjadi pegawai BUMN.
Ya, semoga saja langkah Dahlan ini betul-betul memberi efek jera bagi anggota DPR. Sehingga, tidak ada lagi praktik pemerasan terhadap BUMN. Mungkin enggak, ya?
(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 6 November 2012)
Langganan:
Postingan (Atom)