Selasa, 18 September 2012

BPJS

Menjelang kick off pada Januari 2014 mendatang, pemerintah terus menyiapkan tetek bengek yang berkaitan dengan operasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Khususnya BPJS 1 yang mengelola jaminan kesehatan lantaran lembaga ini yang pertama beroperasi. Sedang BPJS 2 yang menangani jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun baru mulai bekerja Juli 2015.
Salah satu isu krusial yang pemerintah bahas adalah besaran iuran bagi para pekerja yang menjadi peserta BPJS 1. Maklum, pemerintah hanya menanggung iuran program jaminan kesehatan bagi warga miskin. Saat beroperasi kelak, BPJS 1 akan menjalankan program jaminan kesehatan seluruh masyarakat, termasuk yang baru lahir.
Pemerintah telah menyepakati besaran iuran bagi pekerja yakni 5% dari gaji, dari usulan sebelumnya sebesar 6%. Dari iuran 5% ini, pembagiannya 60:40. Jadi, pengusaha diwajibkan menanggung beban sebesar 3% dari upah si pegawai, sementara pekerja menyetor iuran 2% dari gaji bulanannya.
Dengan menjadi peserta BPJS, seluruh peserta akan mendapat paket manfaat jaminan kesehatan yang sama atau esensial. Maksudnya, pelayanan kesehatan perorangan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai. Misalnya, imunisasi dan pemeriksaan kehamilan, rawat jalan dan rawat inap, serta pemberian frame kacamata standar. Jadi, kaya atau miskin, standar pelayanan kesehatannya tetap sama.
Kini, publik tinggal menunggu pelaksanaannya di lapangan. Tentu masyarakat sangat berharap implementasinya tidak seperti program sejenis seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Meski sudah memegang kartu Jamkesmas dan Jamkesda, masih ada rumahsakit yang menolak warga yang ingin berobat.
Yang juga tidak kalah penting, proses pencairan klaim dari rumahsakit ke BPJS 1 harus cepat. Meski tetap harus teliti, proses verifikasi jangan sampai berbelit. Sebab, hasil pencairan klaim sangat penting bagi kelanjutan operasional rumahsakit, semisal, untuk gaji pegawai dan pengadaan obat-obatan.
Tapi, pemerintah dan BPJS harus bersikap tegas terhadap praktik-praktik curang yang dilakukan rumahsakit. Contoh, melakukan mark up biaya pengobatan. Sanksi tegas mesti pemerintah ambil agar program mulia ini bisa berjalan.


(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN Edisi 30 Juni 2012) 

Tidak ada komentar: