Selasa, 18 September 2012

NOMOR TUNGGAL GAWAT DARURAT

Ngeri betul. Korban terus berjatuhan di jalan raya. Data terbaru yang Kementerian Perhubungan rilis pekan lalu menyebutkan, kecelakaan lalu lintas selama arus mudik dan balik Lebaran tahun ini saja mencapai 5.233 kejadian. Sebanyak 908 orang pun meregang nyawa dalam kejadian tersebut. Itu berarti, angka kecelakaan ini melonjak 10,3% ketimbang saat arus mudik dan balik Lebaran tahun lalu.
Data yang lebih mengerikan lagi ada di Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri). Trunojoyo mencatat, sepanjang tahun lalu terjadi 106.129 kecelakaan lalu lintas, dengan korban tewas mencapai 30.629 orang dan kerugian material Rp 278,4 miliar. Angka kecelakaan ini naik 2,27% dibanding dengan tahun lalu.
Tak heran, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2010 menempatkan Indonesia sebagai negara dengan korban kecelakaan lalu lintas tertinggi di dunia setelah Nepal. Dan, kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab kematian paling tinggi di negara kita setelah penyakit stroke dan serangan jantung.
Saking banyaknya kecelakaan, sejumlah pihak sampai menyebut korban kecelakaan lalu lintas di Tanah Air melebihi korban perang. Bahkan, lebih dahsyat ketimbang kematian yang disebabkan senjata pemusnah massal modern sekalipun. Jalan raya bak the killing field alias ladang pembunuhan bagi penggunanya.
Disiplin dalam berkendara menjadi salah satu penyebab utama kecelakaan lalu lintas. Lampu merah diterabas, begitu juga dengan pintu perlintasan kereta api. Pokoknya, para pelakunya sudah kayak punya nyawa sembilan saja. Meminjam kalimat Tatang Kurniadi, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT): masyarakat kita adalah masyarakat yang cenderung mau celaka.
Tapi, angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas juga bisa ditekan dengan pertolongan pertama pada korban kecelakaan. Dengan cara yang benar, tentunya. Dan, untuk urusan yang beginian, sebetulnya masyarakat kita sangat cepat dan tanggap. Tapi, pengetahuan yang minim dalam memberikan pertolongan pertama seringkali berakibat fatal bagi si korban kecelakaan. Salah dalam mengangkat korban yang mengalami memar di sekitar leher, misalnya, bisa berujung pada kematian.
Selain pengetahuan yang cukup mengenai pertolongan pertama, kehadiran unit ambulans gawat darurat sejatinya mutlak di Indonesia terutama di kota-kota besar. Jakarta sudah punya unit ini di bawah bendera dinas kesehatan, walau jumlahnya masih minim. Tapi masalahnya, kebanyakan warga Ibukota tidak tahu layanan gratis ini lantaran sosialisasinya yang kurang. Alhasil, kalau menjumpai korban kecelakaan lalu lintas atau korban kejadian luar biasa lainnya seperti bom, masyarakat menangani dengan caranya sendiri.
Tampaknya, mimpi Indonesia punya nomor tunggal gawat darurat harus segera diwujudkan. Mencontek Amerika Serikat dengan 911-nya, Australia 000, Selandia Baru 111, dan Inggris 999. Bahkan, negara tetangga Malaysia juga sudah memiliki nomor tunggal gawat darurat 999 dan Filipina 117. Dengan begitu, publik enggak perlu-perlu repot menghafal nomor-nomor gawat darurat yang ada saat ini, seperti polisi dengan nomor 112-nya, pemadam kebakaran 113, dan ambulans 118. Sosialisasinya pun lebih gampang.
Jakarta bisa menjadi proyek percontohan untuk memulai nomor tunggal gawat darurat. Sebab, kota ini sudah punya satuan emergency komplet: polisi, pemadam kebakaran, dan ambulans. Jadi, warga tidak perlu bingung lagi kalau mau menghubungi polisi, pemadam, atau ambulans. Cukup menekan satu nomor, masyarakat bisa mengontak mereka.


(S.S. Kurniawan, Tajuk Mingguan KONTAN Edisi Minggu Kedua September 2012)

Tidak ada komentar: