Senin, 09 Januari 2012

FREEPORT

Aksi mogok kerja karyawan PT Freeport Indonesia yang hampir berlangsung selama dua bulan penuh tidak hanya bikin pusing manajemen perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu saja. Tetapi juga membuat cemas perusahaan tambang asing lainnya yang beroperasi di Indonesia.
Sebab, bukan tidak mungkin, aksi ribuan karyawan Freeport yang menuntut kenaikan gaji itu menular ke pekerja perusahaan tambang lain. Apalagi, kalau sampai manajemen perusahaan yang menambang emas dan tembaga di Papua tersebut menyerah dan memenuhi tuntutan karyawannya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia (API) Syahrir A.B. mengungkapkan, serikat pekerja perusahaan tambang lain, seperti Newmont, Inco, dan Nusa Halmahera Mineral, sudah pasang kuda-kuda. Jika manajemen Freeport sampai mengabulkan tuntutan karyawan mereka, pekerja perusahaan tambang lain akan melakukan hal yang sama: mogok kerja dan meminta kenaikan upah.
Tak heran, santer beredar kabar, perusahaan tambang lainnya mendesak Freeport untuk tidak memenuhi tuntutan karyawannya. Sikap Freeport sendiri sejauh ini sudah melunak dua kali. Dalam perundingan dengan pekerja mereka mau mengerek tawaran kenaikan gaji dari 20% dari upah pekerja terendah yang saat ini US$ 2,1 per jam menjadi 25%, kemudian 30%. Tapi, tentu saja, jumlah itu masih jauh dari tuntutan pekerja Freeport.
Sebetulnya, tuntutan karyawan Freeport tidak muluk-muluk amat. Mereka hanya meminta kenaikan gaji sebesar US$ 7,5 per jam untuk pekerja di level paling bawah. Angka ini masih jauh di bawah upah pekerja level terendah Freeport di Cile, yang sama-sama negara berkembang, yang sebesar US$ 11,5 per jam. Bahkan, bulan ini, gaji pekerja terendah Freeport di Cile akan naik menjadi US$ 12,1 per jam.
Agar polemik ini tak berkepanjangan, pemerintah memang harus turun tangan menengahi kisruh di tubuh Freeport. Namun, pemerintah harus betul-betul berlaku adil. Jangan mentang-mentang Freeport akan menambah investasi di negara kita, begitu komitmen Richard Adkerson, CEO Freeport McMoran, saat bertemu Presiden SBY di sela-sela KTT APEC di Hawaii kemarin, pemerintah berat sebelah.
Dalam perundingan yang sudah berkali-kali deadlock, pemerintah mesti segera mengiring pekerja dan manajemen Freeport untuk menghasilkan sebuah keputusan yang win-win solution.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 15 November 2011)

Tidak ada komentar: