Rabu (18/6) pekan lalu, DPR mengesahkan Undang-Undang tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014. Dalam
beleid ini, pemerintah batal memangkas bujet belanja kementerian dan
lembaga sebesar Rp 100 triliun, melainkan hanya sekitar Rp 42 triliun.
Alhasil, pemerintah terpaksa memangkas anggaran subsidi bahan bakar
minyak (BBM), listrik, dan public service obligation (PSO). Cuma, khusus
subsidi BBM, bukan anggarannya yang digunting, tapi volume konsumsinya
sebesar 2 juta kiloliter (kl) menjadi 46 juta kl. Meski begitu, tetap
saja subsidi BBM tahun ini menciut dari usulan pemerintah sebesar Rp
284,9 triliun menjadi tinggal Rp 246,5 triliun.
Ujung dari pemangkasan subsidi listrik adalah kenaikan tarif listrik
bagi enam golongan pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Untungnya, tarif setrum untuk golongan pelanggan menengah ke bawah:
berdaya 450 volt ampere (VA) dan 900 VA tidak naik.
Hanya, penumpang kereta api kelas ekonomi jarak sedang dan jauh yang
notabene dari menengah bawah gigit jari. Gara-gara PSO untuk PT Kereta
Api Indonesia (KAI) dipangkas, harga tiket kereta ekonomi naik lagi dua
kali lipat lebih, mulai September 2014 nanti.
Memang, pengurangan kuota volume konsumsi BBM tidak mengerek harga BBM
bersubsidi. Tapi, bukan berarti kebijakan ini jauh dari masalah. Sebab,
pemerintah memakai jurus-jurus usang untuk mengurangi penggunaan BBM
bersubsidi usang, dan terbukti kurang ampuh karena dijalankan setengah
hati. Misalnya, melarang kendaraan pelat merah menenggak BBM bersubsidi
dan konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG) untuk kendaraan.
Jurus barunya adalah pengurangan mulut selang atawa nozzle BBM
bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Tapi, sejauh
ini belum ada tanda-tanda pemerintah akan melakukannya. Dan, sejatinya
ini rencana lama yang hingga kini belum terlaksana.
Nah, jika semua rencana tersebut tidak berhasil 100%, kuota konsumsi BBM
bersubsidi tahun ini bisa jebol. Padahal, menurut UU APBN-P 2014,
pemerintah tak bisa mengajukan tambahan subsidi BBM bila konsumsi BBM
melebihi kuota.
Kalau sudah begini, kejadian di akhir 2012 bisa
terulang. Saat itu, selama dua pekan antrean kendaraan mengular di
banyak SPBU. Soalnya, pemerintah terpaksa mengurangi jatah harian
pasokan premium dan solar ke semua pom bensin, agar kuota BBM tidak
jebol.
Wah, gawat, dong.
S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN Edisi 24 Juni 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar