Senin, 16 Juni 2014

KANKER SUBSIDI

Subsidi bahan bakar minyak (BBM) bak penyakit kanker. Dalam enam tahun terakhir, anggaran subsidi BBM terus membengkak. Dan, tak mudah buat pemerintah mengurangi apalagi menghilangkan subsidi BBM. 
Bagaimana tidak? Rakyat sudah telanjur keenakan menikmati harga premium dan solar yang murah. Alhasil, setiap kali pemerintah mengerek harga BBM bersubsidi, protes keras muncul di mana-mana. 
Cuma celakanya, meski sudah menjalani kemoterapi yang menyakitkan, kanker tetap menyebar. Begitu juga dengan subsidi BBM. Walau pemerintah telah menaikkan harga BBM bersubsidi yang melukai hati banyak orang, tetap, bujet subsidi BBM membengkak. 
Buktinya, tahun lalu subsidi BBM menembus angka Rp 210 triliun atau mencapai 105,1% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 yang hanya Rp 199 triliun. Padahal, tahu sendiri, harga BBM sudah naik. 
Tambah lagi sebetulnya, konsumsi BBM bersubsidi tahun lalu tak memakan habis kuota sebanyak 47,89 juta kiloliter (kl). Pemakaian BBM bersubsidi hanya 46,25 juta kl. Tapi, karena rupiah melemah tajam dan BBM harus diimpor, anggaran subsidi pun melonjak tinggi. 
Lagi-lagi, gara-gara nilai tukar rupiah melemah, subsidi BBM tahun ini membengkak. Enggak tanggung-tanggung, ketimbang di APBN 2014, subsidi BBM bertambah Rp 74,25 triliun atawa 35,2% menjadi Rp 284,98 triliun dalam Rancangan APBN-P 2014. Untuk kuota konsumsi BBM bersubsidi tidak berubah, tetap sebanyak 48 juta kl. 
Sejauh ini, pemerintah tetap membiarkan kanker subsidi BBM menyebar dalam tubuh APBN. Belum ada upaya mengerem apalagi mengurangi anggaran subsidi BBM. Lihat saja, meski PT Pertamina memproyeksikan konsumsi BBM bersubsidi bisa mencapai 48,5 juta kl tahun ini, tidak ada langkah nyata pemerintah untuk sekadar mengerem pemakaian premium dan solar. Baru sebatas wacana, tidak lebih, misalnya, melarang stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) menjual BBM bersubsidi di akhir pekan. 
Tampaknya, Susilo Bambang Yudhoyono tidak ingin menambah cacat di ujung pemerintahannya, dengan membuat kebijakan tidak populer terkait BBM bersubsidi. Tak pelak, subsidi BBM menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintahan yang baru hasil pemilihan presiden, 9 Juli mendatang. 
Jadi kelihatannya, subsidi BBM akan tetap menjadi kanker yang terus menyebar di tubuh APBN.

S.S. Kurniawan, Tajuk KONTAN Edisi 3 Juni 2014

Tidak ada komentar: