Subsidi bahan bakar minyak (BBM) bak penyakit kanker. Dalam enam tahun
terakhir, anggaran subsidi BBM terus membengkak. Dan, tak mudah buat
pemerintah mengurangi apalagi menghilangkan subsidi BBM.
Bagaimana
tidak? Rakyat sudah telanjur keenakan menikmati harga premium dan solar
yang murah. Alhasil, setiap kali pemerintah mengerek harga BBM
bersubsidi, protes keras muncul di mana-mana.
Cuma celakanya, meski sudah menjalani kemoterapi yang menyakitkan,
kanker tetap menyebar. Begitu juga dengan subsidi BBM. Walau pemerintah
telah menaikkan harga BBM bersubsidi yang melukai hati banyak orang,
tetap, bujet subsidi BBM membengkak.
Buktinya, tahun lalu subsidi BBM menembus angka Rp 210 triliun atau
mencapai 105,1% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Perubahan (APBN-P) 2013 yang hanya Rp 199 triliun. Padahal, tahu
sendiri, harga BBM sudah naik.
Tambah lagi sebetulnya, konsumsi BBM
bersubsidi tahun lalu tak memakan habis kuota sebanyak 47,89 juta
kiloliter (kl). Pemakaian BBM bersubsidi hanya 46,25 juta kl. Tapi,
karena rupiah melemah tajam dan BBM harus diimpor, anggaran subsidi pun
melonjak tinggi.
Lagi-lagi, gara-gara nilai tukar rupiah melemah, subsidi BBM tahun ini
membengkak. Enggak tanggung-tanggung, ketimbang di APBN 2014, subsidi
BBM bertambah Rp 74,25 triliun atawa 35,2% menjadi Rp 284,98 triliun
dalam Rancangan APBN-P 2014. Untuk kuota konsumsi BBM bersubsidi tidak
berubah, tetap sebanyak 48 juta kl.
Sejauh ini, pemerintah tetap membiarkan kanker subsidi BBM menyebar
dalam tubuh APBN. Belum ada upaya mengerem apalagi mengurangi anggaran
subsidi BBM. Lihat saja, meski PT Pertamina memproyeksikan konsumsi BBM
bersubsidi bisa mencapai 48,5 juta kl tahun ini, tidak ada langkah nyata
pemerintah untuk sekadar mengerem pemakaian premium dan solar. Baru
sebatas wacana, tidak lebih, misalnya, melarang stasiun pengisian bahan
bakar umum (SPBU) menjual BBM bersubsidi di akhir pekan.
Tampaknya, Susilo Bambang Yudhoyono tidak ingin menambah cacat di ujung
pemerintahannya, dengan membuat kebijakan tidak populer terkait BBM
bersubsidi. Tak pelak, subsidi BBM menjadi pekerjaan rumah besar bagi
pemerintahan yang baru hasil pemilihan presiden, 9 Juli mendatang.
Jadi kelihatannya, subsidi BBM akan tetap menjadi kanker yang terus
menyebar di tubuh APBN.
S.S. Kurniawan, Tajuk KONTAN Edisi 3 Juni 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar