Jarang-jarang, lo, sidang paripurna DPR punya agenda pengesahan
peraturan pemerintah (PP). Biasanya yang sudah-sudah, agenda sidang yang
semestinya dihadiri semua wakil rakyat yang bermarkas di Senayan itu
adalah pengesahan undang-undang (UU). Pengesahan PP merupakan hak
pemerintah.
Tapi, sidang paripurna yang digelar 28 Januari 2014 lalu malah membahas
pengesahan PP Kebijakan Energi Nasional. Produk turunan UU No 30/2007
tentang Energi tersebut memang harus mendapat restu dari dewan, sesuai
perintah undang-undangnya.
Hujan interupsi pun turun dalam sidang paripurna tersebut. Sejumlah
anggota DPR protes dengan kehadiran frasa "keuntungan bagi negara" di
Pasal 1 dalam pengertian harga energi ditetapkan berdasarkan nilai
keekonomian berkeadilan. Namun, setelah melewati proses lobi-lobi di
tingkat pimpinan dewan dan fraksi, frasa itu dihilangkan.
Cuma sejatinya, ada pasal dalam PP Kebijakan Energi Nasional yang bisa
menyulut hujan interupsi dalam sidang paripurna DPR yang lebih deras
lagi. Yakni, Pasal 20 ayat 3 huruf b yang menyatakan, pengurangan
subsidi BBM dan listrik secara bertahap sampai kemampuan daya beli
masyarakat tercapai.
Itu berarti, harga bahan bakar bersubsidi (BBM)
bersubsidi dan tarif listrik bakal naik seiring pengurangan subsidi
energi secara bertahap.
Menurut PP Kebijakan Energi Nasional, kelak subsidi hanya untuk golongan
masyarakat tidak mampu.
Sebab, sudah bukan rahasia lagi, masih banyak
orang kaya yang menikmati subsidi BBM dan listrik. Lihat saja di stasiun
pengisian bahan bakar umum (SPBU), tak sedikit mobil mewah ikut antre
membeli premium. Apalagi, saat ini harga BBM nonsubsidi menembus angka
Rp 11.000 per liter, beda jauh dengan premium yang cuma Rp 6.500.
Banyak partai politik (parpol) yang belakangan sepakat, subsidi energi
terutama BBM sudah sangat memberatkan keuangan negara. Sehingga, subsidi
energi harus dipangkas. Begitu pandangan yang tergambar dalam Rubrik
Bedah Ekonomi Parpol KONTAN.
Betul. Subsidi BBM terus membengkak dari tahun ke tahun. Di 2013,
subsidi BBM mencapai Rp 210 triliun atau 105,1% dari target. Sedang
target 2014 sebesar Rp 210,73 triliun. Makanya, subsidi BBM memang harus
dikurangi. Tapi, hasil penghematannya juga harus bermanfaat luas untuk
masyarakat. Misalnya, untuk pembangunan infrastruktur dan pengadaan
transportasi massal yang murah.
S.S. Kurniawan, Tajuk KONTAN Edisi 18 Februari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar