Kamis, 28 Juni 2012

PEMBATASAN BBM JALAN TERUS

Entah apa yang ada di dalam benak pemerintah. Rencana melarang mobil pribadi menenggak bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi batal lagi. Padahal, rencana pemerintah yang terakhir kemarin boleh dibilang sudah cukup matang, lebih detail ketimbang sebelum-sebelumnya.

Contohnya, pemerintah sudah menetapkan mobil dengan kapasitas mesin di atas 1.500 cc haram hukumnya menggunakan premium. Sebagai tahap awal, larangan ini berlaku di wilayah Jabodetabek dulu mulai Juli 2012 mendatang. Baru kemudian menyusul secara bertahap Pulau Jawa dan luar Jawa.
Bahkan untuk pengawasan pelaksanaan di lapangan, pemerintah sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp 400 miliar untuk Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Lembaga yang bertanggungjawab ?terhadap distribusi BBM bersubsidi juga sudah menyiapkan skenario pengawasan. Misalnya, menempel stiker di mobil pelat hitam yang boleh memakai BBM bersubsidi.
Tapi, lagi-lagi, rencana pembatasan--pengendalian pemerintah lebih suka menyebutnya--BBM bersubsidi buyar. Padahal, anggaran subsidi BBM yang bisa hemat tidak sedikit dari upaya ini. Soalnya, ada sekitar 40% mobil pribadi ber-cc di atas 1.500 dari total kendaraan pelat merah di negara kita.
ReforMiner Institute menghitung, jika pembatasan hanya dilakukan di Jabodetabek, nilai penghematannya mencapai Rp 12,78 triliun per tahun untuk premium dan solar. Tetapi, jika hanya premium yang dibatasi, pemerintah menghemat Rp 8,15 triliun. Ingat, itu baru Jakarta sekitarnya. Kalau pembatasan berlaku di Jawa atau secara nasional, pasti angka penghematannya berlipat-lipat.
Namun, yang paling penting, subsidi BBM menjadi cukup tepat sasaran. Cukup? Ya, karena masih ada 60% mobil pribadi yang masih boleh minum BBM bersubsidi. Penerima subsidi dalam kamus pemerintah, kan, orang yang tidak mampu. Dan, yang punya mobil pribadi sudah tentu orang mampu, dong.
Lagi-lagi dan lagi-lagi, pemerintah memilih mengimbau, bukan melarang kendaraan pribadi mengkonsumsi BBM bersubsdi. Meski, cara ini sudah tidak terbukti berhasil. Lihat saja, paling tidak empat bulan terakhir konsumsi BBM bersubsidi selalu melebihi kuota bulanan yang ditetapkan. Hitungan Bank Indonesia, kalau pemerintah tak melakukan apa pun, subsidi BBM naik menjadi Rp 250 triliun dari sebelumnya Rp 137,4 triliun.
Memang, pemerintah bukan tidak melakukan langkah pembatasan apapun. Salah satunya adalah melarang truk-truk pengangkut batubara dan hasil perkebunan mengisi bensin di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Alhasil, pemerintah sempat menolak tambahan jatah BBM bersubsidi untuk wilayah Kalimantan. Toh, pekan lalu, sikap pemerintah melunak setelah empat gubernur di Borneo mengancam bakal menyetop batubara keluar dari pulau mereka, dan bersedia menambah pasokan premium serta solar. Kalau sudah begini, kuota BBM bersubsidi yang cuma 40 juta kiloliter tahun ini akan semakin jebol.
Karena itu, rencana melarang mobil pribadi menggunakan BBM bersubsidi harus jalan terus. Kenaikan harga premium dan solar belum tentu mengerem konsumsi karena orang tetap membeli BBM bersubsidi. Ditambah, subsidi BBM akan selamanya salah sasaran. Tapi, duit penghematan dari pembatasan sebagian dipakai untuk menyediakan transportasi publik yang nyaman, aman, cepat, dan murah. Jadi, pemilik kendaraan pribadi mau beralih naik angkutan umum. Efeknya ganda: konsumsi BBM bersubsidi berkurang dan jalanan menjadi tidak macet-macet amat. Mau?

(S.S. Kurniawan, Tajuk Mingguan KONTAN Edisi Minggu Ketiga Mei 2012)

Tidak ada komentar: