Jumat, 05 Agustus 2011

HARUS LEBIH BERANI

Kayaknya, tak mau mendapat protes di sana-sini, termasuk hujatan dan sumpah serapah dari rakyatnya, Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memilih nombok puluhan triliun, persisnya Rp 33,7 triliun untuk menutup pembengkakkan anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM).
Tentu saja, jumlah itu bukan angka yang kecil. Tambahan anggaran subsidi BBM setara dengan tiga kali lipat dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri tahun ini. Atau, sama dengan membangun 482 kilometer jalan baru termasuk biaya pembebasan lahannya atawa sekitar 6.750 gedung sekolah baru.
Pemerintahan SBY ogah mengambil opsi mengerek harga BBM bersubsidi, sekalipun syarat untuk menempuh kebijakan itu berdasarkan Undang-Undang APBN 2011 sudah terpenuhi. Yakni, harga minyak mentah Indonesia (ICP) rata-rata sudah 10% di atas asumsi ICP yang sebesar US$ 80 per barel.
Memang beban rakyat tidak bertambah dengan keputusan pemerintah tidak menaikkan harga BBM bersubsidi. Tapi, yang lebih banyak menikmati kebijakan ini adalah pemilik mobil pribadi, yang notabenenya masyarakat kelas menengah atas. Soalnya, sekitar 53% kuota BBM bersubsisi yang tahun ini bakal mencapai 40,5 juta kiloliter kesedot oleh mobil pribadi.
Jadi, adalah sangat-sangat bijak kalau memang tidak ingin mengerek harga BBM subsidi, Pemerintahan SBY melarang mobil pribadi menenggak BBM bersubsidi, kebijakan yang semestinya sudah bergulir sejak September tahun lalu. Tentu saja, keputusan ini cukup memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Makanya, merupakan langkah yang tepat ketika Pemerintahan SBY menghiupkan lagi program penghematan energi. Yang salah satu caranya memangkas bujet transportasi kementerian dan lembaga plus badan usaha milik negara (BUMN). Termasuk membatasi penggunaan mobil dinas.
Bahkan, Pemerintahan SBY juga meminta pegawai negeri sipil (PNS) dan karyawan BUMN termasuk keluarganya untuk tidak memakai BBM bersubsidi. Harapannya, program ini bisa menjadi contoh untuk yang lain mengikuti jejak.
Sayang, program penghematan itu hanya imbauan. Semestinya, Pemerintahan SBY lebih berani lagi, tidak sebatas imbauan. Kalau ada yang melanggar, tentu ada sanksi. Dengan begitu, kalau kebijakan ini jalan bisa berlanjut ke policy yang lebih luas lagi: melarang mobil pribadi memakai BBM bersubsidi.


(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 8 Agustus 2011)

Tidak ada komentar: