Jumat, 05 Agustus 2011

TKI

Akhirnya, setelah mendapat tekanan dari sana-sini, termasuk kritikan yang membandingkan sapi Australia dengan tenaga kerja Indonesia (TKI), pemerintah menyetop sementara alias moratorium pengiriman pahlawan devisa kita ke Arab Saudi. Kebijakan ini berlaku mulai 1 Agustus 2011.
Arab Saudi menjadi negara keempat setelah Malaysia, Yaman, dan Kuwait yang pemerintah tutup untuk sementara keran buat mengalirkan TKI nonformal. Pemerintah baru akan kembali membuka keran itu kalau Arab Saudi menandatangani nota kesepahaman atawa MoU tentang perlindungan TKI.
Negeri Petro Dollar itu merupakan negara kedua terbesar setelah Negeri Jiran yang mempekerjakan TKI. Di Arab Saudi, ada sekitar 1,5 juta TKI yang bekerja. Sedang di Malaysia, lebih dari 2 juta pekerja Indonesia yang mengadu nasib, belum termasuk TKI ilegal.
Moratorium selama ini menjadi senjata pamungkas yang ampuh untuk menekan negara-negara yang menjadi tujuan TKI. Sehingga, mereka mau memberikan perlindungan yang lebih serius kepada para TKI kita. Selain tentunya memberikan upah kerja yang layak.
Tapi, yang perlu menjadi catatan penting kita, moratorium bukanlah solusi jangka panjang atau bahkan jaminan untuk melindungi TKI, khususnya yang bekerja sebagai pembantu rumahtangga. Kalau benar-benar ingin tidak ada lagi kekerasan terhadap TKI, tentu ke depannya Indonesia tak perlu lagi mengirim tenaga kerja ke luar negeri.
Cuma masalahnya, jutaan warga kita bakal menjadi pengangguran. Di Indonesia tidak ada pekerjaan bagi mereka yang berpendidikan pas-pasan bisa menghasilkan gaji yang besar seperti menjadi TKI. Tak heran, banyak warga kita yang memilih mengadu nasib ke negeri orang demi mendapatkan penghidupan yang lebih baik lagi.
Kisah sukses menjadi TKI yang mereka dengar dari saudara, tetangga satu kampung, atau media massa juga menjadi pendorong orang kita berbondong-bondong ingin bekerja di luar negeri. Ini fakta yang tidak boleh kita lupakan, di samping kisah pahit yang menimpa TKI.
Ya, selagi negara kita belum bisa memberikan pekerjaan dengan gaji yang layak, memang tak ada alasan untuk mencegah mereka pergi. Hanya saja, pemerintah tidak boleh asal dalam mengirim TKI. Pemerintah harus betul-betul selektif. Mulai dari TKI, perusahaan jasa pengerah, negara tujuan penempatan, hingga majikan. Sehingga, kisah pilu TKI tidak terus berulang.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 24 Juni 2011)

Tidak ada komentar: