Senin, 16 Desember 2013

MENGURANGI SUBSIDI

Demi anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) tidak terlalu membengkak tahun depan, Rabu (25/9) lalu, pemerintah dan DPR sepakat memangkas kuota volume BBM bersubsidi menjadi 48 juta kiloliter (kl). Angka ini sama dengan kuota volume premium dan kawan-kawan tahun ini. 
Padahal, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014, pemerintah mematok kuota volume BBM bersubsidi sebanyak 50,5 juta kl. Kuota tersebut sejalan dengan pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor tahun depan sebesar 10%. 
Dengan menggunting kuota volume plus asumsi harga minyak Indonesia menjadi US$ 105 per barel, bujet subsidi BBM tahun depan hanya membengkak menjadi Rp 210,73 triliun. Dalam RAPBN 2014, pemerintah memasang pagu subsidi BBM sebesar Rp 194,9 triliun. 
Alhasil, lonjakan subsidi BBM hanya bersumber dari perubahan asumsi nilai tukar rupiah, dari sebelumnya Rp 9.750 per dollar Amerika Serikat (AS) menjadi Rp 10.500 per dollar AS. Catatan saja, nilai tukar rupiah, volume BBM bersubsidi, dan harga minyak Indonesia menjadi parameter subsidi BBM. 
Yang menjadi pertanyaan besar: kenapa pemerintah dan DPR mengabaikan serbuan mobil murah? Padahal, kehadiran mobil murah akan menyedot BBM bersubsidi lebih banyak lagi. Apalagi, pemerintah tidak mengeluarkan larangan mobil murah menengak premium. Hanya sebatas menakut-nakuti, jika menggunakan BBM subsidi, dalam dua tahun mesin bisa rusak. 
Memang, tahun depan pemerintah akan melakukan sejumlah program pengendalian agar kuota volume BBM bersubsidi tidak jebol. Misalnya, pemakaian radio frequency indentification (RFID) dan penerapan pembayaran nontunai untuk pembelian BBM bersubsidi. Cuma masalahnya, kedua program ini baru sebatas merekam data konsumsi BBM bersubsidi. 
Sejauh ini, pemerintah belum membuat rencana pasti pembatasan pembelian premium dan solar lewat kedua cara ini. Tentu kalau hanya merekam data tanpa ada tindakan lebih, kedua upaya itu tidak bisa mengerem konsumsi BBM subsidi. 
Jadi, pemerintah harus segera membarengi RFID dan pembayaran nontunai dengan program pembatasan pembelian BBM bersubsidi. Pembatasan bisa berupa hanya boleh mengisi premium dan solar sekali dalam sehari, atau membatasi pembelian berdasarkan volume. Upaya ini pasti bisa mengurangi konsumsi secara signifikan.

(S.S. Kurniawan, Tajuk harian KONTAN 27 September 2013)

Tidak ada komentar: