Minggu, 24 Februari 2013

HARUS LEBIH REALISTIS

Masih "pagi". Tahun 2013 baru berjalan 15 hari, tapi pemerintah belum-belum sudah berencana merevisi sejumlah asumsi makroekonomi yang ada di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013. Terutama inflasi, nilai tukar rupiah, harga minyak mentah Indonesia (ICP), dan lifting minyak mentah.
Dalam paparannya saat rapat kerja dengan Komisi Keuangan (XI) DPR, Senin (14/1) lalu, Pemerintah memproyeksikan, semua asumsi makro di APBN 2013 bisa meleset dari target. Contoh, inflasi yang semula dipatok sebesar 4,9%, tahun ini bisa berada di kisaran 4,9% hingga 5,3%. Nilai tukar rupiah yang ditetapkan Rp 9.300 per dollar AS bisa melemah ke Rp 9.700 per dollar AS.
Lucunya, Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Bambang Brodjonegoro berdalih asumsi di APBN 2013 pemerintah buat pada Mei 2012. "Tahun ini, kondisi memang sudah membaik, tapi tak sebagus saat kami membuat perkiraan APBN 2013," kilahnya.
Semestinya, pemerintah tidak menjadikan dalih itu sebagai alasan. Sebab, ada ruang buat pemerintah untuk mengubah asumsi makro yang mereka usulkan saat membahas Rancangan APBN (RAPBN) 2013 dengan DPR. Apalagi, penggodokan RAPBN 2013 di Senayan--tempat para wakil rakyat berkantor--bergulir mulai September 2012.
Itu berarti, ketika itu, pemerintah mengantongi data-data terbaru yang bisa mempengaruhi asumsi makro negara kita sepanjang 2013. Buktinya, misal, Nota Keuangan dan APBN 2013 menyebutkan, ke depan, tekanan terhadap pergerakan nilai tukar mata uang garuda salah satunya akan bersumber dari semakin menurunnya surplus neraca perdagangan Indonesia.
Dan, ketika pembahasan asumsi makro RAPBN 2013 berlangsung, fakta menunjukkan, neraca perdagangan bulanan kita sudah mencetak defisit tiga kali berturut-turut selama paro pertama tahun lalu: April hingga Juni. Ini merupakan catatan terburuk sepanjang sejarah ekspor impor Indonesia. Saat itu, BPS dan Kementerian Perdagangan juga memperkirakan, defisit akan berlanjut hingga akhir 2013.
Artinya, kondisi yang tidak jauh berbeda akan berulang di tahun ini. Jadi seharusnya, pemerintah sudah melakukan antisipasi dengan tidak mempertahankan usulan asumsi makro yang ada di RAPBN 2013. Sehingga, pemerintah lebih realistis dalam menyusun anggaran. Jangan mentang-mentang ada opsi untuk merevisi APBN, lalu pasang target yang muluk-muluk.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN Edisi 16 Januari 2013)

Tidak ada komentar: