Jumat, 28 Oktober 2011

GANTI UNTUNG

Masih ingat proyek tol ruas Ulujami-Veteran yang macet gara-gara pembebasan tanah milik satu orang yang berlarut-larut. Padahal, konstruksi jalan bebas hambatan ini sudah jadi semua, kecuali di lahan yang belum berhasil dikuasai tersebut.
Ya, masalah pembebasan lahan di Indonesia menjadi momok bagi pemerintah dan pengusaha yang menggarap infrastruktur publik, seperti jalan tol, rel keretaapi, pelabuhan, dan bandara. Pembebasan lahan yang semestinya paling lama memakan waktu satu tahun bisa menjadi bertahun-tahun.
Nah, untuk memecah kebuntuan masalah itu, pemerintah mengambil sikap tegas dengan melahirkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan. Lewat calon beleid ini, setiap jengkal tanah yang masuk dalam peta pembebasan lahan untuk proyek infrastruktur publik langsung dikuasai negara.
Meski begitu, pemerintah tetap menyiapkan seribu satu rayuan untuk meluluhkan hati para pemilik tanah yang tertuang dalam RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan. Contoh, penetapan besar dan bentuk ganti rugi melalui proses musyawarah. Lalu, ada ganti rugi karena kehilangan usaha dan insentif perpajakaan bagi pemilik tanah yang mau melepas asetnya.
Dan, dalam proses pembahasan mengenai proses ganti rugi, DPR tidak terlalu rewel dalam menyikapi pasal-pasal yang pemerintah sodorkan. Paling hanya masalah redaksional saja. Sebab itu, dewan optimistis RUU ini bakal kelar paling lambat akhir tahun ini.
Hanya saja, yang perlu kita cermati bersama dalam calon aturan tersebut adalah pencabutan hak atas tanah dengan dalih demi kepentingan umum. Sekalipun ada gugatan dari warga yang tidak setuju dengan nilai ganti rugi, itu tidak dapat menyetop proses pembangunan infrastruktur publik.
Ketentuan ini yang kemudian menyulut protes dari berbagai pihak. Soalnya, mereka menilai, pencabutan hak atas tanah sekalipun untuk kepentingan umum secara tidak berkeadilan merupakan pelanggaran terhadap konstitusi.
Agar tidak dianggap semena-mena, begitu UU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan berlaku, pemerintah harus betul-betul memastikan semua aturan main yang termaktub dalam beleid itu berjalan. Rakyat pasti akan menyerahkan tanahnya meski dengan berat hati asal mendapat ganti untung yang sesuai. Jadi, mereka bukan malah dirugikan, melainkan diuntungkan.


(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 20 September 2011)

Tidak ada komentar: