Selasa, 13 September 2011

JANGAN JADI MACAN KERTAS

Untuk pertama kalinya, pemerintah mematok target penerimaan pajak di angka Rp 900 triliun. Persisnya, target pemasukan pajak di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2010 adalah sebanyak Rp 904,4 triliun atau naik Rp 140,8 triliun ketimbang target dalam APBN Perubahan 2011 yang cuma sebesar Rp 763,6 triliun.
Itu berarti, pajak menyumbang 69,9% dari target penerimaan dalam negeri tahun depan yang mencapai Rp 1.292 triliun. Dan, tanggung jawab mengumpulkan pajak sebanyak itu menjadi beban yang harus Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak pikul seorang diri. Tentu saja, ini bukan tugas yang ringan.
Tapi, Ditjen Pajak sudah menyiapkan banyak jurus untuk mengejar target penerimaan yang jumbo itu. Salah satunya, program canvassing atau penyisiran potensi pajak berbasis wilayah yang ditujukan kepada pelaku bisnis di kawasan bisnis dan pemukiman potensial. Caranya adalah dengan menggelar sensus pajak mulai minggu ketiga bulan ini.
Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany bilang, sensus pajak intinya adalah face to face. Jadi, Ditjen Pajak akan mendatangi wajib pajak satu per satu, dari pintu ke pintu. Soalnya, selama ini, iklan, baliho, dan poster yang mereka bikin masih kurang efektif untuk membuat orang berbondong-bondong bayar pajak. Target sensus pajak adalah menjaring enam juta wajib pajak baru hingga 2012 nanti.
Demi menjunjung tinggi prinsip keadilan, kita memang pantas mendukung gebrakan Ditjen Pajak itu. Apalagi, masih banyak orang kita yang berpenghasilan gede belum membayar pajak. Sebab, tentu saja tidak adil. Sebut saja Budi, buruh pabrik tekstil, dengan gaji sebesar Rp 1,5 juta per bulan atau Rp 18 juta per tahun kena pajak penghasilan (PPh). Sementara, Joko, pemilik toko ponsel yang mengantongi laba hingga Rp 10 juta tiap bulan atau Rp 120 juta per tahun tidak bayar pajak.
Namun, jangan sampai sensus pajak yang kelak bisa menangkap wajib pajak baru malah melahirkan Gayus Tambunan-Gayus Tambunan baru. Wajib pajak dan petugas pajak main mata serta kongkalikong. Misalnya, wajib pajak menyuap petugas pajak agar mereka tidak perlu menyetor pajak sesuai dengan kewajibannya. Jadi, sensus pajak akan sia-sia karena penerimaan pajak tidak maksimal.
Begitu juga jurus lain Ditjen Pajak untuk mencapai target penerimaan pajak tahun depan, seperti intensifikasi penagihan piutang pajak. Tak boleh ada main mata antara wajib pajak dan petugas pajak. Pasalnya, jumlah piutang pajak hingga 8 September 2011 lalu mencapai Rp 72 triliun. Tentu ini angka yang sangat besar, dan kalau bisa ditagih semua cukup lumayan untuk menutup sebagian target penerimaan pajak tahun depan.
Karena itu, Ditjen Pajak tahun depan harus bertindak lebih keras lagi kepada para pengemplang pajak. Sebab, dari tahun ke tahun, jumlah tunggakan pajak selalu meningkat. Tahun 2009 lalu tercatat hanya sebesar Rp 50 triliun,tapi di 2010 naik menjadi Rp 54 triliun.
Strategi yang Ditjen Pajak siapkan untuk menagih utang pajak cukup bagus. Contoh, mengoptimalkan langkah-langkah penagihan pajak berupa pemberitahuan surat paksa, penyitaan aset wajib pajak, pencegahan wajib pajak ke luar negeri, dan penyanderaan wajib pajak atawa gizleing. Kemudian, menetapkan prioritas tindakan penagihan terhadap para penunggak pajak jumbo.
Hanya saja, semua langkah itu hanya akan menjadi macan kertas kalau ternyata praktik penagihan di lapangan tidak segarang strategi yang Ditjen Pajak gembor-gemborkan. Jangan sampai tumbuh Gayus-Gayus lain.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Mingguan KONTAN, Minggu Kedua September 2011)

Tidak ada komentar: