Kamis, 05 Mei 2011

INVESTOR

Selalu ada hikmah di balik bencana. Bahkan lebih dari itu, juga ada keuntungan di sana. Maaf, bukan maksud ingin menari di atas penderitaan. Tapi, begitulah kenyataan yang terjadi. Contoh, usai monster tsunami meluluhlantakkan pesisir Aceh di pengujung tahun 2004 lalu, pemburu besi tua menangguk untung besar dari mengumpulkan besi-besi sisa bangunan yang hancur tak berbentuk.
Nah, boleh dibilang, Indonesia mendapat "berkah" dari bencana tsunami yang memorakporandakan pesisir timur Jepang pada pertengahan Maret 2011 lalu.
Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady mengatakan, semenjak terpukul gelombang laut raksasa itu, industri Negeri Matahari Terbit merosot 50%. Pasca bencana itu, industri di sana kekurangan bahan baku, terutama suplai energi.
Untuk mengantisipasi, solusinya mereka merelokasi industri ke luar Jepang. Dan, Jepang sudah memberi sinyal untuk mendirikan beberapa industri di Indonesia. Tim Bea Cukai dan Departemen Perdagangan Jepang telah datang dan menanyakan teknis membuka industri.
Jepang tertarik membangun beberapa industri, seperti makanan, elektronik, dan ban. Dan, permintaan mereka tidak neko-neko: hanya meminta kemudahan birokrasi saja. Tentu, pemerintah tidak sulit untuk mengabulkannya bukan? Apalagi, pesaing kita dalam menggaet Jepang cukup banyak. Ada Malaysia, Thailand, dan Filipina yang gencar menawarkan diri ke Jepang.
Pemerintah harus melanjutkan sinyal positif penanaman modal selama kuartal I-2011. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, nilai realisasi investasi langsung mencapai Rp 53,6 triliun atau 22,3% dari target investasi pada 2011 sebesar Rp 240 triliun.
Tentu, pemerintah tidak sebatas memberikan kemudahan birokrasi saja, tapi juga insentif lain. Misalnya, pemanis berupa penangguhan pajak penghasilan untuk jangka waktu tertentu atau tax holiday. Namun, tetap harus memenuhi kriteria yang tidak memukul industri lokal. Yakni, investor harus memenuhi syarat industri pionir, menciptakan banyak lapangan kerja, membawa teknologi baru, masuk ke daerah-daerah kecil dan terbelakang, dan memberikan nilai tambah bagi industri.
Jadi, meski menerima dengan tangan terbuka investor asing, pemerintah tetap tidak boleh membabi buta. Hanya industri yang tidak mengancam produk-produk lokal saja yang boleh masuk.


(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 27 April 2011)

Tidak ada komentar: