Rabu, 02 Maret 2011

MENCLA-MENCLE

Naga-naganya, pemerintah akan menunda untuk kedua kalinya pelaksanaan pembatasan bahan bakar minyak alias BBM bersubsidi, yang semestinya mulai bergulir secara terbatas di wilayah Jabodetabek lebih dulu pada 1 April 2010 nanti.
Tapi, kali ini, alasan yang dipakai pemerintah tidak cuma ketidaksiapan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) saja. Harga minyak mentah dunia yang terbang bebas hingga menembus level psikologis US$ 100 per barel dan inflasi bahan pangan atau food inflation juga menjadi penyebab pemerintah kembali menunda pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi.
Padahal, semua orang tahu, usai menunda pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi untuk pertama kalinya yang seharusnya pada Oktober 2010 lalu, pemerintah tegas-tegas menjamin tidak bakal ada penundaan lagi. Artinya, kebijakan yang melarang mobil pribadi menenggak premium dan solar akan berlaku mulai April 2011 nanti.
Toh, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan, sikap baru ini bukan berarti pemerintah mencla-mencle. Ia punya alasan: pemerintah harus mencari solusi untuk masyarakat.
Hanya saja, sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo di hadapan anggota DPR tetap menyampaikan bahwa kebijakan untuk memangkas anggaran subsidi BBM itu berlaku per 1 April mendatang; walau akhirnya, bekas Direktur Utama Bank Mandiri ini bilang, pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi bisa saja ditunda. Cuma, memang konsekuensinya: pemerintah harus menambah bujet subsidi BBM hingga Rp 6 triliun.
Inilah akibatnya kalau kebijakan mahapenting tidak betul-betul dipersiapkan secara matang. Lihat saja, meski sudah jauh-jauh hari pemerintah menyatakan akan menerapkan pembatasan BBM bersubsidi, kajian belum juga kelar. Tim Pengkaji Pengaturan BBM Bersubsidi baru akan menyerahkan kajiannya akhir bulan ini. Itu juga kalau tidak ada aral melintang.
Celakanya, masyarakat telanjur punya ekspektasi atas pembatasan BBM bersubsidi. Buntutnya, sudah ada harga barang dan jasa yang bergerak naik lebih dulu. Inflasi pun menanjak. Jadi, seharusnya, pemerintah tak perlu buru-buru mengumbar rencana yang belum matang, apalagi kebijakan itu sangat bergantung pada faktor eksternal.
Semoga, kalau benar ditunda, ini menjadi penundaan terakhir, supaya anggaran subsidi BBM tidak terus-terusan salah sasaran.


(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 25 Februari 2011)

Tidak ada komentar: