Senin, 15 Oktober 2012

KARTU SEHAT

Sejatinya, Jokowi-Ahok kemarin (7/10) dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Tapi, gara-gara masalah administrasi, pelantikan itu ditunda. Kalau tidak ada aral melintang, acara pelantikan itu paling cepat digelar pada Kamis (11/10) nanti.
Alhasil, program 100 hari pertama pemerintahan Jokowi-Ahok yang antara lain membagikan kartu sehat untuk berobat gratis bagi warga miskin Ibukota ikut tertunda.
Tapi yang paling penting, setelah kartu sehat untuk warga miskin itu dibagikan, Jokowi-Ahok harus betul-betul mengawal pelaksanaannya di lapangan. Sebab, yang terjadi selama ini, tak jarang terjadi penolakan dari rumahsakit terhadap warga miskin yang akan berobat, terlebih kalau keadaan mereka saat itu butuh pertolongan segera. Padahal, mereka sudah mengantongi kartu keluarga miskin (gakin), jaminan kesehatan daerah atau nasional (jamkesda dan jamkesmas).
Contoh saja, dua pekan lalu, istri saya yang bekerja di Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan DKI berkeluh kesah soal penolakan rumahsakit terhadap seorang warga miskin yang butuh pertolongan segera. Saat itu, salah satu unit ambulans tempat istri saya bekerja membawa pasien malang itu ke sebuah rumahsakit. Apa lacur, bukan pertolongan yang dia dapat, tapi malah penolakan. Bukan cuma rumahsakit itu, tapi tiga rumahsakit lainnya yang dua di antaranya milik pemerintah. Bahkan, belum masuk ruangan UGD, sudah ditolak.
Padahal, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tegas-tegas memerintahkan semua fasilitas pelayanan kesehatan memberikan layanan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan. Dan, kalau pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan atau tenaga kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien, mereka semua bisa diancam pidana dan denda. Tapi ternyata, beleid ini tidak membuat rumahsakit gentar.
Masalah ini bukan hanya menjadi PR Jokowi-Ahok, tapi juga pemerintah pusat. Soalnya, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bakal menunaikan tugasnya Januari 2014 mendatang. Semua warga miskin akan menjadi peserta lembaga ini tanpa dipungut premi. Mereka akan mendapat paket manfaat jaminan kesehatan, seperti rawat jalan dan rawat inap.
Jadi, pemerintah tidak bisa lepas tangan begitu saja. Mereka juga harus mengawal pelaksanaan di lapangan, dan tegas terhadap setiap pelanggaran yang terjadi.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN Edisi 8 Oktober 2012)

Selasa, 18 September 2012

KUOTA BBM

Seperti tahun yang sudah-sudah, kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi selalu jebol. Tahun ini, pemerintah butuh 4 juta kiloliter lagi untuk menutup kebutuhan akan premium dan kawankawan. Soalnya, kuota BBM bersubsidi tahun 2012 yang hanya 40 juta kiloliter bakal ludes paling cepat pada Oktober mendatang.
Data Pertamina menunjukkan, hingga 31 Agustus lalu, penyaluran BBM bersubsidi sudah mencapai 29,32 juta kiloliter. Padahal, kuota untuk delapan bulan pertama tahun ini hanya 26,24 juta kiloliter. Dan, premium yang pemakaiannya gila-gilaan. Dari kuota 16,18 juta kiloliter untuk Januari - Agustus lalu, realisasi konsumsinya mencapai 18,44 juta kiloliter atau over 14%.
Tak heran memang, jumlah kendaraan bermotor tahun ini tumbuh pesat. Tengok saja data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Penjualan mobil  di paro pertama tahun ini mencapai 535.263 unit atau naik 21,9% ketimbang periode yang sama tahun lalu yang cuma 417.683 unit.
Kemudian, selisih harga BBM bersubsidi dan nonsubsidi yang sangat lebar, saat ini dua kali lipat lebih, memaksa pengguna Pertamax dan teman-teman beralih ke premium. Buntutnya, penggunaan premium pun melonjak tinggi.
Tahun depan, pemerintah dan DPR sudah sepakat mematok kuota BBM bersubsidi sebesar 46,01 juta kl. Perinciannya, premium sebanyak 29,2 juta kl, minyak tanah 1,7 juta kl, dan solar 15,11 juta kl.
Kalau melihat fakta tahun ini yang over 4 juta kl plus jumlah kendaraan bermotor yang pertumbuhannya bakal sama dengan tahun ini, bukan tidak mungkin kuota BBM bersubsidi tahun depan bakal jebol lagi. Apalagi, pemerintah tidak berencana mengerek harga premium dan solar serta mengharamkan mobil pribadi meminum BBM subsidi.
Tampaknya, pemerintah ingin bermain aman dengan tidak mengajukan kota BBM bersubsidi terlalu tinggi. Dengan begitu, mereka bisa menekan angka subsidi BBM dan defisit anggaran waktu disajikan ke publik di awal tahun. Toh, kalau over, usulan tambahan kuota selalu mendapat lampu hijau DPR.
Tapi, masak, sih, pemerintah mau terus membiarkan kuota BBM bersubsidi jebol terus tanpa ada upaya yang berarti untuk mengerem konsumsi premium dan solar. Pemerintah harus berani mengambil langkah berani agar subsidi BBM tak terus salah sasaran. Pilihannya: menaikkan harga premium dan solar atau melarang mobil pribadi menggunakan BBM bersubsidi. Berani?


(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN Edisi 17 September 2012)

NOMOR TUNGGAL GAWAT DARURAT

Ngeri betul. Korban terus berjatuhan di jalan raya. Data terbaru yang Kementerian Perhubungan rilis pekan lalu menyebutkan, kecelakaan lalu lintas selama arus mudik dan balik Lebaran tahun ini saja mencapai 5.233 kejadian. Sebanyak 908 orang pun meregang nyawa dalam kejadian tersebut. Itu berarti, angka kecelakaan ini melonjak 10,3% ketimbang saat arus mudik dan balik Lebaran tahun lalu.
Data yang lebih mengerikan lagi ada di Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri). Trunojoyo mencatat, sepanjang tahun lalu terjadi 106.129 kecelakaan lalu lintas, dengan korban tewas mencapai 30.629 orang dan kerugian material Rp 278,4 miliar. Angka kecelakaan ini naik 2,27% dibanding dengan tahun lalu.
Tak heran, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2010 menempatkan Indonesia sebagai negara dengan korban kecelakaan lalu lintas tertinggi di dunia setelah Nepal. Dan, kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab kematian paling tinggi di negara kita setelah penyakit stroke dan serangan jantung.
Saking banyaknya kecelakaan, sejumlah pihak sampai menyebut korban kecelakaan lalu lintas di Tanah Air melebihi korban perang. Bahkan, lebih dahsyat ketimbang kematian yang disebabkan senjata pemusnah massal modern sekalipun. Jalan raya bak the killing field alias ladang pembunuhan bagi penggunanya.
Disiplin dalam berkendara menjadi salah satu penyebab utama kecelakaan lalu lintas. Lampu merah diterabas, begitu juga dengan pintu perlintasan kereta api. Pokoknya, para pelakunya sudah kayak punya nyawa sembilan saja. Meminjam kalimat Tatang Kurniadi, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT): masyarakat kita adalah masyarakat yang cenderung mau celaka.
Tapi, angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas juga bisa ditekan dengan pertolongan pertama pada korban kecelakaan. Dengan cara yang benar, tentunya. Dan, untuk urusan yang beginian, sebetulnya masyarakat kita sangat cepat dan tanggap. Tapi, pengetahuan yang minim dalam memberikan pertolongan pertama seringkali berakibat fatal bagi si korban kecelakaan. Salah dalam mengangkat korban yang mengalami memar di sekitar leher, misalnya, bisa berujung pada kematian.
Selain pengetahuan yang cukup mengenai pertolongan pertama, kehadiran unit ambulans gawat darurat sejatinya mutlak di Indonesia terutama di kota-kota besar. Jakarta sudah punya unit ini di bawah bendera dinas kesehatan, walau jumlahnya masih minim. Tapi masalahnya, kebanyakan warga Ibukota tidak tahu layanan gratis ini lantaran sosialisasinya yang kurang. Alhasil, kalau menjumpai korban kecelakaan lalu lintas atau korban kejadian luar biasa lainnya seperti bom, masyarakat menangani dengan caranya sendiri.
Tampaknya, mimpi Indonesia punya nomor tunggal gawat darurat harus segera diwujudkan. Mencontek Amerika Serikat dengan 911-nya, Australia 000, Selandia Baru 111, dan Inggris 999. Bahkan, negara tetangga Malaysia juga sudah memiliki nomor tunggal gawat darurat 999 dan Filipina 117. Dengan begitu, publik enggak perlu-perlu repot menghafal nomor-nomor gawat darurat yang ada saat ini, seperti polisi dengan nomor 112-nya, pemadam kebakaran 113, dan ambulans 118. Sosialisasinya pun lebih gampang.
Jakarta bisa menjadi proyek percontohan untuk memulai nomor tunggal gawat darurat. Sebab, kota ini sudah punya satuan emergency komplet: polisi, pemadam kebakaran, dan ambulans. Jadi, warga tidak perlu bingung lagi kalau mau menghubungi polisi, pemadam, atau ambulans. Cukup menekan satu nomor, masyarakat bisa mengontak mereka.


(S.S. Kurniawan, Tajuk Mingguan KONTAN Edisi Minggu Kedua September 2012)

OUTSOURCING

Palu Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materiil pasal yang mengatur sistem kerja alih daya alias outsourcing di Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan sudah diketok Januari 2012 lalu. MK memerintahkan penghapusan aturan main yang membolehkan perusahaan menggunakan tenaga outsourcing untuk pekerjaan bersifat tetap dalam beleid tersebut.
Tapi, sampai detik ini, ketentuan itu masih ada di UU Ketenagakerjaan. Pemerintah bukannya tidak patuh. Sebagai solusi sementara, peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi bakal terbit. Isinya: hanya akan membolehkan outsourcing untuk pekerjaan borongan. Yakni, pekerjaan yang tidak terkait bisnis inti perusahaan pengguna tenaga outsourcing. Di luar pekerjaan itu tidak diizinkan. Cuma, peraturan ini tak kunjung terbit.
Tak heran, kesabaran buruh pun habis. Rencananya, pertengahan September 2012 nanti, mereka bakal menggelar mogok kerja massal dan demo besar-besaran dengan tuntutan utama: penghapusan sistem outsourcing. Mereka mengklaim, aksi ini bakal diadakan serentak di 14 kota dan kabupaten yang menjadi kantong-kantong industri.
Sebenarnya, tanpa perlu MK "turun tangan", tak sembarang pekerjaan bisa di-outsourcing-kan. UU Ketenagakerjaan juga mengatur syarat pengalihan pekerjaan. Bidang pekerjaan yang boleh diberikan pada perusahaan outsourcing adalah pekerjaan yang bukan merupakan kegiatan utama perusahaan atau dianggap sebagai pekerjaan penunjang. Waktu perjanjian kerja antara perusahaan pengalih pekerjaan dan perusahaan alih daya hanya dibatasi selama tiga tahun saja.
Hanya, syarat-syarat itulah yang sering ditabrak, baik oleh perusahaan pemberi pekerjaan maupun perusahaan alih daya. Memang, sih, aturan main di UU Ketenagakerjaan mengenai outsourching sejatinya tidak jelas dan tegas amat.
Itu sebabnya, dengan keputusan MK itu, pemerintah memang perlu menata kembali soal aturan outsourcing. Misalnya, UU Ketenagakerjaan juga harus membuat kriteria tentang pekerjaan inti dan non-inti dengan lebih jelas dan tegas.
Jadi, pengusaha tidak bisa lagi mengambil keuntungan dari ketidakjelasan kriteria pekerjaan inti dan non-inti. Dengan aturan yang tidak jelas, pengusaha menjadi leluasa membuat aturan yang paling menguntungkan buat mereka.
Namun, jangan juga masalah outsourcing jadi kambing hitam dari kompleksitas keadaan ketenagakerjaan kita yang sesungguhnya.


(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN Edisi 30 Agustus 2012)

TUMBUH BEKUALITAS

Di luar proyeksi banyak pihak, ekonomi Indonesia sepanjang kuartal kedua tahun ini tumbuh sebesar 6,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sejumlah ekonom sebelumnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi kita di triwulan II-2012 bakal melambat, hanya di kisaran 6,0% sampai 6,2%. Itu berarti, ekonomi kita selama April - Juni 2012 tumbuh lebih kencang ketimbang Januari - Maret 2012 yang cuma 6,3%.
Tak salah memang jika banyak ekonom yang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal dua lalu lebih rendah dibanding kuartal satu. Bagaimana tidak? Kinerja ekspor kita selama kuartal dua betul-betul jeblok. Selama tiga bulan berturut-turut, April hingga Juni, neraca perdagangan kita mencetak defisit karena nilai impor lebih tinggi ketimbang ekspor. Padahal, ekspor adalah salah satu bahan bakar pertumbuhan ekonomi.
Tapi ternyata, ya, itu tadi, fakta berbicara lain. Meski ekspor melesu, ekonomi kita tetap tumbuh tinggi. Hebatnya lagi, investasi mulai menggusur dominasi konsumsi rumahtangga sebagai penyangga produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Pada kuartal dua lalu, konsumsi punya andil 43,75% (2,8 poin) terhadap pertumbuhan ekonomi negara kita, sementara investasi menyokong 45,31% (2,9 poin).
Data ini menunjukkan, pertumbuhan ekonomi kita mulai berkualitas, walau tidak berkualitas-berkualitas amat. Kok? Ya, sektor utama penggerak roda ekonomi masih sektor nontradable, seperti pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh paling tinggi sebesar 10,1%, lalu perdagangan, hotel dan restoran (8,9%), serta konstruksi (7,3%). Sedang sektor tradable yaitu pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan hanya tumbuh 3,7%, kemudian pertambangan dan penggalian (3,1%), serta industri pengolahan (5,4%). Celakanya, pertumbuhan sektor tradable di kuartal dua melambat ketimbang kuartal satu.
Padahal, sekitar 2/3 rakyat Indonesia hidup di sektor tradable. Sektor jasa harusnya menunjang sektor barang. Kalau produksi naik, transportasi naik lantaran mengangkut barang. Begitu juga sektor keuangan yakni perbankan menyalurkan kredit ke industri. Tapi, sekarang bank lebih banyak mengucurkan kredit ke sektor konsumsi yang notabene barang-barang impor.
Cuma setidaknya, pemerintah mesti mempertahankan pertumbuhan yang mulai berkualitas ini. Penyokong utamanya harus investasi. Tapi, bukan mayoritas investasi asing, lo, melainkan lokal.


(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN Edisi 8 Agustus 2012)

JEMBATAN SELAT SUNDA

Mimpi menyatukan Pulau Jawa dan Sumatra dengan sebuah jembatan yang membentang di atas Selat Sunda tampaknya belum akan terwujud dalam waktu cepat. Baru akan melangkah ke tahap studi kelayakan, polemik sudah terjadi.
Memang, usulan Menteri Keuangan Agus Martowardojo agar merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2011 yang menyulut polemik ditolak. Tapi, tidak lantas tahap penyiapan proyek termasuk di dalamnya studi kelayakan terus bisa jalan. Pemerintah ternyata masih ingin mengkaji persoalan Jembatan Selat Sunda lewat tim yang mereka bentuk.
Tim akan mengkaji usulan dari Kementerian Keuangan soal biaya studi kelayakan proyek jembatan sepanjang 29 kilometer itu yang sebaiknya ditanggung APBN. Serta usulan Bappenas, soal pemisahan proyek Jembatan Selat Sunda dengan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda.
Apakah setelah tim yang beranggotakan tujuh menteri itu menyelesaikan kajiannya, penyiapan proyek bisa langsung jalan? Tidak, ternyata. Sebab, pemerintah belum membentuk Badan Pelaksana Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda.
Sesuai perintah Perpres, Konsorsium Banten-Lampung sebagai pemrakarsa Jembatan Selat Sunda melakukan penyiapan proyek berdasarkan perjanjian kerjasama dengan Badan Pelaksana. Itu berarti, untuk memulai studi kelayakan megaproyek yang bakal melahap duit di atas Rp 150 triliun itu membutuhkan waktu lebih lama lagi.
Catatan saja, selain studi kelayakan dan basic design, penyiapan proyek meliputi rencana bentuk kerjasama, pembiayaan proyek dan sumber daya, serta penawaran kerjasama. Semua tahapan ini harus kelar paling lama dua tahun. Dan, pemrakarsa mesti membiayai seluruh penyiapan proyek.
Itu sebabnya, pemerintah harus bergerak cepat, tapi tentu tidak asal-asalan. Soalnya, kehadiran Jembatan Selat Sunda bisa menjadi solusi atas kapasitas Pelabuhan Merak yang terbatas. Maklum, begitu ada dermaga atau kapal penyeberangan yang menjalani perawatan atawa perbaikan, langsung terjadi penumpukan kendaraan di pelabuhan ini. Antrean kendaraan bisa mengular hingga 10 kilometer.
Agar tidak melenceng ke mana-mana, dalam membangun proyek raksasa tersebut pemerintah harus tetap setia pada tujuan akhirnya: meningkatkan integrasi perekonomian Jawa dan Sumatra.


(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN Edisi 20 Juli 2012)

BPJS

Menjelang kick off pada Januari 2014 mendatang, pemerintah terus menyiapkan tetek bengek yang berkaitan dengan operasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Khususnya BPJS 1 yang mengelola jaminan kesehatan lantaran lembaga ini yang pertama beroperasi. Sedang BPJS 2 yang menangani jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun baru mulai bekerja Juli 2015.
Salah satu isu krusial yang pemerintah bahas adalah besaran iuran bagi para pekerja yang menjadi peserta BPJS 1. Maklum, pemerintah hanya menanggung iuran program jaminan kesehatan bagi warga miskin. Saat beroperasi kelak, BPJS 1 akan menjalankan program jaminan kesehatan seluruh masyarakat, termasuk yang baru lahir.
Pemerintah telah menyepakati besaran iuran bagi pekerja yakni 5% dari gaji, dari usulan sebelumnya sebesar 6%. Dari iuran 5% ini, pembagiannya 60:40. Jadi, pengusaha diwajibkan menanggung beban sebesar 3% dari upah si pegawai, sementara pekerja menyetor iuran 2% dari gaji bulanannya.
Dengan menjadi peserta BPJS, seluruh peserta akan mendapat paket manfaat jaminan kesehatan yang sama atau esensial. Maksudnya, pelayanan kesehatan perorangan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai. Misalnya, imunisasi dan pemeriksaan kehamilan, rawat jalan dan rawat inap, serta pemberian frame kacamata standar. Jadi, kaya atau miskin, standar pelayanan kesehatannya tetap sama.
Kini, publik tinggal menunggu pelaksanaannya di lapangan. Tentu masyarakat sangat berharap implementasinya tidak seperti program sejenis seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Meski sudah memegang kartu Jamkesmas dan Jamkesda, masih ada rumahsakit yang menolak warga yang ingin berobat.
Yang juga tidak kalah penting, proses pencairan klaim dari rumahsakit ke BPJS 1 harus cepat. Meski tetap harus teliti, proses verifikasi jangan sampai berbelit. Sebab, hasil pencairan klaim sangat penting bagi kelanjutan operasional rumahsakit, semisal, untuk gaji pegawai dan pengadaan obat-obatan.
Tapi, pemerintah dan BPJS harus bersikap tegas terhadap praktik-praktik curang yang dilakukan rumahsakit. Contoh, melakukan mark up biaya pengobatan. Sanksi tegas mesti pemerintah ambil agar program mulia ini bisa berjalan.


(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN Edisi 30 Juni 2012) 

Kamis, 28 Juni 2012

BIJIH MINERAL

Protes atas kebijakan Pemerintah Indonesia yang melarang ekspor bijih mineral mulai 6 Mei 2012 lalu tidak hanya datang dari dalam negeri, tapi juga luar negeri khususnya Jepang. Sebagai negara kedua terbesar pengguna nikel di dunia, Jepang tentu sangat cemas dengan aturan tersebut.

Negeri Matahari Terbit menilai, keputusan larangan ekspor barang mineral mentah termasuk bijih nikel bisa berdampak pada kinerja industri mereka. Sebab, ongkos produksi perusahaan-perusahaan di Jepang bakal membengkak.
Betapa tidak? Indonesia mengizinkan ekspor bijih mineral dengan syarat harus membayar pajak perdagangan berupa bea keluar sebesar 20%, dari sebelumnya 0% alias gratis. Itu berarti, perusahaan Jepang mesti membayar lebih tinggi untuk membeli mineral mentah termasuk bijih nikel dari Indonesia.
Jepang boleh meradang. Tapi, larangan ekspor bijih mineral berdampak sangat positif bagi industri pertambangan negara kita. Paling tidak, industri pertambangan Indonesia tak lagi mendapat cap sebagai penjual produk mentah lagi.
Soalnya, dengan melarang ekspor bijih mineral, produk-produk tambang yang negara kita jual ke luar negeri memiliki nilai tambah. Caranya adalah dengan mengolahnya lebih dulu di Tanah Air.
Makanya, pemerintah mewajibkan produsen tambang membangun pabrik pengolahan atawa smelter paling lambat tahun 2014 nanti. Mereka tidak harus seorang diri mendirikan smelter, tapi bisa berkongsi dengan perusahaan lain.
Cuma, sudah menjadi kebiasaan orang Indonesia kebanyakan yang senang menunda-nunda pekerjaan. Nah, untuk memaksa produsen membangun smelter dari sekarang, pemerintah pun menutup pintu ekspor. Boleh ekspor, asal membayar bea keluar 20% plus syarat-syarat lain. Misalnya, menyampaikan rencana kerja pengolahan mineral di dalam negeri. Lalu, status izin usaha tambang clear and clean.
Status izin usaha harus clear and clean sangat penting, lantaran kini banyak perusahaan tambang yang izin usahanya tumpang tindih. Dengan begitu, pemerintah bisa menyelesaikan carut marut masalah izin usaha pertambangan.
Yang tidak kalah penting, pemerintah bisa mengurangi angka potensi penerimaan pajak yang menguap. Sebab, sekarang untuk ekspor bijih mineral harus melalui proses penilaian surveyor untuk melihat kualitas dan kuantitasnya. Jadi, pemerintah bisa mendapat angka pasti ekspor produk tambang.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN Edisi 14 Juni 2012)

PENUNGGAK PAJAK

Awal Mei lalu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo merilis aturan main baru tentang penghapusan piutang pajak. Ada dua kriteria anyar penghapusan piutang pajak, baik untuk wajib pajak pribadi atawa perseorangan maupun badan atau perusahaan.

Pertama, dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan, meski telah dilakukan penelusuran secara optimal sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. Kedua, hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu, sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
Itu berarti, kedua kriteria tersebut membuka ruang bagi kantor pajak memutihkan piutang pajak lebih banyak lagi. Ini kabar baik bagi para penunggak pajak, lantaran kemungkinan utang mereka dihapuskan menjadi lebih besar. Bagaimana tidak? Kriteria wajib pajak yang utang pajaknya bisa dihapus tidak lagi hanya: pertama, meninggal dunia untuk orang pribadi dan bubar, likuidasi, atau pailit, serta penanggung pajak tidak dapat ditemukan bagi perusahaan. Kedua, hak melakukan penagihan pajak kadaluwarsa.
Tapi, ya itu tadi, misalnya, dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan. Sangat disayangkan, jika dokumen seperti surat tagihan pajak dan surat ketetapan pajak hilang semata karena keteledoran Ditjen Pajak. Akibat kelalaian itu negara harus kehilangan penerimaan yang mungkin nilainya tidak sedikit. Ada wajib pajak menunggak pajak hingga triliunan rupiah, lo.
Ya, meski kriteria penghapusan piutang pajak boleh dibilang menjadi lebih longgar, pemerintah harus lebih galak lagi dalam menagih. Sangat tepat jika Ditjen Pajak mengumumkan para penunggak pajak. Saat ini, pemerintah menunggu kajian Kementerian Hukum dan HAM soal aspek yuridis rencana itu.
Dengan mengumumkan nama penunggak pajak, mereka akan malu dan mau melunasi seluruh utang pajak. Selama ini Ditjen Pajak tak pernah mengungkap nama wajib pajak yang menunggak pajak. Tapi, atas desakan DPR, awal 2010 lembaga pemungut pajak itu menyerahkan 100 nama perusahaan pengemplang pajak terbesar senilai Rp 17,5 triliun. Dari dewan, keluarlah nama perusahaan pengutang pajak itu.
Mudah-mudahan Ditjen Pajak jadi mengumumkan nama-nama penunggak pajak, ya. Langkah ini semacam shock therapy bagi para penunggak pajak atau siapapun yang ingin tidak membayar pajak.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN Edisi 28 Mei 2012)

PEMBATASAN BBM JALAN TERUS

Entah apa yang ada di dalam benak pemerintah. Rencana melarang mobil pribadi menenggak bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi batal lagi. Padahal, rencana pemerintah yang terakhir kemarin boleh dibilang sudah cukup matang, lebih detail ketimbang sebelum-sebelumnya.

Contohnya, pemerintah sudah menetapkan mobil dengan kapasitas mesin di atas 1.500 cc haram hukumnya menggunakan premium. Sebagai tahap awal, larangan ini berlaku di wilayah Jabodetabek dulu mulai Juli 2012 mendatang. Baru kemudian menyusul secara bertahap Pulau Jawa dan luar Jawa.
Bahkan untuk pengawasan pelaksanaan di lapangan, pemerintah sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp 400 miliar untuk Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Lembaga yang bertanggungjawab ?terhadap distribusi BBM bersubsidi juga sudah menyiapkan skenario pengawasan. Misalnya, menempel stiker di mobil pelat hitam yang boleh memakai BBM bersubsidi.
Tapi, lagi-lagi, rencana pembatasan--pengendalian pemerintah lebih suka menyebutnya--BBM bersubsidi buyar. Padahal, anggaran subsidi BBM yang bisa hemat tidak sedikit dari upaya ini. Soalnya, ada sekitar 40% mobil pribadi ber-cc di atas 1.500 dari total kendaraan pelat merah di negara kita.
ReforMiner Institute menghitung, jika pembatasan hanya dilakukan di Jabodetabek, nilai penghematannya mencapai Rp 12,78 triliun per tahun untuk premium dan solar. Tetapi, jika hanya premium yang dibatasi, pemerintah menghemat Rp 8,15 triliun. Ingat, itu baru Jakarta sekitarnya. Kalau pembatasan berlaku di Jawa atau secara nasional, pasti angka penghematannya berlipat-lipat.
Namun, yang paling penting, subsidi BBM menjadi cukup tepat sasaran. Cukup? Ya, karena masih ada 60% mobil pribadi yang masih boleh minum BBM bersubsidi. Penerima subsidi dalam kamus pemerintah, kan, orang yang tidak mampu. Dan, yang punya mobil pribadi sudah tentu orang mampu, dong.
Lagi-lagi dan lagi-lagi, pemerintah memilih mengimbau, bukan melarang kendaraan pribadi mengkonsumsi BBM bersubsdi. Meski, cara ini sudah tidak terbukti berhasil. Lihat saja, paling tidak empat bulan terakhir konsumsi BBM bersubsidi selalu melebihi kuota bulanan yang ditetapkan. Hitungan Bank Indonesia, kalau pemerintah tak melakukan apa pun, subsidi BBM naik menjadi Rp 250 triliun dari sebelumnya Rp 137,4 triliun.
Memang, pemerintah bukan tidak melakukan langkah pembatasan apapun. Salah satunya adalah melarang truk-truk pengangkut batubara dan hasil perkebunan mengisi bensin di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Alhasil, pemerintah sempat menolak tambahan jatah BBM bersubsidi untuk wilayah Kalimantan. Toh, pekan lalu, sikap pemerintah melunak setelah empat gubernur di Borneo mengancam bakal menyetop batubara keluar dari pulau mereka, dan bersedia menambah pasokan premium serta solar. Kalau sudah begini, kuota BBM bersubsidi yang cuma 40 juta kiloliter tahun ini akan semakin jebol.
Karena itu, rencana melarang mobil pribadi menggunakan BBM bersubsidi harus jalan terus. Kenaikan harga premium dan solar belum tentu mengerem konsumsi karena orang tetap membeli BBM bersubsidi. Ditambah, subsidi BBM akan selamanya salah sasaran. Tapi, duit penghematan dari pembatasan sebagian dipakai untuk menyediakan transportasi publik yang nyaman, aman, cepat, dan murah. Jadi, pemilik kendaraan pribadi mau beralih naik angkutan umum. Efeknya ganda: konsumsi BBM bersubsidi berkurang dan jalanan menjadi tidak macet-macet amat. Mau?

(S.S. Kurniawan, Tajuk Mingguan KONTAN Edisi Minggu Ketiga Mei 2012)

IMPORTIR

MENTERI Perdagangan akhirnya mencabut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 39/2010 tentang Ketentuan Impor Barang Jadi oleh Produsen, menyusul keputusan Mahkamah Agung (MA) yang meminta Menteri Perdagangan mencabut Pasal 2 ayat (1). Pasal ini berbunyi: "Produsen dapat mengimpor barang jadi untuk mendorong pengembangan usahanya."

Sebagai gantinya, Menteri Perdagangan menerbitkan Permendag Nomor 27/2012 tentang Ketentuan Angka Pengenal Importir (API). Beleid ini tetap membolehkan produsen mengimpor barang industri tertentu atawa jadi. Asalkan, barang jadi itu hanya untuk tes pasar atau barang komplementer.
Tes pasar maksudnya, produsen boleh menjual barang yang mereka impor untuk mengetahui reaksi pasar dan dalam rangka pengembangan usahanya, dengan jangka waktu tertentu. Sedang barang komplementer adalah barang yang dihasilkan perusahaan di luar negeri yang memiliki hubungan istimewa dengan importir produsen.
Jadi sejatinya, Permendag Nomor 27/2012 tidak jauh beda dengan Permendag Nomor 39/2010. Hanya, dalam beleid baru, produsen tidak leluasa lagi dalam mengimpor barang jadi. Mereka cuma bisa mengimpor barang jadi untuk tes pasar atau barang komplementer.
Aturan main yang baru ini tentu menjadi win-win solution bagi importir produsen, yang sempat ketar-ketir dengan putusan MA itu. Maklum, produsen mobil, contohnya, bisa stop produksi. Betapa tidak? Sebagian komponen yang mereka beli dari produsen lokal ternyata juga barang impor. Misalnya, kaca mobil bagian samping dan belakang adalah barang jadi yang diimpor produsen kaca lokal karena mereka belum bisa membuatnya.
Lantaran produsen hanya boleh mengimpor barang jadi, baik untuk tes pasar maupun sebagai barang komplementer, dalam jangka waktu tertentu, suatu saat mereka harus memproduksi produk itu. Tentu, jika respon pasar di Indonesia sangat positif atas produk itu.
Artinya, produsen akan membangun pabrik untuk memproduksi produk tersebut. Lapangan pekerjaan baru pun bakal bertambah. Sebab, dengan ketentuan impor barang jadi dalam jangka waktu tertentu, produsen tidak bisa terus-terusan mengimpor.
Tapi, pemerintah tetap harus mengawasi secara ketat ketentuan baru soal impor itu. Jangan sampai, banjir barang impor justru "membunuh" produk-produk lokal.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 5 Mei 2012) 

Selasa, 24 April 2012

MENGENANG PAK WID


Selamat Jalan Pak Widjajono Partowidagdo, terima kasih sudah memberi inspirasi dan warna pada tulisan ini

April 2006. Delapan perempuan yang tidak lagi muda usianya membetot perhatian khalayak luas. Mereka yang rata-rata sudah berusia 40-an tahun itu memulai misi mulia yang tidak gampang: menaklukkan puncak Kalla Pattar yang memiliki ketinggian 5.545 meter di atas permukaan laut (dpl). Para Srikandi yang tergabung dalam Female Trekkers ini ingin menancapkan bendera merah putih sekaligus bendera Yayasan Lupus Indonesia di salah satu puncak di Pegunungan Himalaya, Nepal itu. Karena itu, mereka menamai kegiatan itu Perempuan Indonesia Menapak Himalaya untuk Lupus. Dengan mendaki salah satu atap dunia itu, apalagi yang melakukannya adalah wanita yang tidak muda lagi, misi untuk mengampanyekan penyakit lupus lebih efektif. “Kami jadi punya nilai berita sehingga media mau meliput,” kata Diah Bisono, salah satu pendaki yang ikut mencapai Kalla Pattar dan pendiri Female Trekkers. Catatan saja, lupus merupakan penyakit inflamasi kronik akibat masalah di sistem imun tubuh. Seharusnya, sistem ini melindungi tubuh dari berbagai penyakit. Tapi, yang terjadi justru sebaliknya, sistem tersebut menyerang tubuh itu sendiri. Saat ini, jumlah odapus alias orang yang menderita lupus di negara kita sekitar 40.000 orang. Pendakian kedelapan perempuan itu di Kalla Pattar juga menarik perhatian banyak pendaki dari berbagai negara. Diah bilang, tak sedikit di antara mereka yang menanyakan tentang lupus. Bahkan, ada yang memberikan bantuan dana juga. Ya, selain mengampanyekan lupus ke publik luas, Female Trekkers juga menggalang dana untuk mereka sumbangkan kepada Yayasan Lupus Indonesia. “Senang rasanya bisa berarti bagi orang lain,” ujar Diah yang kini berusia 46 tahun. Female Trekkers sendiri lahir tahun 2005. Komunitas pendaki gunung wanita dengan usia 40 tahun ke atas ini berdiri atas gagasan Diah dan empat temannya yang sama-sama gemar mendaki gunung semasa duduk di bangku kuliah dulu. Ide membentuk Female Trekkers muncul setelah Diah pulang dari pendakian ke puncak Carstensz Pyramid setinggi 4.884 meter dpl di Papua. “Saya bilang ke teman-teman, kenapa kita enggak naik gunung lagi? Karena kita masih kuat, kok,” ujar bekas anggota Mapala UI, kelompok pecinta alam Universitas Indonesia, ini. Tapi, Female Trekkers tidak ingin mendaki tanpa misi. Akhirnya, komunitas ini memilih mengusung misi kemanusiaan, yaitu untuk membantu para penderita lupus. “Kami memilih lupus karena dari segi pendanaan, mereka masih kurang. Yayasannya juga belum diakui pemerintah,” ungkap Diah. Asal tahu saja, Ayu Bisono, adik Diah merupakan penderita lupus. Gayung bersambut, kebetulan Yayasan Lupus Indonesia lagi mencari duta untuk menyosialisasikan penyakit lupus serta mengampanyekan kegiatannya. Sejak itulah, Female Trekkers resmi menjadi duta lupus. Kampanye lupus tidak hanya berhenti di puncak Kalla Pattar. Tahun 2009, Female Trekkers melanjutkan misi kemanusiaan mereka dengan mendaki Kili-manjaro di Tanzania, gunung tertinggi di benua Afrika. Dalam pendakian gunung setinggi 5.895 meter dpl itu, ada 10 pendaki Female Trekkers yang ikut, termasuk Diah. Kali ini, mereka di bawah bendera Equatorial Peaks for Lupus, pendaki puncak-puncak gunung tertinggi di garis khatulistiwa.
Tak cuma naik gunung
Masih mengusung bendera yang sama, tahun berikutnya, di 2010, Female Trekkers mendaki dua puncak gunung sekaligus: yakni Cayambe (5.790 m dpl) dan Chimborazo (6.300 m dpl) di Ekuador, Amerika Latin. Tim mereka berjumlah 12 orang. “Biaya pendakian sebagian dari kantong masing-masing, sisanya dari sponsor perorangan dan perusahaan,” kata Diah yang kini bekerja sebagai konsultan pemasaran di Saji Indonesia, perusahaan yang ia dirikan bersama sejumlah teman. Sebelum melakukan pendakian, Diah bercerita, para anggota Female Trekkers berlatih empat bulan sampai lima bulan. Tiga bulan pertama merupakan waktu pelatihan personal bagi masing-masing anggota tim. Bulan berikutnya adalah pelatihan kerjasama tim, termasuk mendaki beberapa gunung yang ada di wilayah Jawa Barat. Setelah pendakian Female Trekkers di empat puncak gunung di atas 5.000 meter dpl itu, makin banyak orang yang memperhatikan lupus. “Kalau kami enggak bikin gara-gara, orang tidak aware soal lupus,” ujar Diah yang juga adik psikologi ternama Tika Bisono. Tapi, kegiatan kampanye lupus Female Trekkers tidak cuma mendaki saja. Mereka juga kerap datang ke kampus-kampus untuk mensosialisasikan penyakit tersebut. Sekarang, sekitar 40 wanita dari berbagai latar telah bergabung di Female Trekkers. Ada yang bekerja sebagai perencana keuangan, konsultan peralatan outdoor, akuntan, pengusaha, dan ibu rumahtangga. Tak semua anggota itu mengikuti pendakian ke gunung-gunung di luar negeri. Mayoritas dari mereka hanya bergabung dalam pendakian gunung di Indonesia bersama tim yang latihan. Yang menarik, tidak semua anggota Female Trekkers wanita. Ada satu lelaki yang bergabung, yakni Widjajono Partowidagdo. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ini ikut serta dalam pendakian ke Kalla Pattar dan Kilimanjaro. Widjajono mengaku lebih nyaman mendaki gunung bersama perempuan ketimbang laki-laki. Alasannya, jika mendaki bersama pria, ia akan tertinggal terus dalam perjalanan lantaran usianya sudah tua. “Wanita juga perhatian. Misalnya soal makan,” ujarnya. Widjajono mengaku sudah hobi mendaki gunung sejak di bangku SMA. Komunitas pendaki lain yang juga punya anggota dari berbagai macam latar adalah Pendaki Gunung. Komunitas ini didirikan oleh Bernard Wahyu Wir-yanta dan Bucek pada 2000. “Setiap kali mendaki gunung, bertemu orang lalu ngobrol. Mereka kami ajak bergabung di komunitas kami,” ujar Bernard yang menjadi jurnalis lepas untuk beberapa media.
Konservasi alam 
Pendaki Gunung kemudian mulai berkembang dan melebarkan sayap ke kalangan pekerja profesional. Bernard berkisah, banyak orang yang membayangkan mendaki gunung sebagai kegiatan yang susah dan berat. Ia ingin menghapus gambaran tersebut. Bernard lalu mulai mengajak beberapa teman kalangan pekerja untuk mendaki gunung. Biar tak merasa susah, Bernard rela mempersiapkan perlengkapan dan makanan untuk mereka. “Mereka cuma perlu bawa badan,” tutur pemilik perusahaan studio gambar dan animasi Tantular Pictures ini. Usaha itu ternyata membuahkan hasil. Mereka yang ikut mendaki bersama Bernard mengaku senang dan akhirnya bergabung bersama Pendaki Gunung. Dari mulut ke mulut, banyak kalangan pekerja profesional bergabung dalam komunitas ini. Kini, anggota aktifnya sekitar 50 orang. “Ada direksi dan eksekutif yang bergabung di sini,” beber Bernard. Novan Firmansyah, misalnya. Pemilik perusahaan perdagangan mata uang asing (forex) di Jakarta ini bergabung dengan Pendaki Gunung sejak tahun 2004 lalu. Ia mengaku bisa menyalurkan hobi jalan-jalan melalui komunitas tersebut. Memang, Novan tak selalu bisa mengikuti setiap kegiatan Pendaki Gunung. Maklum, ia juga punya kesibukan di kantornya. Namun, paling tidak, ia ikut kegiatan komunitas tersebut setahun dua kali. “Untuk refreshing dan melepas penat dari rutinitas,” jelasnya. Tidak hanya mendaki, komunitas ini juga mengadakan pelatihan bagi anggota, baik itu latihan survival ataupun latihan navigasi. Meski berasal dari kalangan pekerja profesional, mereka antusias mengikuti latihan-latihan tersebut. Kegiatan pendakian gunung sendiri dilakukan hampir tiap bulan. Tetapi, tentu tak semua anggota bisa ikut karena sibuk bekerja. Kadang, hanya dua orang saja yang melakukan pendakian, tapi kadang bisa puluhan anggota. “Agenda kegiatan selalu diberitahukan jauh-jauh hari,” ujar Bernard. Berbagai gunung di Indonesia telah dijelajahi oleh komunitas ini. Demikian pula dengan gunung-gunung terkenal di luar negeri, seperti Kilimanjaro dan Kinabalu, Malaysia. Sebagai sarana koordinasi antaranggota, komunitas ini kemudian mendirikan portal di dunia maya dengan nama pendakigunung.org. Situs tersebut merupakan forum komunikasi di antara anggota yang tersebar di berbagai daerah. Selain pendakian, Pendaki Gunung juga melakukan kegiatan konservasi alam. Sejak lima tahun lalu, komunitas ini rutin melakukan konservasi tanaman kantong semar di kawasan Gunung Prau, Jawa Tengah. “Kami juga mengajak partisipasi masyarakat setempat untuk menjaga tanaman itu supaya tidak punah,” kata Bernard. Selain kegiatan, Pendaki Gunung juga mengadakan aksi menanam mangrove di Kepulauan Seribu. Mereka mengajak pula masyarakat sekitar dan anak-anak dalam kegiatan tersebut.

(S.S. Kurniawan, Herry Prasetyo, Hans H.B., Mingguan KONTAN edisi Minggu Ketiga November 2011)

BERANI PEMBATASAN?

Gagal mengerek harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai 1 April 2012, pemerintah kembali menghidupkan rencana lama yang sudah tertunda berulang-ulang kali: membatasi konsumsi premium. Pemerintah akan melarang mobil pribadi dengan  kapasitas silinder mesin (cc) tertentu menenggak BBM bersubsidi pada awal Mei mendatang.
Sebagai tahap awal, kelak pemerintah bakal memasang stiker khusus di mobil-mobil pelat hitam yang boleh minum premium. Langkah selanjutnya adalah menerapkan teknologi kartu pintar alias smart card. Hanya, mobil pribadi dengan kapasitas mesin berapa yang tidak boleh mengkonsumsi BBM subsidi, masih pemerintah bahas.
Pemerintah memang harus melakukan pembatasan kalau tidak mau penggunaan BBM bersubsidi melebih kuota tahun ini yang sebanyak 40 juta kiloliter (kl). Soalnya, kenaikan harga BBM sebesar Rp 1.500 per liter sekalipun, belum tentu mengerem laju konsumsi.
Beda dengan pembatasan yang sudah pasti menahan konsumsi BBM bersubsidi. Dan, untuk langkah awal atau katakanlah uji coba, pemerintah sah-sah saja mengharamkan mobil pribadi dengan cc tertentu menggunakan premium. Tapi berikutnya, pemerintah harus melarang semua kendaraan pribadi memakai BBM bersubsidi.
Cara ini sudah pasti memangkas konsumsi BBM bersubsidi. Bagaimana tidak? Pengguna terbesar BBM bersubsidi adalah kendaraan pribadi yang menyedot 53% dari total volume BBM subsidi.
Tahun lalu, uang yang pemerintah keluarkan untuk subsidi BBM saja mencapai Rp 165,2 triliun atau 127,4% di atas target yang cuma Rp 129,7 triliun. Itu berarti, mobil pribadi menguras subsidi BBM hingga Rp 77,9 triliun. Bandingkan dengan angkutan umum dan barang yang masing-masing hanya Rp 4,1 triliun dan Rp 5,9 triliun. Karena, kedua jenis kendaraan ini hanya menghisap 3% dan 4% dari total volume BBM bersubsidi di 2011.
Konsumsi BBM bersubsidi memang harus direm. Tanda-tanda kuota tahun ini bakal jebol sudah tampak di depan mata. Data BPH Migas menunjukkan, pada Maret 2012, konsumsi naik 11% menjadi 3,78 juta kl ketimbang Februari lalu yang hanya 3,41 juta kl. Kalau dibiarkan terus, pemakaian BBM bersubsidi tahun ini bisa mencapai 47 juta kl sampai 48 juta kl.
Persoalan besarnya: beranikah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melarang mobil pribadi menggunakan BBM bersubsidi?

(S.S. KURNIAWAN, Tajuk Harian KONTAN, 17 April 2012)

JANGAN CUMA DEMO

Aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi berkobar di mana-mana. Pemerintah pusat bilang: silakan saja, asal tidak anarkis. Tetapi, pemerintah pusat mewanti-wanti agar kepala daerah tidak ikutan turun ke jalan menentang rencana harga premium dan solar yang naik 33,3%.
Tak main-main, pemerintah pusat mengancam, gubernur, bupati, wali kota, dan para wakilnya yang ikut berdemo bisa diberhentikan. Soalnya, mereka sudah melanggar sumpah jabatan yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Sumpah jabatan kepala daerah antara lain patuh pada peraturan dan perundang-undangan. Kelak, aturan main kenaikan harga BBM bersubsidi tertuang dalam undang-undang dan keputusan presiden.
Ya, penolakan kepala daerah terhadap rencana pemerintah pusat mengerek harga bensin, memang semestinya jangan mereka tunjukkan dengan berunjuk rasa. Sebab, justru kesan yang tampak, mereka bak pahlawan kesiangan yang sekadar mencari popularitas di mata rakyatnya. Biar dianggap pro-rakyat. Tidak lebih dari itu.
Aksi para kepala daerah itu kemungkinan besar juga tidak bakal mengubah apa-apa. Harga BBM bersubsidi tetap saja naik.
Nah, kalau para kepala daerah tetap ingin menolak kenaikan harga BBM bersubsidi, ada wujud nyata lain tanpa harus ikutan demo. Dan, dijamin pro-rakyat, deh. Yakni, tidak memungut pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) terutama premium dan solar. Info saja, harga jual BBM saat ini sudah termasuk PBBKB sebesar 5%.
Memang, harga BBM bersubsidi tetap naik sekalipun pemerintah daerah tidak mengenakan PBBKB alias tarif pajaknya 0%. Hitung-hitungannya begini. Jadi, kalau harga premium dan solar nantinya menjadi Rp 6.500 per liter. Maka, PBBKB-nya sebesar Rp 282,6 seliter. Ya, anggap saja Rp 250. Itu berarti, harga jual BBM bersubsidi hanya Rp 6.250 per liter saja.
Meski tidak besar, pengurangan harga itu cukup berarti buat masyarakat. Pertanyaannya: apakah kepala daerah berani membebaskan PBBKB? Kalau mereka betul-betul menolak kenaikan harga BBM, ya, harus berani! Terutama daerah-daerah yang kaya minyak. Soalnya, mereka mendapat dana bagi hasil minyak dan gas bumi lebih besar lagi, menyusul kenaikan harga minyak mentah dunia.
Jadi, bentuk penolakan kepala daerah harus lebih nyata lagi.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian, 28 Maret 2012) 

Rabu, 14 Maret 2012

MAKIN BINGUNG

Masyarakat saat ini betul-betul lagi dibuat bingung oleh sikap pemerintah soal bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Akhir Desember 2011 lalu, dengan tegas, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan, pemerintah tidak bakal mengerek harga bensin.
Tapi, Senin (13/2) malam lalu, SBY membuka opsi kenaikan harga premium dan solar. "Jika harga minyak dunia terus naik dan tekanan terhadap APBN bertambah berat, kami bisa mengambil langkah berupa penyesuaian harga BBM bersubsidi," kata Presiden dalam pertemuan dengan para jurnalis.
Itu baru kebingungan pertama. Yang kedua, meski sudah berancang-ancang menaikkan harga BBM bersubsidi, pemerintah juga tetap akan menjalankan rencana awal: membatasi konsumsi BBM bersubsidi mulai 1 April 2012 nanti dengan dua cara. Yakni, melarang mobil pribadi menenggak premium dan mengalihkan penggunaan BBM ke bahan bakar gas (BBG).
Pemerintah memang harus mengambil langkah yang tidak populer, demi menyelamatkan anggaran negara. Kalau tidak, kantong pemerintah bakal jebol akibat menanggung beban subsidi BBM yang kelewat berat, menyusul harga minyak mentah dunia yang terus bergerak ke atas dan tidak ada tanda-tanda akan turun. Sepanjang Januari lalu saja, rata-rata harga minyak Indonesia (ICP) sudah menembus level US$ 115 per barel, jauh di atas target APBN 2012 yang US$ 90.
Bisa jadi, SBY saat ini lebih berani mewacanakan kenaikan harga BBM lantar mendapat dukungan cukup banyak dari berbagai kalangan. Termasuk dari Komisi Energi (VII) DPR yang memberi sinyal kenaikan harga bensin, dengan meminta pemerintah mengkaji kebijakan pengurangan subsidi BBM.
Tapi, seolah pemerintah tak mau menanggung keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi seorang diri. Itu sebabnya, mereka melempar bola panas ini ke Senayan, tempat wakil rakyat bermarkas. Dengan alasan BBM bersubsidi menyangkut hajat hidup orang banyak, untuk menentukan kebijakan itu, pemerintah tidak boleh berjalan sendiri tanpa persetujuan DPR.
Cuma masalahnya, pengambilan keputusan menjadi berlarut-larut. Iya, kalau akhirnya jadi. Kalau tidak, ada konsekuensi yang harus rakyat tanggung juga. Sebab, seperti yang sudah-sudah, meski kenaikan harga BBM bersubsidi baru sekadar rencana, harga barang sudah lebih dulu naik dan akan naik lagi setelah harga BBM bersubsidi naik.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 17 Februari 2012)

JANGAN RAGU

Hari ini (30/1), bisa jadi, bakal ada sebuah keputusan besar lahir di Senayan, tempat para wakil rakyat bermarkas. Kalau pemerintah tidak lagi meminta penundaan, mereka bakal menggelar rapat kerja dengan Komisi Energi (VII) DPR guna membahas nasib pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Meski tak sedikit kalangan yang mendesak agar mengerek harga Premium dan solar saja, pemerintah bersikeras tidak akan menyodorkan opsi itu. Pemerintah hanya mengajukan dua opsi: pengalihan BBM bersubsidi ke BBM nonsubsidi untuk kendaraan pelat hitam dan konversi ke bahan bakar gas (BBG). Tampaknya, pemerintah tidak mau mengambil resiko mendapat cacimaki dari masyarakat dengan opsi kenaikan harga. Terlebih, UU APBN 2012 mengharamkan kebijakan tersebut. Beleid ini hanya mengizinkan pemerintah membatasi konsumsi BBM bersubsidi secara bertahap mulai 1 April 2012.
Tapi, bukan berarti pemerintah menutup rapat-rapat opsi kenaikan harga BBM bersubsidi. Pemerintah tetap membuka opsi itu, asalkan bukan datang dari mereka. Pemerintah berharap, dewan yang membuka opsi tersebut. Kalau mendapat lampu hijau dari DPR, pemerintah mau saja menaikkan harga BBM.
Hanya saja, sekali lagi, jika pemerintah dan DPR sepakat mendongkrak harga Premium dan solar, negara hanya melanjutkan kebijakan yang sudah-sudah. Kebijakan yang salah sasaran. Soalnya, orang kaya masih bisa menikmati subsidi BBM, yang selalu bikin kantong pemerintah jebol dan berutang sana-sini.
Demi menghemat bujet subsidi, dan yang paling penting, subsidi tidak terus-terusan melenceng dari sasaran, membatasi konsumsi BBM bersubsidi merupakan pilihan yang logis. Hanya, kalau belum siap betul infrastruktur pendukungnya, yakni stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dan gas (SPBG) pemerintah tidak perlu terburu-buru melaksanakan kebijakan tersebut.
Dan, pemerintah tidak perlu ambil pusing dengan komentar orang yang bilang, kebijakan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi pro-asing. Nyatanya, kehadiran SPBU asing membuat Pertamina berubah. Lihat saja, hampir semua SPBU berbendera perusahaan pelat merah ini berwajah apik dengan pegawai yang ramah dan murah senyum. Tidak lagi bertampang dingin dan cuek bebek. Jika tidak ada SPBU asing, bukan tidak mungkin, kebanyakan pom bensin Pertamina masih bertampang lusuh seperti dulu. Jadi, pemerintah jangan ragu lagi.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 30 Januari 2012)

NAFSU BESAR, TENAGA KURANG

Nafsu besar, tapi tenaga kurang. Mungkin kalimat ini pas untuk menggambarkan rencana pemerintah membatasi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi secara bertahap mulai ?1 April 2012 nanti. Tengok saja, persiapan pemerintah dalam melarang mobil pribadi menenggak premium dan solar itu.
Di sisa waktu yang tinggal dua setengah bulan lagi, Peraturan Presiden (Perpres) tentang Harga Jual Eceran BBM di Dalam Negeri, yang menjadi landasan kebijakan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi belum juga terbit. Padahal, sebelumnya, pemerintah menjanjikan revisi Perpres Nomor 9 Tahun 2006 tersebut beres pekan kedua Januari lalu.
Itu yang pertama. Yang kedua, masih banyak stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Pertamina di Jawa dan Bali kecuali Jabodetabek yang belum memiliki dispenser BBM nonsubsidi. Bahkan, di jalur Pantai Utara Jawa (Pantura) yang supersibuk, bisa dibilang jarang ditemui pom bensin yang menjual Pertamax. Padahal, pembatasan konsumsi BBM bersubsidi bukan rencana kemarin sore, tapi sudah pemerintah siapkan sejak 2010.
Nah, gara-gara persiapan yang belum matang ini, pemerintah yang di awal tahun sangat yakin pelarangan mobil pelat hitam meminum premium bisa serentak di Jawa-Bali, akhirnya, berubah pikiran. Mulai 1 April 2012 kebijakan berlaku di Jabodetabek dulu.
Tapi, naga-naganya, nasib program pembatasan konsumsi BBM bersubsidi tahun ini bakal sama dengan tahun lalu dan sebelumnya. Catatan saja, pemerintah pernah berencana melaksanakan kebijakan itu mulai September 2010, lalu mundur ke November 2010, mundur lagi ke Januari 2011, terus ke April serta Juni 2011. Dan, akhirnya batal sama sekali dengan alasan harga minyak turun.
Sinyal pembatasan konsumsi BBM bersubsidi bakal molor lagi datang dari Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Widjajono Partowidagdo. “Kalau belum siap masa dipaksakan, ya, mundur-mundur sedikit, kan, tidak masalah,” ungkap Widjajono.
Memang, molornya pelaksanaan program tersebut dari jadwal per 1 April 2012 jelas melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012. Tetapi, undang-undang itu masih bisa diubah seperti yang sudah-sudah, seiring dengan rencana pemerintah merevisi APBN 2012 lebih cepat dari jadwal tahun-tahun sebelumnya. Jadi, terbuka peluang bagi pemerintah untuk menunda.
Lantaran persiapan yang belum matang, banyak pihak yang lalu menyarankan, sebaiknya pemerintah mengerek dulu saja harga BBM bersubsidi. Cara ini tidak hanya bisa memangkas anggaran subsidi tapi juga ongkos pengawasan distribusi. Memang, pemerintah harus merogoh kocek lebih dalam untuk mengawasi pelaksanaan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi agar tidak terjadi penyelewengan.
Tapi, menaikkan premium dan solar hanya akan terus-terusan membuat subsidi BBM salah sasaran. Subsidi yang semestinya hanya menjadi hak warga miskin atau paling tidak masyarakat kelas menengah bawah, juga ikut dinikmati golongan menengah atas.
Jadi, rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsidi harus jalan terus. Dengan syarat, semua infrastruktur pendukungnya beres dulu. Sehingga, pelaksanaannya bisa serentak, tidak seporadis. Soalnya, pembatasan konsumsi BBM bersubsidi bisa membantu menekan anggaran subsidi dari ancaman lonjakan harga minyak sekaligus konsumsi. Sedangkan kenaikan harga premium dan solar yang hanya Rp 500 atau 1.000 per liter belum tentu mampu mengerem laju konsumsi BBM bersubsidi.
Nafsu besar, tenaga juga harus besar.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Mingguan KONTAN, Minggu Ketiga Januari 2012)

Senin, 09 Januari 2012

SIARAN DIGITAL

Tahun ini, dunia pertelevisian Indonesia memasuki babak baru. Mulai 2012, pemerintah kita menerapkan teknologi penyiaran televisi digital terestrial free to air alias tidak berbayar secara bertahap. Itu berarti, saat menonton siaran televisi tidak berbayar, mata kita bakal betul-betul dimanjakan dengan gambar dan suara yang semakin tajam, “hidup”, dan bersih. Tak ada lagi gambar “semut” atau bergoyang di layar kaca.
Siaran televisi digital mulai tahun ini secara simulcast dulu. Maksudnya, penyelenggaraan pemancaran siaran televisi analog dan digital di saat bersamaan. Jadi, masyarakat masih bisa menikmati siaran televisi analog seperti saat ini.
Ada sembilan provinsi yang harus memulai siaran simulcast tahun ini, seperti Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur. Ke-9 wilayah tersebut masuk periode analog switch off (ASO) atau penghentian siaran televisi analog pada 2015 nanti. Dan, pelaksanaan ASO di seluruh Indonesia paling lambat pada 2017 mendatang.
Nah, bagi yang sudah memiliki televisi yang telah terintegrasi dengan alat bantu penerima siaran digital, Anda sudah bisa menikmati siaran televisi digital tidak berbayar. Di Jakarta, stasiun televisi yang sudah memulai siaran digital adalah TVRI, RCTI, dan MNC TV.
Tapi, yang belum punya televisi yang telah terintegrasi dengan alat bantu penerima siaran digital, untuk menikmati siaran televisi digital tidak berbayar mesti membeli set top box yang harganya mencapai ratusan ribu rupiah. Tentu, ini memberatkan bagi masyarakat bawah. Jadi, pemerintah harus membagi-bagikan alat ini secara gratis seperti saat memberikan kompor dan tabung gas ukuran tiga kilogram, tapi khusus masyarakat bawah saja.
Selain siaran digital, paling lambat 2014 nanti, semua stasiun televisi nasional harus menyelenggarakan siaran melalui sistem jaringan. Sehingga, ke depan, mereka tidak bisa lagi siaran secara nasional. Jadi, kelak, lingkup lembaga penyiaran swasta merupakan stasiun penyiaran lokal. Lalu, dalam menjangkau wilayah yang lebih luas, lembaga penyiaran swasta dapat membentuk sistem stasiun jaringan.
Lagi-lagi, pemirsa televisi terutama yang ada di daerah bakal diuntungkan. Soalnya, secara bertahap, program siaran yang direlai stasiun anggota dari stasiun induk menjadi paling banyak 50% dari seluruh waktu siaran per hari. Sisanya harus berisi konten-konten lokal yang informatif dan membangun.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 6 Januari 2011)

SUBSIDI BBM

Tampaknya, pemerintah tak mau tekor lagi. Sebab itu, mereka memastikan, mulai 1 April 2012 mendatang, mobil pelat hitam alias pribadi tidak boleh lagi menenggak bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Nah, untuk memuluskan kebijakan ini, pemerintah sedang merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2005 dan Perpres Nomor 9 Tahun 2006.Dua-duanya mengatur tentang harga jual eceran BBM dalam negeri.
Ya, akibat kuota BBM bersubsidi jebol, ditambah harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang jauh melampaui target, tahun ini, pemerintah harus nombok bujet subsidi BBM sebanyak Rp 30,3 triliun. Total pemerintah mesti membayar anggaran subsidi BBM sebesar Rp 168 triliun. Sedangkan jatah subsidi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2011 cuma Rp 129,7 triliun saja.
Kuota BBM bersubsidi tahun ini bakal melompat menjadi sekitar 41,9 juta kiloliter (kl) atau 1,5 juta kl lebih banyak ketimbang kuota yang dipatok dalam APBNP 2011 yang hanya 40,4 juta kl doang.
Melihat fakta ini, terang saja, pemerintah bakal nombok anggaran subsidi BBM tahun depan. Soalnya, di APBN 2012, pemerintah cuma mematok kuota premium dan kawan-kawannya hanya 40 juta kl. Tentu saja, angka tersebut tidak akan cukup memenuhi kebutuhan BBM bersubsidi. Tahun ini saja, kebutuhan BBM bersubsidi mencapai 41,9 juta kl. Tahun depan, angkanya pasti lebih tinggi lagi karena penjualan kendaraan bermotor kemungkinan bakal tumbuh 10%.
Karena itu, adalah langkah yang sangat tepat kalau kemudian pemerintah melarang mobil pribadi minum premium dan solar mulai 1 April 2012 mendatang -- kebijakan yang semestinya sudah pemerintah terapkan tahun ini juga. Rencananya, pemerintah akan melakukannya secara bertahap, mulai dari wilayah Jabodetabek dulu.
Dalam Undang-Undang APBN 2012, pemerintah menargetkan, dari pembatasan BBM bersubsidi tahun depan, bisa menghemat pemakaian premium sebesar 2,5 juta kl. Dana penghematannya akan dipakai untuk belanja infrastruktur, pendidikan, dan cadangan risiko fiskal.
Yang tidak kalah penting, pemerintah juga harus membangun transportasi umum yang murah, nyaman, dan aman. Contoh, memperbanyak armada busway. Sehingga, orang tidak perlu lagi menunggu lama di halte dan berdesak-desakan di dalam bus. Jadi, pemilik mobil pribadi tak punya alasan lagi untuk tidak beralih ke angkutan umum.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 22 Desember 2011)

MORATORIUM TKI

SETELAH melalui proses yang panjang dan sangat alot, lebih dari dua tahun, pemerintah akhirnya mencabut penghentian sementara alias moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) informal ke Malaysia pada 1 Desember 2011. Sejak Juni 2009 lalu, pemerintah menutup keran pasokan penata laksana rumahtangga.
Keputusan mencabut moratorium itu lahir setelah Indonesia dan Malaysia menyepakati 11 poin baru dalam Nota Kesepahaman (MoU) tentang Penempatan dan Perlindungan TKI Sektor Domestik. Misalnya, upah minimal TKI sebesar ?RM 700 atau sekitar Rp 1,92 juta. Artinya, naik dua kali lipat. Lalu, aturan libur satu hari dalam sepekan dan paspor dipegang TKI.
Tentu saja, pencabutan moratorium itu merupakan angin segar bagi masyarakat kita yang berpendidikan pas-pasan tapi ingin gaji lumayan besar. Apalagi, kesejahteraan para TKI di Malaysia bakal meningkat lantaran upah minimum sebagai penata laksana rumahtangga, seperti pembantu dan baby sitter, naik dua kali lipat. Tak hanya itu, jaminan perlindungan terhadap para pahlawan devisa juga lebih baik.
Selama ini, Malaysia memang merupakan salah satu tambang emas bagi TKI. Saban tahun, setidaknya negara kita mengirim 70.000 TKI informal ke sana. Di Malaysia sendiri saat ini ada sekitar 1,4 juta TKI belum termasuk yang ilegal.
Dengan lahirnya 11 poin baru dalam MoU Penempatan dan Perlindungan TKI tersebut, moratorium pengiriman boleh dibilang menjadi senjata pamungkas yang ampuh untuk menekan negara-negara yang menjadi tujuan TKI. Sehingga, mereka mau memberikan perlindungan yang lebih serius kepada para TKI kita. Selain tentunya memberikan upah kerja yang layak.
Tapi pertanyaannya, apakah MoU yang baru itu betul-betul menjamin kasus Siti Hajar, TKI asal Garut, Jawa Barat, tidak terulang lagi. Catatan saja, kasus Siti Hajar yang mendapat siksaan keji dari majikannya di Kuala Lumpur menjadi alasan utama pemerintah menyetop pengiriman TKI ke Malaysia.
Ini tentu menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi pemerintah Indonesia dan Malaysia untuk memastikan semua isi MoU berjalan dengan baik. Karena itu, langkah yang tepat, pemerintah melakukan proses yang lebih ketat dalam perekrutan calon TKI, termasuk dalam proses pencarian majikan. Calon TKI pun juga harus menjalani 200 jam pelatihan kompetensi.
Ya, semoga saja kasus Siti Hajar tidak terulang lagi. Amin.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 3 Desember 2011)

FREEPORT

Aksi mogok kerja karyawan PT Freeport Indonesia yang hampir berlangsung selama dua bulan penuh tidak hanya bikin pusing manajemen perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu saja. Tetapi juga membuat cemas perusahaan tambang asing lainnya yang beroperasi di Indonesia.
Sebab, bukan tidak mungkin, aksi ribuan karyawan Freeport yang menuntut kenaikan gaji itu menular ke pekerja perusahaan tambang lain. Apalagi, kalau sampai manajemen perusahaan yang menambang emas dan tembaga di Papua tersebut menyerah dan memenuhi tuntutan karyawannya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia (API) Syahrir A.B. mengungkapkan, serikat pekerja perusahaan tambang lain, seperti Newmont, Inco, dan Nusa Halmahera Mineral, sudah pasang kuda-kuda. Jika manajemen Freeport sampai mengabulkan tuntutan karyawan mereka, pekerja perusahaan tambang lain akan melakukan hal yang sama: mogok kerja dan meminta kenaikan upah.
Tak heran, santer beredar kabar, perusahaan tambang lainnya mendesak Freeport untuk tidak memenuhi tuntutan karyawannya. Sikap Freeport sendiri sejauh ini sudah melunak dua kali. Dalam perundingan dengan pekerja mereka mau mengerek tawaran kenaikan gaji dari 20% dari upah pekerja terendah yang saat ini US$ 2,1 per jam menjadi 25%, kemudian 30%. Tapi, tentu saja, jumlah itu masih jauh dari tuntutan pekerja Freeport.
Sebetulnya, tuntutan karyawan Freeport tidak muluk-muluk amat. Mereka hanya meminta kenaikan gaji sebesar US$ 7,5 per jam untuk pekerja di level paling bawah. Angka ini masih jauh di bawah upah pekerja level terendah Freeport di Cile, yang sama-sama negara berkembang, yang sebesar US$ 11,5 per jam. Bahkan, bulan ini, gaji pekerja terendah Freeport di Cile akan naik menjadi US$ 12,1 per jam.
Agar polemik ini tak berkepanjangan, pemerintah memang harus turun tangan menengahi kisruh di tubuh Freeport. Namun, pemerintah harus betul-betul berlaku adil. Jangan mentang-mentang Freeport akan menambah investasi di negara kita, begitu komitmen Richard Adkerson, CEO Freeport McMoran, saat bertemu Presiden SBY di sela-sela KTT APEC di Hawaii kemarin, pemerintah berat sebelah.
Dalam perundingan yang sudah berkali-kali deadlock, pemerintah mesti segera mengiring pekerja dan manajemen Freeport untuk menghasilkan sebuah keputusan yang win-win solution.

(S.S. Kurniawan, Tajuk Harian KONTAN, 15 November 2011)

KECANTIKAN PANTAI PEGUNUNGAN SEWU

Barisan pantai di kawasan Pegunungan Sewu bak surga tersembunyi. Lihat saja keindahan pantai berpasir putih yang membentang dari Gunungkidul hingga Pacitan ini tak kalah cantik, bahkan lebih cakep dari pantai yang ada di Bali sekalipun.

Pasir putih, air laut yang bening tapi berkarang di dasarnya. Itulah ciri utama kebanyakan pantai di sepanjang Pegunungan Sewu yang membentang dari Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, hingga Pacitan di Jawa Timur.
Tapi, bak mutiara yang masih tersembunyi di balik cangkang kerang, keindahan pantai-pantai di kawasan karst dengan 40.000 lebih bukit gamping tersebut kurang kesohor ketimbang Parangtritis di Yogyakarta ataupun Pangandaran di Jawa Barat, yang sama-sama berada di pesisir selatan Jawa.
Padahal, keindahan pantai-pantai di Selatan Pegunungan Sewu tak kalah cantik, bahkan lebih cakep dari pantai-pantai di Pulau Bali sekalipun. Tengok saja Pantai Siung di Gunungkidul. Pantai berpasir putih ini merupakan cekungan laut dengan dua bukit yang mengapitnya di kanan dan kiri.
Pantai Siung persisnya terletak di Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus yang berjarak sekitar 35 kilometer (km) arah tenggara Wonosari, ibukota Gunungkidul. Dari Yogyakarta, arahkan kendaraan Anda ke Jalan Wonosari. Ikuti jalan tersebut hingga masuk ke pusat Kota Wonosari dan ketemu Jalan Lingkar Selatan.
Setelah itu, Anda mesti menyusuri Jalan Girisubo hingga Purwodadi. Penunjuk arah di sebelah kanan jalan akan mengantarkan Anda ke Pantai Siung. Akses jalan ke Siung mulus seperti kondisi kebanyakan jalan di wilayah Gunungkidul.
Harga tiket masuk ke pantai yang diambil dari kata asiang biung – berarti orangtua dan anak – ini murah saja, hanya Rp 3.000 per orang. “Konon, yang memberi nama pantai ini adalah Demang Kemadang, pengikut Raja Brawijaya V, yang senang menemukan anak perempuannya ternyata masih hidup dan dipelihara oleh seorang ibu di daerah ini,” ungkap Saido, Wakil Ketua Pemukin, organisasi perkumpulan dusun di Purwodadi yang membantu mengelola Pantai Siung.
Di sepanjang garis pantai, Anda bisa menyaksikan pasir pantai yang putih. Tentu saja, bermain pasir pun akan menyenangkan. Kalau tidak, memanjakan kaki dengan berjalan-jalan di atas pasir sembari menikmati pemandangan pantai tak kalah mengasyikkan.

Main jetski

Tapi, air laut nan bening Pantai Siung tidak kalah menggoda. Pelesiran ke pantai memang tak lengkap kalau tidak menceburkan diri ke laut. Tapi ingat, dasar pantai ini adalah batu karang, jadi Anda mesti berhati-hati ketika bermain air.
Anda juga bisa menikmati keindahan pantai dari sudut yang berbeda. Yakni, dari atas bukit di sisi kiri pantai. Dari puncak bukit ini, saat senja, Anda bisa melihat sang surya kembali ke peraduan dan melukis horizon berkilau jingga di ufuk barat.
Adapun bukit di sebelah kanan Pantai Siung merupakan surga bagi pemanjat tebing alias climber lantaran memiliki kurang lebih 250 jalur pemanjatan, cocok buat pemula hingga yang sudah jago. Di sini pernah digelar kejuaraan panjat tebing tingkat Asia yang diikuti 80 peserta dari 15 negara.
Puas menikmati keindahan dan keeksotisan Pantai Siung yang memukau, Anda bisa lanjut menyaksikan pantai-pantai lainnya nan menawan bak surga yang tersembunyi di daerah Gunungkidul. Ada satu barisan pantai di sebelah Barat Pantai Siung yang tak kalah indah: Pantai Indrayanti, Sundak, Kukup, Krakal, dan Baron.
Untuk masuk ke kawasan pantai tersebut, harga tiketnya cuma Rp 5.000 per orang pas. Jaraknya hanya sekitar 10 menit berkendara dari Siung untuk sampai ke pantai terdekat, yaitu Indrayanti yang letaknya bersebelahan dengan Sundak.
Di Pantai Indrayanti yang kontroversial, karena seorang pengusaha asal Jogja mengklaim sebagai pemiliknya setelah membeli tanah di sekitar pantai dari penduduk setempat, Anda bisa bermain jetski dengan cara menyewa Rp 150.000 per 15 menit. Permainan yang memacu adrenalin ini merupakan yang pertama dan satu-satunya di daerah istimewa ini.
Pantai yang baru buka tiga tahun lalu ini memang menjadi primadona baru tujuan wisata di Yogyakarta. Pantai Indrayanti – yang namanya diambil dari nama anak pemilik pantai – memang menyuguhkan pemandangan yang luar biasa. Air lautnya bening kebiru-biruan dengan hamparan pasir putih.
Anda bisa menghabiskan malam di pantai ini dan menginap di Indrayanti Resort dengan tarif mulai Rp 350.000 hingga Rp 650.000 per malam. Anda juga bisa makan malam romantis di pinggir Pantai Indrayanti.
Pilihan menginap di hotel di daerah sekitar pantai Gunungkidul cukup banyak. Namun, semua tempat penginapan di wilayah ini kelas melati dengan tarif mulai Rp 50.000 hingga Rp 200.000 per malam.

Seruling samudra

Tentu, perjalanan Anda menikmati keindahan Pantai Selatan di Pegunungan Sewu tak berhenti sampai Gunungkidul saja. Tujuan berikutnya adalah pantai-pantai di Pacitan yang sama cantiknya dan punya keunikan sangat khas, contohnya, Pantai Klayar dan Srau.
Untuk menuju Pacitan, dari tempat Anda bermalam di sekitar pantai Gunungkidul, Anda harus menyusuri jalur selatan yang melewati Pracimantoro di Wonogiri, Jawa Tengah.
Pantai Klayar bisa menjadi tujuan pertama Anda. Setelah berkendara kurang lebih satu setengah jam, Anda akan menjumpai penunjuk arah ke pantai yang berada di Desa Sendang, Kecamatan Donorojo, ini di sebelah kanan jalan. Dari sini, Anda butuh waktu setengah jam lagi untuk sampai ke Pantai Klayar dengan jalan berkelok-kelok, sempit, dan rusak.
Namun, perjalanan yang cukup melelahkan bakal terbayar begitu sampai di Pantai Klayar dengan harga tiket Rp 3.000 per orang. Keindahan pantai yang diapit dua bukit ini begitu mempesona. Bermain pasir putih yang merupakan butiran gamping dari batu induk yang dihancurkan gelombang Samudra Indonesia merupakan aktivitas yang menyenangkan. Cuma, Anda dilarang keras mandi di laut karena ombak di Pantai Klayar sangat besar.
Pantai Klayar tidak hanya menyuguhkan keelokan pantai semata, tapi juga keindahan lain berupa aneka menara batu di sisi timur pantai. Hantaman ombak Laut Selatanlah yang memahat menara batu itu.
Di pantai ini juga terdapat fenomena alam unik. Sebuah celah di bagian ujung jajaran menara batu yang menjorok ke laut memicu semburan air setinggi dua meter. Fenomena mirip geiser ini terjadi akibat efek pompa oleh gelombang.
Uniknya, semburan air itu diikuti oleh suara melengking. Makanya, masyarakat sekitar menyebut fenomena alam itu dengan sebutan seruling samudra. “Saat ombak sangat gede, suaranya sangat keras,” ungkap Mbah Wakidjan, pemandu wisata Pantai Klayar.
Hanya, Mbah Wakidjan melarang keras pengunjung mendekati seruling samudra. Sebab, ombak besar bisa sewaktu-waktu datang tanpa bisa diperkirakan dan siap menggulung siapa pun yang ada di hadapannya. Akhir April 2011 lalu, empat orang yang masih satu keluarga tewas dilahap ombak saat mencoba melihat dari dekat fenomena alam itu.
Itu sebabnya, posisi paling aman menyaksikan kejadian alam tersebut dari atas bukit di sisi timur Pantai Klayar.
Setelah Pantai Klayar, perjalanan selanjutnya ke Pantai Srau. Jaraknya sekitar 30 menit berkendara dari Pantai Klayar dengan jalan yang berkelok-kelok, naik turun, sempit, dan rusak. Tiket masuk ke pantai di Dusun Srau, Desa Candi, tersebut Rp 3.000 per orang.
Tak cuma keindahan pantai dengan pasir putih dan air laut yang bening, Pantai Srau juga menawarkan pemandangan lain berupa gugusan pulau kecil atawa sea stack yang berbentuk seperti jamur. Pulau ini menjadi tempat persinggahan burung migran dari Australia ke Asia saat pergantian musim.
Pantai Srau terdiri dari tiga bagian yang masing-masing dipisahkan oleh bukit kapur. Di pantai bagian tengah terdapat jembatan alam yang terbuat dari batu gamping buah pahatan ombak Pantai Srau.
Selamat menjelajah pantai selatan Pegunungan Sewu.

(S.S. Kurniawan, Mingguan KONTAN edisi Minggu Ketiga Oktober 2011)